.
Jadi apa yang harus saya lakukan bila harus mendokumentasikan upacara pernikahan di gereja, masjid, atau di KUA? Sedangkan saya bukan Kristiani atau bukan muslim?
1. Cari referensi
Sebelum melaksanakan tugas sebagai tukang foto, terlebih dahulu cari referensi di berbagai media (misalnya youtube, instagram, website dst) tentang bagaimana tata cara mendokumentasikan upacara pernikahan, baik pernikahan dengan tata cara Muslim, Katolik, Kristen, atau agama dan kepercayaan yang lain. Pelajari dengan baik terutama urutan peristiwanya (bila perlu dicatat) lalu dilihat bagaimana tata cara dan etika pengambilan gambarnya.
2. Siapkan 2 kamera
Bila terpaksa harus mengambil gambar sendirian karena kehabisan stok asisten (fotografer kedua), siapkan dua kamera. Satu kamera dengan lensa lebar dan satu lensa semi tele/tele atau satu kamera dengan lensa zoom (standar lebar ke portrait) dan satu kamera lagi dengan lensa semi tele/tele. Kamera dengan lensa lebar atau zoom berfungsi untuk mengambil gambar secara garis besar (semua yang terlibat nampak) dan kamera dengan lensa semi tele atau tele berfungsi untuk mengambil detail peristiwa (misalnya detail wajah mempelai, tangan dengan cincin dan lain sebagainya)
3. Datang lebih awal ke lokasi
Fotografer datang lebih awal ke lokasi agar bisa mencari titik-titik lokasi pengambilan gambar sesuai dengan run down yang telah dipelajari. Dan jangan lupa hindari titik-titik lokasi yang dilarang (untuk upacara pernikahan di gereja Katolik yaitu dilarang naik/mengambil foto di altar *)
Dengan melakukan minimal tiga hal seperti diatas, maka seorang fotografer tidak akan dicap sebagai ngeselin yang punya gawe, lebih profesional, dan membuat yang punya gawe senang. Stop ngeselin yang punya gawe! Juga bisa diaplikasikan ke peristiwa yang lain, misalnya pendokumentasian event Marketing Gathering, Halal Bihalal, ulang tahun, dan masih banyak lagi. Yang paling penting yang nomer 1, yaitu mencari referensi acara dan etika pengambilan gambarnya.
.