Mohon tunggu...
Ernita Desyanti
Ernita Desyanti Mohon Tunggu... Wiraswasta - Bundoku

Hanya Seorang Insan Sederhana.. namun ada..

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Gagasan Jung dan Adler tentang Berdamai dengan Diri Sendiri

22 Januari 2023   04:09 Diperbarui: 22 Januari 2023   06:27 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Disaat kita sedang sendirian, terkadang kita mengambil momen untuk berpikir perasaan gusar dan gelisahpun datang menghampiri diri kita. Ada kalanya kita berpikir bahwa apa yang telah kita lakukan selama ini belum cukup. Perlahan muncul perasaan iri setelah duduk lama termenung dan membandingkan pencapaian diri kita dengan orang-orang disekitar. 

Sebagai manusia kita selalu saja merasa cukup setelah mendapatkan validasi atau pengakuan dari orang lain. Padahal ukuran 'cukup' itu sendiri tidak selalu sama untuk masing-masing manusia. Lantas penerimaan diri sendiri apakah menjadi mungkin untuk bisa berdamai dengan diri sendiri?

Berdamai dengan diri sendiri merupakan satu momok yang penting dalam menjalani kehidupan. Walau terkadang berdamai dengan diri sendiri menjadi susah untuk dilakukan saat penerimaan diri saja belum terlaksana. Sementara angan, keinginan dan harapan masih terus bergejolak di dalam diri. Nah, seperti yang dibahas oleh pijarpsikologi, berikut perbedaan konsep tentang berdamai dengan diri sendiri oleh C. G. Jung dan Alfred Adler.

Hakikat Kejiwaan Manusia

Memurut Freud hakikat kejiwaan manusia adalah unconsciousness atau alam bawah sadar manusia. Sementara Jung menjelaskan bahwa hakikat kejiwaan manusia terletak pada dualitasnya. Manusia pasti memiliki sisi cerah dan gelapnya sendiri. Jung menyebutkan sisi cerah manusia ini sebagai persona, sementara untuk sisi gelapnya adalah sahdow.

Persona itu dapat didefinisikan sebagai citra ideal yang diproyeksikan seseorang kepada orang lain. Namun persona bukanlah cerminan yang sebenarnya dari consciousness atau kesadaran diri. Maka jika kita mengidentifikasikannya terlalu sering sebagai true-self akan berakibat seringnya terjadi konflik batin di dalam diri kita sendiri, serta represi emosi yang tiada henti.

Menurut Jung, shadow adalah bagian dari diri kita yang tidak boleh diketahui oleh dunia luar. Kita tidak perlu menunjukkannya pada sekitar kita karena dapat berakibat kecemasan dan rasa malu. Shadow sering diinterpretasikan sebagai karakter yang jahat yang ada dalam diri kita. Ada baiknya shadow yang kita miliki harus bisa kita selesaikan/dikendalikan dengan baik, sehingga tidak berakibat buruk juga pada sekitar kita.

Selain persona dan shadow, manusia juga memiliki anima/animus sebagai bukti dari dualitasnya. Sebagai contoh, seorang lelaki yang kuat kadang kala memiliki sifat lembut dan perasa atau tendensi feminism yang diberi sebutan anima oleh Jung. Begitu juga dengan wanita yang memiliki sifat-sifat maskulinitas atau animus, seperti gagah dan berani.

Oleh karena itu, secara psikologis Jung melihat manusia sebagai dualitas itu sendiri, tidak ada namanya eksklusivitas seperti introver dan ekstrover. Kita mempunyai keduanya, dan muncul tergantung situasi. Akibatnya, manusia selalu mendambakan persatuan atau wholeness dari dualitasnya ini.

Alfred Adler juga menyampaikan konsep yang berbeda dari Freud. Bukan hasrat, nafsu, dan gairah seksualitas yang menjadi hakikat kejiwaan manusia, tetapi inferioritas. Segala apa yang dianggap kurang bagi manusia justru akan menjadi tumpuan untuk menghadapi dinimika kehidupannya. Kekurangan itu bisa membuat manusia bergerak mendapatkan superioritas.

Penjelasannya adalah bahwa menurut Alfred, kita dilahirkan dalam suatu inferioritas yang menuntun kita untuk berfiksi sebagai upaya untuk mengenyahkan kekurangan di dalam dirinya. Berbeda dari wholeness-duality Jung, Adler mengatakan mimpi manusia untuk menjadi superior.

Formula untuk Berdamai dengan Diri Sendiri

Jung dan Adler mengusulkan konsep berdamai dengan diri sendiri yang bisa dibilang beririsan. Di mana, konsep wholeness-duality milik Jung tidak akan tercapai tanpa adanya individuation dan konsep superioritas-inferioritas milik Adler tidak akan tercapai tanpa adanya gaya hidup yang sehat.

Individuation dilihat oleh Jung sebagai proses dari self-realization mengenai makna dan tujuan hidup yang hendak dicapai oleh seseorang. Ketika ia berhasil menemukan dirinya sendiri seperti apa berdasarkan pengalaman-pengalaman yang sudah terjadi sebelumnya juga memutuskan untuk jujur pada dunia dengan menjadi dirinya sendiri, integrasi inilah yang disebut sebagai output dari individuation.

Proses dari individuasi ini sendiri pasti tidaklah mudah dan menyakitkan. Dibutuhkan keberanian bagi seseorang untuk membuka bagian dari dirinya yang telah terabaikan ataupun juga tertolak, demi memfasilitasi proses inidviduasi ini. Karena itu, tahap pertama yang bisa kita lakukan adalah dengan mengenali shadow kita. Shadow kita ini sebenarnya bergerak untuk mendapatkan cinta bagaimanapun caranya, dan hal ini bisa merusak diri sekaligus kehidupan orang lain. Dengan mengenali sisi gelap kita yang seperti ini, harapannya kita bisa mengontrolnya lebih baik agar penyalurannya tidak meledak-ledak dan menghasilkan penyesalan.

Berjuang untuk kesempurnaan adalah penjelasan yang sempurna untuk konsep hakikat kejiwaan manusia milik Adler. Karena itu, selain penerimaan inferioritas yang kita miliki diwajibkan untuk dapat meraih kesempurnaan, dibutuhkan gaya hidup atau lifestyle yang sehat juga untuk bisa menjaga keadaan tersebut. Salah satu gagasan dari gaya hidup yang sehat ini adalah socially useful atau menjalin hubungan baik dengan orang-orang di sekitar kita. Sebagai makhluk sosial, kita hidup berdinamika dan membutuhkan orang lain. Konsep ini tidak akan berubah meskipun kita sudah mencapai kesempurnaan. Karena itu, fiksi atau bayangan yang kita buat harus tetap realistis dan juga sehat, baik untuk sendiri maupun juga untuk orang lain.

-----

Penerimaan diri atas masa lalu ataupun juga atas kekurangan-kekurangan dalam diri kita memang membutuhkan waktu. Sebagai respon naluriah pertama, manusia akan lebih sering memilih melanjutkan hidup seolah masalah tersebut tidak pernah terjadi. Tak jarang di masa depan ketika kita mengalami pengalaman yang mirip dengan memori tersebut, kita bisa larut ke dalam emosi-emosi negatif yang sama dengan yang terjadi di masa lalu.

Sebenarnya, tidak pernah ada kata terlambat untuk mulai mengenali shadow atau sisi gelap dalam diri kita.

Oleh karena itu, kamu adalah orang yang hebat luar biasa karena sudah mau terus mencoba untuk mengenali dan menerima hal itu setiap harinya. Semoga hari baik untuk bisa berdamai dengan diri ini segara datang untuk kita semua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun