Mohon tunggu...
Teguh Perdana
Teguh Perdana Mohon Tunggu... Editor - Menulis dan Berbagi Cerita

Berbagi Kata Berbagi Cerita

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Berbagi Kata Berbagi Cerita: Mengingat Perjalanan Hidup dari Sebuah Foto

29 Mei 2020   10:30 Diperbarui: 29 Mei 2020   10:36 283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto tahun 2018 mampu menceritakan dimana aku mengalami masa poser. Masa poser sendiri adalah masa dimana seseorang menunjukan ketertarikan demi mendapat perhatian bahkan diterima di sebuah pergaulan tertentu atau singkatnya, prilaku yang berusaha tampil untuk dilihat oleh khalayak dengan menjadi orang lain.

Selain masa poser, foto-foto tahun 2018 pun mampu menujukan dimana masa labil drama percintaan mahasiswa dimulai. Aku banyak mengoleksi foto dengan imbuhan kata galau, sedih, dan menyayat hati. Foto tersebut juga adalah jurus andalan yang akan aku keluarkan ketika "doi" tidak perhatian atau kurang memenuhi janji.

Tahun 2018 pun, tidak hanya memuat fotoku sendiri. Disitu juga tergambar jelas bagaimana keadaan ayahku yang begitu menyedihkan. Tergolek lemas di rumah sakit, tidak bisa menggerakan tangan kiri, hingga jalan harus dipapah akibat penyakit stroke yang menimpanya kala itu.

Tubuh gemuk, kumis hitam tebal yang dulu jadi ciri khasnya, hilang seketika ditelan rasa sakit. Kurus, lesu, dan tidak memiliki gairah tergambarkan selanjutnya dalam 8 buah bingkai foto lainya.

Peralihan besar tersebut, tidak hanya membuatku sempoyongan kala itu, tapi juga membikin aku menemukan sesuatu pada akhir perjalanya yaitu, untuk menjadi dewasa, tidak hanya dibutuhkan pengakuan dalam sebuah komunitas, pun tidak hanya kematangan berpikir, tapi juga kearifan dan kematangan berprilaku, entah itu di dunia nyata maupun maya. Mampu menghargai buah pikiran orang lain, juga mampu bersikap legowo atas segala kondisi tanpa menyalahkan dan mengkambinghitamkan orang lain atas segala kegagalan dan kemalangan yang menimpa.

Aku berhenti sebentar, menyalakan rokok dan menghisapnya dalam-dalam. Tidak terasa, malampun semakin larut. Bunyi katak, jangkrik, dan hewan lain saling bersahutan memecah keheningan malam.

Kini, tibalah aku melihat fotoku tahun 2019. Masih sangat baru, gumamku sembari tersenyum simpul menatapnya. Tahun tersebut, foto-foto yang tersimpan rapih itu lebih menunjukan aku yang santai juga tidak banyak gaya. Jaringan relasi yang semakin luas, adalah faktor utama penyebabnya. Dari teman-teman lintas generasi, kepercayaan, juga pemikiran aku menemukan bahwa kehidupan ini luas dan banyak hal yang harus kita nikmati tanpa harus mengurusi eksistensi diri dan rasa haus akan pengakuan.

Foto 2019 yang kulihat, kuawali dari perjalanku menapaki Wonosobo dan Dieng. Perjalanan menapaki daerah barat kompleks Gunung Sindoro dan Sumbing ini kutempuh hampir 5 jam bersama 6 orang teman yang telah kukenal sejak tahun 2017. Tidak hanya rasa senang yang tergambar dalam  foto ini, namun juga ada rasa rindu yang menerjang ingin kembali menikmati dinginya angin malam Wonosobo atau hanya sekedar memakan nasi megono hangat di pagi hari yang dingin.

Doc. Pribadi
Doc. Pribadi

Pun dengan foto berikutnya yang kutemui, dengan jelas tergambar perjalanan panjang lain kutempuh dari Yogyakarta hingga Banjar. Berhenti di POM bensin Petanahan, atau sekedar berhenti di Indoma*t Sumpiuh untuk menghilangkan dahaga.

Tombol "Next" terus kutekan sembari diselingi tertawaan atas segala kejadian yang telah aku lewati. Foto yang muncul tahun 2019 ini lebih banyak berkisah aku dengan petualangan hidupku, baik di kampus atau di luar kampus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun