Mohon tunggu...
Pengkuh Budhya Prawira
Pengkuh Budhya Prawira Mohon Tunggu...

Keluarga di atas segala-galanya

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pantaskah Jokowi Menjadi Presiden Republik Indonesia?

29 Mei 2014   20:03 Diperbarui: 23 Juni 2015   21:59 1259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14013442122032269664

[caption id="attachment_339003" align="aligncenter" width="620" caption="Jokowi Calon Presiden"][/caption]

Mungkin pertanyaan ini banyak mengisi benak Bangsa Indonesia sekarang ini, terutama bagi mereka yang memang menyukai hal-hal yang berbau politik. Jawaban dari pertanyaan tersebut hanya ada pantas dan tidak pentas tergantung siapa yang menjawabnya. Bagi mereka yang mendukung Jokowi akan mengatakan pantas dengan berbagai alasan yang dikemukakannya. Begitupun sebaliknya, bagi mereka yang tidak atau bahkan antipati dengan Jokowi akan mengatakan tidak pantas dengan berbagai alasan-alasannya.

Berdasarkan pengalaman dalam pemilihan Gubernur DKI Jakarta, sepertinya Jokowi akan melenggang dengan mulus ke Istana Merdeka walaupun beliau tidak banyak didukung oleh Partai Politik. Pilpres yang dilakukan secara langsung membuat partai tidak terlalu mempengaruhi hasil akhir pemilihan Presiden. Hal ini telah dibuktikan pada saat Pilgub DKI yang lalu, dimana pada saat itu justru Jokowi merupakan calon yang tidak diunggulkan untuk menang dalam Pilgub, karena tidak banyaknya dukungan dari partai-partai politik. Namun dalam kenyataannya, Jokowi justru terpilih sebagai Gubernur DKI Jakarta. Selain itu, keunggulan PDI Perjuangan menjadi partai dengan suara terbanyak dalam Pemilihan Legislatif lalu juga dikarenakan gebrakan dari partai mengusung Jokowi sebagai Calon Presiden. Bayangkan saja apabila PDI P tidak mencalonkan Jokowi sebagai Presiden. Bisa jadi PDI P sulit untuk mendulang suara dan terpuruk dalam Pemilu tahun 2014 ini. Hal ini dikarenakan banyaknya pendukung partai yang sekaligus pengagum Jokowi akan merasa kecewa dan akan lebih cenderung memilih partai lain atau bertindak sebagai “Golongan Putih”. Apalagi kalau Jokowi dicalonkan oleh partai selain PDI P.

Gambaran tersebut menunjukkan bagaimana kecenderungan Pemilu sekarang ini yang lebih dipengaruhi oleh sosok tertentu dibandingkan oleh pengaruh Partai Politik. Latar belakang politik sudah tidak menjadi pendorong pemilih untuk menentukan siapa calon Presiden yang dipilihnya. Slogan “Apapun partainya, Presidennya tetap Jokowi”, bisa kita sematkan pada banyak pemilih dalam Pilpres yang akan datang, karena kemungkinan besar justru pemilih dari berbagai latar belakang politik yang mungkin berseberangan dengan PDI-P dan aliansinya akan cenderung memilih Jokowi sebagai Presiden.

Kembali ke topik permasalahan, pantaskah Jokowi sebagai Presiden RI? Banyak pemilih Jokowi mungkin karena dipengaruhi oleh gaya Jokowi sebagai pemimpin yang cenderung mendahulukan kerja dibandingkan birokrasi membuat mereka menjadi pengagum Jokowi. Siapapun tahu bahwa sekarang ini kalau masyarakat harus berhadapan dengan pejabat melalui jalur birokrasi pemerintahan, maka akan selau berkaitan dengan “duit”, baik dari jajaran pemerintahan paling bawah sampai ke jajaran pemerintahan paling tinggi. Paradigma ini seolah-olah sedikit berubah dengan adanya sosok kepemimpinan dari seorang Jokowi yang justru terlihat lebih mementingkan kepentingan rakyat dibandingkan dengan kepentingan politis.

Mungkin pada era kesuraman politik sekarang ini, dimana setiap partai politik cenderung lebih memikirkan golongan partainya dibandingkan kepentingan bangsa, Jokowi menjadi sosok yang ideal untuk menjadi pemimpin negara. Kondisi partai politik yang cenderung saling jatuh menjatuhkan satu sama lain untuk kepentingan partainya dan ambisi kekuasaan dan bukan menjadi garis terdepan pembangunan bangsa, dengan munculnya sosok Jokowi menjadi pengobat kecewaan sebagian besar masyarakat Indonesia terhadap situasi politik sekarang ini.

Namun, perlu diingat bahwa Jokowi juga merupakan kader partai politik yang dicalonkan oleh partainya menjadi Presiden RI masa mendatang. Oleh karena itu, Jokowi juga merupakan mesin partai supaya bisa memenuhi ambisi partai tersebut untuk mendominasi lingkaran kekuasaan. Dengan demikian, apabila Jokowi menjadi Presdien, tentunya, dia bisa menjadi Presdien yang baik apabila bisa melepaskan diri dari kepentingan partainya dan mendahulukan kepentingan bangsa. Bisakah demikian?

Coba kita lihat sekilas bagaimana Jokowi pada saat menjadi Gubernur DKI Jakarta? Dilihat dari kepemimpinannya sebagai Gubernur DKI, banyak gebrakan-gebrakan yang dia lakukan yang memang harus diakui sebagai langkah yang lebih baik dibandingkan dengan gubernur-gubernur sebelumnya, apalagi dengan dihadapkan pada situasi Jakarta yang semakin lama semakin komplek. Jokowi melakukan gebrakan-gebarakan yang terkadang juga membuatnya harus dengan berlawanan dengan pihak legislatif ataupun dengan kalangan manusia-manusia yang lebih mementingkan bisnis dibandingkan kepentingan perbaikan Jakarta. Namun, apa yang dilakukannya tersebut masih belum memenuhi janjinya untuk menyelesaikan permasalahan yang ada pada Ibukota negara kita ini yang sudah sedemikian semrawut. Mungkin hal ini bukan semata karena kesalahan Jokowi sebagai Gubernur DKI Jakarta, sehingga pemenuhan janjinya tersebut tidak terlaksana. Salahnya Jokowi hanyalah pada saat belum terpilih menjadi Gubernur DKI, dia berjanji akan menyelesaikan permasalahan Jakarta. (Jeleknya bangsa ini, masih harus diiming-imingi oleh janji yang muluk-muluk, kalau tidak begitu, mana bisa terpilih). Ingat! Pemimpin yang ideal adalah pemimpin yang akan memegang teguh janjinya, dan akan memenuhi janjinya tersebut walaupun ada harapan untuk menempati tampuk kekuasaan yang lebih tinggi.

Pada sisi lain, sanggupkah Jokowi melepaskan diri dari ikatannya sebagai kader partai yang juga membawa misi partainya, dimana waktu membuktikan bahwa partai adalah sekumpulan manusia yang penuh ambisi kekuasaan dan sanggup untuk saling menjatuhkan sesama bangsa ini demi ambisi kekuasaan tersebut. Kenyataannya, Jokowi tetap mesin partai yang bergerak untuk kepentingan partainya. Beberapa kali terlihat Jokowi meninggalkan tugasnya pada saat menjadi Gubernur DKI untuk kepentingan partainya pada saat ada Pilkada di daerah yang lain. Kesiapan Jokowi sebagai Capres pun sekarang ini lebih terlihat sebagai langkah yang diambil untuk kepentingan partainya. Adanya kemungkinan PDI P terpuruk dalam Pemilu apabila masih mencalonkan Megawati sang Ketum sebagai Capres sudah terlihat dari setahun atau dua tahun yang lalu, sedangkan popularitas Jokowi semakin lama semakin meningkat. Hal inilah yang menjadikan PDI P “terpaksa” mencalonkan Jokowi sebagai Capres untuk mendongkrak elektabilitas partai. Akibatnya Jokowi dengan rela menerima pencalonan dirinya sebagai Capres untuk kepentingan partai, walaupun sebelumnya pernah terungkap janji untuk tidak meninggalkan jabatannya sebagai Gubernur DKI Jakarta.

Apakah Jokowi akan sanggup melepaskan dirinya dari lingkaran kepentingan partainya pada saat menjadi Presiden RI? Kalau dilihat dari sudut ini, mungkin tidak ada satupun sosok yang ideal menjadi Presiden RI. Kenyataan membuktikan bahwa dukungan legislatif yang merupakan cerminan dari partai politik dalam pemerintahan mutlak diperlukan, karena kalau tidak demikian, kepemimpinan tidak akan lebih dari seumur jagung. Sehingga dengan demikian, Jokowi akan tetap dengan kecenderungannya sebagai wakil dari partainya walaupun beliau menjadi Presiden RI.

Sekali lagi, pantaskah Jokowi menjadi Presiden RI?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun