Mohon tunggu...
Bunda Azza
Bunda Azza Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Saya adalah seorang Ibu RT yg "nyambi" jd abdi negara & pelayan masyarakat di sebuah Kota Kecil yang Indah di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Barat. Mencoba belajar menjadi manusia seutuhnya.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Bagiku, Menikah Sama dengan Memakai Sepatu

3 Maret 2012   03:11 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:35 1424
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1330748897923167923

[caption id="attachment_174672" align="aligncenter" width="500" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption] Postingan ini adalah tanggapan atas artikel Cahyadi Takariawan : Menikah itu Bukan Seperti Memakai Sepatu pada http://sosbud.kompasiana.com/2012/03/02/menikah-itu-bukan-seperti-memakai-sepatu/. Sependapat bahwa menikah bukan sekedar perkara cocok atau tidak cocok, sebagaimana memakai sepatu. Sepatu cocok, pakai. Tidak cocok, buang. Dengan suami atau istri masih cocok, nikah tetap jalan. Sudah tidak cocok, nikah bubar. Tetapi menikah bisa juga sama dengan memakai sepatu, apabila persepsinya satu sama lain saling mencocokkan. Persoalannya adalah suami dan istri sebagai masing-masing pribadi yang unik sedang menuntut hak pemenuhan kebutuhannya. Kebutuhan dasar yang bersifat fisik maupun kebutuhan tak kasat mata berupa : pengertian, kasih sayang, penghormatan dan kekaguman. Pribadi yang unik karena beda pola asuh, beda pengalaman, beda pemikiran sebagaimana lain sawah lain belalang, lain rambut lain kepala, lain kepala lain pula isinya. Perbedaan yang kerap kali bagai langit dan bumi atau bertentangannya kutub negatif dan kutub positif ini tidak lantas dijadikan alasan tuk saling memisahkan diri. Justru ia sebagai ruang kosong untuk saling diisi dan dilengkapi. Untuk memperjelas persoalan ini, kelihatannya kita perlu agak lancang beranalogi – meminjam teknik Plato dalam memecahkan permasalahan. Kita kiaskan manusia sebagai sepatu. Boleh suami sebagai sepatu kanan, istri sepatu kiri atau sebaliknya. Dan menikah sebagai memakai (sepasang) sepatu. Hemat saya nilai kesepatuan (pernikahan) barulah ada tatkala ia terdiri dari dua, kanan (suami) dan kiri (istri). Dari arah menghadap sepatulah kita bisa mengidentifikasi si kanan dan si kiri. Perbedaan inilah yang kita sebut suami istri sebagai pribadi-pribadi yang unik. Namun di balik pertentangan arah langkah, tersimpan gerakan saling berhadapan, saling menutupi dan saling memberi. Persamaan yang sinergis simultan keduanya inilah yang disebut “tujuan bersama antara suami dan istri untuk menikah”, yaitu meraih kebahagiaan bersama. Sama saja jika dilihat bentuk, ukuran dan model antar sepatu kanan dan kiri, kita dapat menemukan keserasian yang indah. Adapun pertanyaan tentang apakah si kiri harus dibuang jika tidak sama mengkilap atau tidak sama bagusnya dengan si kanan dan sebaliknya, adalah pertanyaan yang gila. Sama tidak warasnya dengan orang yang keluar rumah dengan satu alas kaki. Bagi yang merasa nyaman dengan “sebelah sepatu baru” yang dibeli sebagai pengganti “sebelah sepatu lama” yang tak lagi indah, maka ia tidak lebih dari orang yang tidak cerdas, tidak bijak dan tidak efisien. Saat membuang “sebelah sepatu lama” maka ketidakbersamaan keduanya menjadikan ia tak lebih dari seonggok sampah. Jadi anggaplah menikah sebagaimana kita memakai sepasang sepatu. Saat si kanan kurang mengkilap dibanding si kiri atau sebaliknya, maka pilihan bagi orang yang cerdas adalah mengkilapkan pasangan sebelahnya. Bukan lantas membuangnya. Karena betapapun ego kita dengan cara membeli si kanan atau si kiri yang baru, ingatlah ini. Bahwa yang barupun bisa jadi akan menjadi kotor lalu terbuang kembali. Bahkan bisa saja kita yang jadi kotor dan dibuang “pasangan baru” kita. Pilihan ada pada kita.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun