"Stop, stop, coba diulangi sekali lagi..."
Hah? Nggak salah ni tukang foto? Kisah seorang pastor waktu itu saat sedang menunaikan kewajibannya memimpin Ekaristi Penerimaan Sakramen Perkawinan * kepada saya. Maaf, bagi umat Katolik ibadat atau ekaristi adalah sebuah peristiwa sakral, apalagi menyangkut pernikahan. Dari awal mula upacara (baca: ekaristi), sangat tidak etis untuk di-stop untuk diulang barang satu-dua adegan untuk di retake oleh tukang foto.
.
.
Hal-hal seperti inilah yang ngeselin yang punya gawe alias keluarga yang memberi job foto, termasuk lembaga-lembaga yang masuk dalam run down acara. Misalnya gereja (pastor dan pengurus gereja); bila pernikahan dilakukan di gereja atau di masjid (pengurus mesjid, penghulu, dan wali); bila pernikahan dilakukan di masjid.
So, Stop ngeselin yang punya gawe! Menjadi seorang fotografer harus bertanggung jawab. Tidak boleh hanya mau uangnya tetapi tidak mau capek dan benar kerjanya. Tentu Anda tidak mau diberi kata-kata kasar seperti ini,
"Lebih baik tidak dapat gambar daripada mengganggu peristiwa sakral/suci!"
.
.
Jadi apa yang harus saya lakukan bila harus mendokumentasikan upacara pernikahan di gereja, masjid, atau di KUA? Sedangkan saya bukan Kristiani atau bukan muslim?
1. Cari referensi
Sebelum melaksanakan tugas sebagai tukang foto, terlebih dahulu cari referensi di berbagai media (misalnya youtube, instagram, website dst) tentang bagaimana tata cara mendokumentasikan upacara pernikahan, baik pernikahan dengan tata cara Muslim, Katolik, Kristen, atau agama dan kepercayaan yang lain. Pelajari dengan baik terutama urutan peristiwanya (bila perlu dicatat) lalu dilihat bagaimana tata cara dan etika pengambilan gambarnya.
2. Siapkan 2 kamera
Bila terpaksa harus mengambil gambar sendirian karena kehabisan stok asisten (fotografer kedua), siapkan dua kamera. Satu kamera dengan lensa lebar dan satu lensa semi tele/tele atau satu kamera dengan lensa zoom (standar lebar ke portrait) dan satu kamera lagi dengan lensa semi tele/tele. Kamera dengan lensa lebar atau zoom berfungsi untuk mengambil gambar secara garis besar (semua yang terlibat nampak) dan kamera dengan lensa semi tele atau tele berfungsi untuk mengambil detail peristiwa (misalnya detail wajah mempelai, tangan dengan cincin dan lain sebagainya)
3. Datang lebih awal ke lokasi
Fotografer datang lebih awal ke lokasi agar bisa mencari titik-titik lokasi pengambilan gambar sesuai dengan run down yang telah dipelajari. Dan jangan lupa hindari titik-titik lokasi yang dilarang (untuk upacara pernikahan di gereja Katolik yaitu dilarang naik/mengambil foto di altar *)
Dengan melakukan minimal tiga hal seperti diatas, maka seorang fotografer tidak akan dicap sebagai ngeselin yang punya gawe, lebih profesional, dan membuat yang punya gawe senang. Stop ngeselin yang punya gawe! Juga bisa diaplikasikan ke peristiwa yang lain, misalnya pendokumentasian event Marketing Gathering, Halal Bihalal, ulang tahun, dan masih banyak lagi. Yang paling penting yang nomer 1, yaitu mencari referensi acara dan etika pengambilan gambarnya.
.
Demikian pengalaman saya dalam menghasilkan foto yang TIDAKÂ ngeselin yang punya gawe, dengan menggunakan 3 cara sederhana namun sangat penting. Bila ada yang salah dengan penulisan teori/teknik memotret tersebut, saya mohon maaf, silakan diluruskan, terima kasih, salam jepret, salam hangat Kompasiana.
.
.
.
Disclaimer:
Saya seorang praktisi fotografi yang belajar secara otodidak, mohon maaf bila ada kesalahan penulisan dan atau penyampaian teori/teknik fotografi. Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk berbagi pengalaman saja.
silakan klik untuk lihat2Â foto hobi, foto kerjaan, dan foto pelayanan saya, terima kasih :)
Sumber/pelengkap data:
1. What are photography ethics?
2. The Ethics of Wedding Photography:Capturing Moments with Integrity
3. 12 Tips For Photographing A Church Event or Worship Service
catatan:
1/ Altar: tempat Pastor memimpin Ekaristi, biasanya mempunyai lantai yang lebih tinggi
2/ Ekaristi Penerimaan Sakramen Perkawinan: upacara peresmian Perkawinan yang diadakan oleh gereja Katolik, dengan memberikan berkat berupa Sakramen Perkawinan kepada mempelai, yang menyatakan bahwa Tuhan menyatukan kedua mempelai dalam sebuah perkawinan.
2/ Foto-foto yang saya gunakan diatas merupakan foto:
a. Dokumentasi Sakramen Perkawinan mas Denny dan mbak Septi 2024; foto tersebut merupakan hak milik mas Denny dan mbak Septi.
b.Dokumentasi Ijab Kabul keluarga ibu Hj. Sukarti, Sp.d ; foto tersebut merupakan hak milik keluarga ibu Hj. Sukarti Â
3/ Kamera yang digunakan: Nikon, lensa 18-70mm afs, lensa af 35mm, dan lampu flash tambahan (on shoe) nikon SB series
.
.
.
Dari sebuah tempat, dekat kota Solo
Akhir bulan September 2025
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI