Mohon tunggu...
Bunga SyntyaClau
Bunga SyntyaClau Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Pendidikan Sosiologi FIS UNJ

Bersukacitalah dalam Segala Hal

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pendidikan Non-Formal Paket C pada Masa Pandemi Covid-19 sebagai "Pabrik Kuli" Dalam Pandangan Henry Armand Giroux

6 Juli 2021   00:16 Diperbarui: 6 Juli 2021   00:30 545
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pada sebagian besar masyarakat, paket c hanya terdengar sebagai "ujian" pengganti bagi siswa yang tidak lulus dalam ujian nasional. Padahal, sekolah paket c merupakan program pendidikan yang tergolong kedalam pendidikan non-formal yang terstruktur dan diakui. Definisi pendidikan nonformal sendiri menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 pasal 1 (Sulfemi, 2018 : 2) adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Program paket C merupakan bagian dari pendidikan kesetaran pada tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA). Setiap peserta didik yang lulus ujian program Paket C mempunyai hak yang sama, valid dan setara dengan pemegang ijazah SMA/MA untuk mendaftar pada satuan pendidikan yang lebih tinggi.

            Tidak semua warga masyarakat berhak menjalani program paket c yang telah disediakan oleh pemerintah. Program paket c ini dikhususkan bagi masyarakat dengan kriteria yang telah ditetapkan. Kriteria masyarakat yang berhak untuk mengikuti Program Paket C yaitu masyarakat yang 1) belum mendapatkan pelayanan pendidikan pada jenjang SMA, 2) masyarakat yang telah menyelesaikan pendidikan SMP atau telah lulus dari kejar paket b yang tidak melanjutkan ke jenjang SMA, 3) tidak ingin belajar di pendidikan formal karena pilihan mereka sendiri dan atau 4) putus sekolah SMA dikarenakan faktor ekonomi, keterbatasan waktu, atau lainnya.

Dalam pelaksanaannya, program paket c hanya memerlukan waktu yang sangat singkat untuk dapat menuntaskan masa pembelajaran menuju kelulusan. Bagi peserta didik yang berada pada tingkatan kelas X dibutuhkan masa belajar dalam kurun waktu satu tahun. Kemudian, hanya membutuhkan waktu satu tahun lagi bagi peserta didik dalam menuntaskan pembelajaran pada tingkatan kelas XI dan XII. Jadi total waktu yang dihabiskan oleh peserta didik dalam menuntaskan program paket C hanya sekitar dua tahun.

Kurikulum yang digunakan dalam Program Paket C 

            Sebenarnya mata pelajaran yang harus dikuasai dalam pendidikan non-formal program paket c hampir sama dengan mata pelajaran yang terdapat dalam pendidikan formal. Mata pelajaran yang dipelajari dan harus dikuasai dalam program paket C yaitu, Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa Inggris, Bahasa Indonesia, Matematika, (Fisika, Kimia, Biologi bagi IPA), Sejarah, (Geografi, Ekonomi, Sosiologi bagi IPS), Seni Budaya, dan Olahraga. Namun, Strategi dan pendekatan pembelajaran dirancang secara tematik terpadu atau menggunakan pendekatan berbasis mata pelajaran sesuai dengan karakteristk dan kebutuhan pendidikan kesetaraan dan peserta didik (Paket c, 2017 : 3). Jadi,  konteks dan konsentrasi pendekatan untuk mencapai standar kompetensi lulusan dalam program paket c lebih diarahkan kepada konsep terapan, tematik, induktif, yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat, terkait dengan permasalahan lingkungan dan melatihkan kecakapan hidup berorientasi kerja atau berusaha sendiri. Sehingga, masyarakat yang telah mengikuti program paket c memiliki bekal keterampilan untuk bekerja atau usaha mandiri.

Pelaksanaan Program Paket C pada Masa Pandemi 


            Program paket c pada umumnya dilaksanakan dalam Pusat Kegiatan Belajar Mengajar (PKBM) yang tersedia di berbagai daerah. Salah satunya, Pusat Kegiatan Belajar Mengajar (PKBM) An-Nur Fakfak yang pada tahun ajaran 2020/2021 telah mengadakan kegiatan belajar mengajar. Pada masa pandemic seperti ini, kegiatan belajar mengajar di PKBM An-Nur tidak jauh berbeda dengan pendidikan formal, di mana kegiatan belajar mengajar dilakukan dengan yakni melalui sistem dalam jaringan (daring). Sebagaimana dikutip dari rri.co.id, "Kegiatan belajar mengajar pada masa pandemic corona ini, kami di pendidikan kesetaraan paket A, B dan C sama dengan pendidikan formal, yakni kami lakukan dengan proses belajar jarak jauh sesuai petunjuk permen dari kemendikbud baik itu di pendidikan formal maupun non formal berlaku kurikulum darurat," jelas La Boisi, Jumat (4/9/2020).[1]

 

Program paket c untuk mendapatkan pekerjaan

 

Sebagian besar masyarakat yang mendaftarkan dirinya pada program paket c yaitu untuk dapat mempermudah dalam mendapatkan pekerjaan. Karena pada saat ini, hampir seluruh lowongan pekerjaan mensyaratkan calon pekerja dengan pendidikan minimal pada jenjang SMA. Sehingga, masyarakat yang hanya memperoleh pendidikan pada jenjang smp atau putus sekolah,  berniat mengikuti program kesetaraan kejar paket C untuk mendapatkan ijazah SMA yang akan dijadikan alat untuk mendaftar ke berbagai lowongan pekerjaan. Sehingga masyarakat beranggapan bahwa program paket c dapat mempermudah mereka dalam memperoleh pekerjaan.

 

Dalam hal ini, program paket c yang terkandung dalam pendidikan non-formal juga terlihat sangat mendukung, karena sebagaimana yang diungkapkan oleh Sanafiah Faisal dalam Gatot Harikin (2018 : 5) bahwa ciri - ciri pendidikan nonformal yaitu : "Paket pendidikan yang dilaksanakan berjangka pendek; setiap program pendidikan merupakan suatu paket yang spesifik dan biasanya lahir dari kebutuhan yang sangat diperlukan; persyaratan enromennya sangat fleksibel, baik dalam usia maupun tingkat kemampuan; persyaratan unsur-unsur pengelolaannya jauh lebih fleksibel; skuesnsi materi pelajaran atau latihannya relatif lebih luwes; tidak berjenjang secara kronologis, serta perolehan dan keberartian nilai kredensialnya tidak seberapa tersandarkan." Tentunya hal ini sejalan dengan keinginan masyarakat, karena program paket c sendiri berjangka waktu singkat. Sehingga akan lebih mudah bagi masyarakat untuk mendapatkan ijazah SMA sebagai syarat administrasi dalam melamar pekerjaan.

 

            Hal ini sejalan dengan analisis Henry Armand Giroux (perintis pedagogi kritis di Amerika Serikat), tentang kontradiksi pendidikan yang mana banyak menjelaskan berbagai distorsi terhadap praktik buruk pendidikan yang berorientasikan efisiensi ekonomis. Menurutnya, terjadi hilangnya "identitas" institusi pendidikan dari institusi yang menyelenggarakan pendidikan  menjadi "pabrik kuli" (dalam Sosiologi Kurikulum, 2011 : 180). Giroux melihat banyak institusi pendidikan yang mengubah fungsinya dimana pada awalnya untuk memberikan ilmu pengetahuan, menjadi memberikan tenaga kerja siap pakai untuk dunia kapitalis.

 

            Program paket c menunjukkan hal yang demikian. Program paket c memiliki banyak hal yang mendorong sebagian besar masyarakat kelas bawah untuk berlomba -- lomba mengikuti pendidikan paket c semata -- mata hanya untuk mendapatkan ijazah yang akan digunakan untuk memperoleh pekerjaan. Pendidikan paket c dengan karakteristik kurikulumnya yang berbasis terapan, serta waktu pelaksanaan yang singkat, dan tawaran menarik lainnya pun turut menyumbang tenaga kerja siap pakai bagi dunia kapitalis. Hal ini mengapa program paket c dapat diibaratkan sebagai pabrik kuli menurut pandangan Henry Giroux.

 

Kesimpulan dan Saran  

 

            Saran yang dapat penulis sampaikan adalah sekiranya kurikulum yang digunakan dalam pendidikan non-formal program paket c nantinya dapat lebih diarahkan kepada pembentukan jiwa wirausaha bagi peserta didik. Sehingga, anggapan yang selama ini terjadi bahwa masyarakat mengikuti program paket C hanya untuk mendapat ijazah dalam membantu memperoleh pekerjaan, dapat segera dipatahkan. Akhirnya, pengetahuan -- pengetahuan terapan yang berbasis wirausaha dapat dipakai sebagai bekal untuk lulusan program paket c.

 

Daftar Pustaka : 

 

Buku :

 

  1. Hidayat, R. (2011). Pengantar Sosiologi Kurikulum. (Jakarta: Rajawali Pers).
  2. KURIKULUM 2013 PENDIDIKAN KESETARAAN PAKET C. 2017. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. ( Jakarta : Pusat Kurikulum dan Perbukuan)
  3. Sulfemi, W. B. (2018). Modul Manajemen Pendidikan Non Formal. (Bogor : Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Muhammadiyah Bogor).

Jurnal :

  1. BAB II. 1996. Program Kesetaraan Kejar Paket C. (Surabaya : UIN Surabaya).
  2. Kharisma, Novia Nur dkk. 2020. Gambaran Kebutuhan Pembelajaran Daring PKBM Budi Utama Surabaya Pada Masa Pandemi Covid-19. (Surabaya : Universitas Negeri Surabaya).
  3. Mustakim, dkk. 2020. PROGRAM PENDIDIKAN KECAKAPAN LITERASI KOMPUTER MELALUI MAGANG TRADISIONAL MASA PENDEMI COVID-19. (Gresik : JURNAL COMM-EDU).

Artikel :

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun