Mohon tunggu...
Akung Be
Akung Be Mohon Tunggu... Pelajar Sepanjang Hayat

Pejuang Calistung

Selanjutnya

Tutup

Financial

Efisiensi Anggaran, Rekonstruksi Pasca Kontroversi Nihil Rem'midi

21 Februari 2025   11:57 Diperbarui: 24 Februari 2025   09:20 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Efisiensi anggaran yang di AS dan di RI serupa tetapi tidak sama. Sama dalam main pangkas APBN yang nota bene berbentuk Undang Undang. Undang Undang disusun dan ditetapkan oleh presiden bersama DPR. Main pangkas tanpa melibatkan legislative dan tanpa mengindahkan SOP.

Sama dalam tebar ancaman tanpa dasar, misalnya melawan, raja kecil dan bocor atau korupsi. Bukannya, jika korupsi sebaiknya dibuktikan dulu melalui jalur hukum. Sama belum jelasnya penggunaan dana hasil efisiensi nantinya untuk apa.

Beda dalam pelaksanaannya. Jika di AS efisiensi dilaksanakan secara TSM (terstruktur, sistematis dan massif).  Terkait efisiensi dua dokumen perencanan telah tersebar luas sejak masa kampanye pemilihan presiden AS 2024, yaitu: Project 2025 dan Agenda 47.

Project 2025 dokumen rencana setebal 1.000 halaman, yang bertujuan untuk mengubah haluan pemerintahan dan masyarakat AS menjadi kanan radikal.

Agenda 47 adalah platform resmi Partai Republik. Semacam visi misi presiden RI. Ada tujuh misi presiden AS. Misi ke-3: meningkatkan kekuasaan eksekutif dan kewenangan untuk memecat pegawai federal.

Misi ke-3 ini memperkokoh kuasa presiden dalam dua hal. Pertama akan mempermudah pemecatan pekerja federal. Yang kedua presiden memiliki kewenangan eksklusif untuk mengendalikan pengeluaran federal melampaui kewenangan Kongres atau badan legislative.

Efiensi yang ditempatkan dalam visi misi kampanye, meminimalkan perasaan dikibuli. Dan dengan demikian efisiensi anggaran di AS memiliki wujud atau kontruksi.

Sementara efisiensi anggaran di RI, menurut Budiman Tanurejo dilakukan rekontruksi setelah terjadi kontroversi.

Crowding out

Suasana  rekontruksi pasca kontroversi ini juga tergambar dalam Dialog Satu Meja di Kompas TV, yang antara lain dihadiri  Prita Laura dari kantor komunikasi presiden.

Dipancing dengan beberapa pertanyaan, yang sebagian berbentuk yes no question, yang tidak terjawab. Namun dari Prita Laura meluncur beberapa jargon, antara lain memotong lemak-lemak bukan memotong otot, penganggaran berbasis outcome bukan berbasis output.

Meluncur juga slogan memotong belanja modal dan barang/jasa bukan memotong belanja pegawai, untuk menangkal isu PHK tenaga kontrak di RRI dan TVRI.

Sementara di media sosial, riuh unggahan tentang gaji kontrak atau tenaga honorer yang berada dalam mata anggaran belanja modal dan belanja barang/jasa.

Tiba giliran ditanya apakah efisiensi anggaran, yang antara lain menarik kembali transfer ke daerah 50 trilyun, tidak mengganggu ekonomi daerah. Prita menyampikan fahamnya bahwa: 

“Uang yang terakumulasi dari efisiensi anggaran akan digunakan (realokasi) untuk memutar ekonomi rakyat. Misalnya, melalui MBG. Di dalam satu dapur yang menyediakan 3000 porsi ada 50 orang tenaga kerja terlibat. Ada permintaan daging ayam, telor, nasi, dan sayur. Ada jasa pengantaran dan tenaga pengelola sampah.  Rantai permintaan mengular sampai ke pupuk dan beras”.  

Dear mbak Prita, gambaran tentang MBG menggerakkan ekonomi rakyat itu terjadi jika selama ini atau sebelum ada MBG para siswa tidak makan siang gratis.

Faktanya, para siswa makan siang bergizi halal yang disiapkan para emak. Dengan demikian, MBG bukan menggerakkan ekonomi atau menimbulkan permintaan baru, tetapi MBG menimbulkan crowding out.

Konfirmasi  dari  AI, crowding out  adalah konsep ekonomi yang mengacu pada situasi dimana belanja pemerintah mematikan kemandirian warga atau sektor  swasta. Ada dua jenis crowding out, yaitu langsung dan tidak langsung.

Crowding out langsung,  terjadi ketika belanja pemerintah secara langsung menggantikan belanja sektor swasta. Misalnya, jika pemerintah membangun rumah sakit baru, hal itu dapat menurunkan jumlah pasien di rumah sakit swasta.

Andai Sri Mulyani Indrawati

Penjelasan Prita Laura terkait mengerakkan ekonomi, beda jauh dengan endogenous growth theory dari Paul M. Rommer. Paul M. Rommer, jika tidak salah menjadi salah satu narasumber dalam pembekalan calon menteri Kabinet Indonesia Maju di Hambalang.

Konfirmasi ke AI, dalam teori pertumbuhan endogen, pengggerak pertumbuhan ekonomi adalah teknologi sebagai faktor internal atau dari dalam model (teori).

Beda dengan teori pertumbuhan sebelumnya, yang menempatkan faktor kemajuan teknologi atau akumulasi modal sebagai eksternal. Teori pertumbuhan endogen berfokus pada bagaimana kegiatan, seperti inovasi, sain dan teknologi, dan pembentukan modal manusia (pendidikan dan kesehatan), yang dapat memacu pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Melalui teori pertumbuhan endogen Romer kontribusi adalah kerangka kerja untuk memahami bagaimana kebijakan dan investasi dalam pendidikan, penelitian, dan inovasi dapat mendorong pertumbuhan ekonomi jangka panjang.

Tanpa kehadiran Paul M. Romer di Hambalang, baik Menteri Bappenas Rahmad Pambudi maupun Menkeu Sri Mulyani, juga Wankeu Anggito Abimanyu akan sangat fasih menjelaskan endogenous growth theory.

Mengingat walupun Paul M. Romer mendapatkan penghargaan Nobel pada tahun 1918, tetapi teori ini ditemukan pada tahun 1980-an. Dan menjadi bahan ajar kuliah Makroekonomi. Teori ini dapat dilacak dalam Paul M. Romer, Increasing Return and Long-Run Growth, Journal of Political Economy 94 (Oktober 1986).

Namun, alih-alih menerangkan Sr Mulyani malah turut berandai-andai. Misalnya, dalam suatu kesempatan Sri menjelaskan bahwa dari efisiensi anggaran dapat memacu pertumbuhan ekonomi, andai dana yang terhimpun direalokasikan ke kegiatan-kegiatan yang memiliki multi-flyer effect.

Tanpa pengandaian, effect factual dari menarik kembali ke pusat, dana transfer daerah sebesar 50 trilyun adalah kontraksi ekonomi daerah atau ekonomi mungkret. Kontraksi lawan dari ekspansi atau ekonomi tumbuh.

Bulankah jika 750 trilyun tersimpan ke kas Danantara, yang tidak jelas kapan dibelanjakan, efeknya seperti tight money policy?. Akan menjadi ‘rem’ laju pertumbuhan ekonomi, sementara target pertumbuhan 8% belum tercapai?

Juggernaut atau mastodonte.

Inpres atau perintah eksekutif presiden AS dapat dilakukan pembatalan melalui tiga jalur,  a. Melalui pengadilan, jika perintah tersebut dianggap melanggar Konstitusi atau melampaui kewenangan presiden,

b. Melalui kongres, dengan mengeluarkan undang-undang baru atau menggunakan kekuasaan anggaran, dan c. Melalui Inpres atau perintah eksekutif berikutnya. Jadi ada mekanisme pengendali atau rem.

Instruksi Presiden RI dengan kekuatan besar dari 58% suara pemilih, dan  didukung   80% atau lebih parlemen (DPR), nyaris tidak ada ada mekanisme pengendali atau rem.  Dan merepresentasi kekuatan besar yang tanpa kendali.

Kekuatan besar yang tak memiliki kendali rem, walaupun mungkin dapat melindas segala sesuatu dilaluinya, dalam istilah bahasa Inggris disebut Juggernaut.

Kata AI dalam konteks modern, juggernaut adalah sesuatu yang sangat kuat dan dominan, seperti koalisi politik besar atau perusahaan raksasa yang mendominasi pasar.

Juggernaut mungkin asalnya dari dalam tradisi Hindu di India, dimana salah satu dewa bernama Jagannath. Sedangkan dalam Bahasa Perancis digunakan istilah mostodonet

Kesempatan bertemu Bappeda atau badan perencanaan Pembangunan daerah sebagai tim penilai RKA atau rencana kerja anggaran OPD (organisasi perangkat daerah), terpancar rasa syukur atas Inpres 1/2025 karena selama ini tidak ada yang berani melakukan efisiensi anggaran perjalanan dinas DPRD.

Giliran ditanyakan apakah anggaran pendidikan dikecualikan, mengingat amanat kontitusi UUD 1945 untuk alokasi anggaran Pendidikan 20%. “Tidak ada perkecualian”, Jawabnya. Jangan ya Dek.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun