Mohon tunggu...
Gladiyo
Gladiyo Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa FISIP UAJY 2019

Pencinta Musik Etnik

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Apakah Perkembangan Budaya Mengubah Alam?

24 Maret 2021   18:04 Diperbarui: 24 Maret 2021   18:24 648
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Manusia dan alam tak dapat terpisahkan. Kedua elemen ini memiliki ketergantungan antara satu dengan yang lain. Manusia memerlukan alam sebagai sumber penghidupan. Tetapi apakah alam membutuhkan manusia? Alam semesta menjadi tempat dimana kedua elemen ini melebur dan berkaitan satu sama lain. Persentuhan dengan alam membuat manusia terasa lebih rileks dan bebas untuk merealisasikan diri. Bentuk realisasi diri manusia yang bermacam-macam melahirkan kebudayaan (Deodotus Kolek, 2020).

Relasi antara manusia dengan alam melahirkan sebuah kebudayaan. Kebudayaan inilah yang nantinya menjadi sebuah sistem yang mengatur tata perilaku manusia. Manusia hidup dalam sebuah lingkungan yang terintegrasi dengan budaya tersebut. Mereka senantiasa hidup dengan pedoman dan kepercayaan yang telah dianut oleh nenek moyang mereka. Jika mereka menyimpang dari kepercayaan tersebut maka akan timbul konflik yang terjadi di dalam lingkungan sosial mereka.

Tidak bisa dipungkiri bahwa budaya adalah suatu sistem yang dinamis. Hal ini dapat kita buktikan dan rasakan dengan adanya perkembangan zaman. Perubahan cara pandang dan pengetahuan membuat budaya selalu bergerak dan berubah. Perubahan ini tentunya menimbulkan dampak yang dirasakan oleh setiap generasi yang berada di dalam lingkungan sosial. Berdasarkan pemaknaan dasarnya, kebudayaan adalah budidaya manusia yang selalu berkembang dinamis sesuai perubahan zaman (Deodotus Kolek, 2020).

Perbedaan generasi dalam sebuah lingkungan sosial sangatlah berpengaruh pada perubahan budaya. Budaya yang berubah ini tidaklah berubah secara utuh akan tetapi bergerak dan mempengaruhi pola pikir kelompok-kelompok tertentu terhadap sebuah isu. Misalnya di suatu lingkungan sosial memandang nilai estetika seseorang dari benda atau aktivitas yang wajib dilakukan seperti; memasang kalung besi, memanjangkan daun telinga, memberi tatto pada bagian-bagian tertentu, dan masih banyak lagi. 

Seiring berjalannya waktu dan perubahan zaman, nilai estetika tadi menjadi berubah dan cenderung mengikuti budaya arus utama. Hal ini mengindikasikan bahwa manusia dan masyarakat termasuk kebudayaannya akan mengalami perkembangan sesuai dengan tahapan-tahapan tertentu dari bentuk yang sederhana ke bentuk yang kompleks dan akhirnya sempurna (Teori Unilinear Theories of Evolution).

Alam dengan segala kekayaannya dapat menyediakan segala kebutuhan manusia secara konsisten. Konsistensi ini dapat terjadi apabila manusia dan alam memiliki hubungan yang intim. Keintiman ini dapat dilihat dari bagaimana cara manusia memperlakukan alam. Apabila manusia semena-mena terhadap alam, maka alam juga dapat semena-mena terhadap manusia. Hal ini sangat berkaitan dengan hubungan yang menguntungkan antara makhluk hidup (simbiosis mutualisme).

Budaya konsumeristik telah membuat manusia lelap dalam kerakusan untuk mengguras alam sampai sehabis-habisnya (Deodotus Kolek, 2020). Keserakahan manusia ini tidak terlepas dari sikap manusia yang selalu ingin dilayani. Alam bukanlah pelayan bagi manusia akan tetapi partner kerja untuk kehidupan manusia. Keserakahan ini timbul akibat perubahan zaman dan bertahap merubah sisem kebudayaan yang lama. Setiap harinya kebutuhan manusia selalu bertambah. Kebutuhan-kebutuhan ini harus diakui sebagian besar berasal dari alam. Apabila manusia tidak mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, mungkin saja tidak ada perambahan dan eksploitasi alam saat ini. akan tetapi manusia selalu berkembang dan budaya selalu diperbaharui.

Realitas ini menyebabkan timbulnya konflik diantara individu-individu yang berada di lingkungan sosial tertentu. Dahulu orang-orang di Pulau Kalimantan misalnya, menjadikan alam sebagai super market mereka. Bahkan mereka mengambil hasil bumi ini secara gratis. Pemanfaatan sumber daya alam ini pun hanyalah untuk keperluan sehari-hari saja dan seperlunya saja sehingga kuantitasnya pun tidak lah banyak. Bertahun-tahun masyarakat Suku Dayak hidup dengan pola seperti ini. 

Tetapi setelah masuknya perusahaan dan berkembangnya industri-industri di sana, kebutuhan pokok masyarakat pun menipis. Hal ini diakibatkan hutan yang dulunya dijadikan super market bagi warga kampung disulap menjadi kawasan indutri dan perusahaan. Akhirnya terdapat kubu-kubu dalam lingkungan sosial tersebut. Ada kelompok pro perusahaan dan ada kelompok yang tetap mempertahankan budaya dan kepercayaan mereka terhadap pengelolaan sumber daya alam secara tradisional.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sejatinya membawa perubahan bagi sosial budaya. Budaya bercocok tanam dan berladang yang dilakukan oleh orang-orang Dayak, berubah menjadi budaya industri yang penuh dengan alat-alat canggih. Perubahan budaya ini berdampak bagi keberlangusngan hidup manusia dan alam. 

Ekspresi budaya saat ini tidak lagi mengarah kepada hubungan manusia dengan alam akan tetapi manusia dengan teknolgi. Seperti halnya yang dilakukan oleh KBMDA saat ini yaitu melakukan promosi dan pengenalan budaya Dayak lewat media sosial. Budaya tidak lagi dipandang sebagai sesuatu yang kolot, akan tetapi sudah dapat dinikmati oleh siapa saja tanpa dibedakan oleh generasi-generasi yang ada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun