Mohon tunggu...
Bunda Alisha
Bunda Alisha Mohon Tunggu... profesional -

A simple mom

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Serenade Biru Hati Arya

16 Januari 2014   10:43 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:47 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Begitu pula dengan faktor keluarga. Ibunya seorang perempuan yang sangat mengerti dan bijaksana. Sepanjang Arya melakukan hal-hal yang positif, Arya bisa dipastikan akan selalu mendapat dukungan dari sang bunda. Ayahnya, yang lebih sibuk mengurus bisnis, biasanya mempercayai penilaian sang istri dalam urusan kerumahtanggaan. Jadi Arya yakin, keluarganya akan mendukung dirinya dalam hal ini.

Satu kekurangan yang ia miliki. Secara batiniah, ia merasa belum siap. Ia merasa masih sangat kurang ilmu dan wawasan yang ia miliki untuk menjadi seorang pemimpin dalam keluarga. Inilah hambatan terbesarnya.

Aisha bukan gadis biasa. Jadi pasti penilaiannya dalam menerima suatu lamaran bisa jadi akan sangat berbeda di banding gadis-gadis pada umumnya, yang biasanya menomorsatukan materi daripada kesiapan batin sang calon kepala keluarga.

Saat sesi kajian tauhid rutin berakhir, Sabtu kemarin, ia memberanikan diri berkonsultasi pada sang ustadz tentang masalahnya ini. Ia buang rasa malunya jauh-jauh. Jawaban dari hasil konsultasi ini cukup melegakan hati Arya dan semakin memantapkan hatinya untuk mengambil langkah selanjutnya.

Tapi sebelum mengambil keputusan final, ia disarankan untuk melaksanakan sholat istikhoroh dan ibadah-ibadah lain yang bisa mdekatkan dirinya kepada Allah, agar hatinya diberi kemantapan dan kalau memang keputusan yang ia ambil tepat semoga jalannya dimudahkan. Ia pun disarankan untuk lebih giat mengkaji tentang kewajiban,hak, tanggung jawab, pernak pernik permasalahan yang biasanya muncul dalam suatu rumah tangga baik dari kacamata agama maupun kacamata norma kemasyarakatan, agar sedikit banyak ia punya bekal untuk dapat memimpin keluarga kecilnya kelak.

Dari penjelasan panjang lebar sang ustadz yang dalam ilmunya tapi rendah hatinya itu, Arya jadi sadar bahwa rumah tangga bukan melulu penuh keindahan, justru akan sangat banyak ujian dan rintangan yang akan dihadapi kelak. Itulah mengapa nikah merupakan setengah dari agama, mitsaqon gholizo atau perkataan yang berat, karena memang menikah itu sungguh bukan perkara yang mudah walau juga bukan suatu hal yang harus ditakutkan..


**

Tak terasa sudah hampir satu setengah bulan sejak kejadian siang bersejarah itu. Ada yang berubah dalam diri Arya. Orang-orang di sekelilingnya pun merasakan perubahan tersebut. Ia lebih dewasa, lebih sabar. Ibu dan ayahnya tentu sangat senang, walaupun dalam hati mereka bertanya-tanya apa penyebab yang membuat anaknya berubah jadi lebih baik.

Hari itu Arya telah bertekad. Ia akan meminta bantuan Pandu agar ' membantunya mencari cara bagaimana agar dirinya dapat mengutarakan maksud hatinya kepada Aisha. Ia akan meminta bantuan sahabatnya itu tentang strategi yang tepat untuk dapat bertemu dengan keluarga Aisha.

Tapi, setibanya ia di lapangan parkir samping kantin kampus, Arya kaget bukan kepalang. Bagaikan seribu megawatt listrik dialirkan ke sekujur tubuhnya. Dilihatnya Aisha duduk dibelakang seorang laki-laki sedangkan tangannya melingkar di pinggangnya menaiki motor dan melaju pelan menuju lapangan parkir tempat ia berada.

Belum hilang rasa kagetnya itu, tiba-tiba Aisha berjalan menghampiri dirinya. Di tangannya tergenggam sesuatu yang mirip sebuah buku kecil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun