Mohon tunggu...
budiman dwi marwono
budiman dwi marwono Mohon Tunggu... penulis bebas

penulis yang membicarakan buku yang sudah dibaca, fenomena sosial, keadaan masyarakat.

Selanjutnya

Tutup

Book

Review Singkat Buku Krisis Kebebasan Albert Camus

30 September 2025   09:58 Diperbarui: 30 September 2025   09:58 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Book. Sumber ilustrasi: Freepik

            Daun kering yang jatuh di gerbang perpustakaan menyambut hadirku. Wewangian khas remaja perempuan, aroma pendingin ruangan, memenuhi indra penciuman. Kegiatanku kali ini mencari buku bacaan yang kemarin belum selesai dibaca. Lantai 22 merupakan tujuanku, pojok  Deretan karya dari tokoh-tokoh besar tersusun dengan baik, mataku mencoba mencari dimana buku itu berada seperti halnya burung elang memandang santapannya. Buku itu akhirnya berhasilku dapatkan, namun setelah itu ada yang lebih menarik pandanganku, wujud perempuan berambut hitam sebahu, tinggi semampai, dan menggunakan kacamata, namun diriku terlalu malu untuk berkenalan dan melewatkannya begitu saja.

            Buku "Krisis Kebebasan" sudah ditanganku, rasanya seperti ingin melahap seluruh isi buku itu ke dalam kepalaku. Alasan kenapa aku memilih buku itu karena penulisnya, ya Albert Camus. Seorang jurnalis, penulis, bahkan ada yang menyebutnya filsuf karena pemikiran absurditasnya. Kekaguman penulisan yang membahas tentang tanah kelahirannya membuat diriku termotivasi, pemikiran filosofisnya, dan hadiah nobel merupakan bukti kesuksesannya. Di akhir hidupnya, Camus wafat karena kecelakaan mobil.

            Buku ini terdiri dari Sembilan bagian, dibagian pertama menceritakan mengenai surat kepada seorang teman dari Jerman. Berisikan bagaimana keadaan masyarakat Prancis kala menghadapi perang dunia pertama. Pembunuhan yang dilakukan tentara Nazi digambarkan dengan hemat dan jelas. Perbedaan pandangan mengenai masa depan umat manusia, kesejahteraan masyarakat di tangan pemimpin tirani, cendekiawan yang dipaksa untuk mengelabui masyarakat, kehidupan bangsa yang kacau dan orang-orang tak berdosa disalib setiap hari. Untuk menjelaskan lebih rinci, buku ini terdiri dari esai-esai yang dikumpulkan dalam satu buku.

            Pada bagian yang lain, Camus juga membicarakan seniman. Seniman bukanlah satu pekerjaan yang lebih tinggi dibandingkan pekerjaan lain, seniman berdiri ditengah orang yang bekerja dan berjuang. Seniman yang dahulunya bisa bersantai di atas mercusuar, menikmati senja ketika datang, menghirup angin laut pada pagi hari. Seniman pada era sekarang telah berbeda, mereka memiliki beban moral dengan memperjuangkan masyarakat dengan tulisan maupun kata-kata ajaibnya, membangktikan gairah dan semangat akan kebebasan. Seperti kata Camus, " Seni demi sni barangkali tidak mampu menghasilkan suatu renaisans yang melahirkan keadilan dan kebebasan. Tetapi tanpa keduanya, renaisans tidak akan punya bentuk dan tidak ada apa-apanya. Tanpa budaya, dan kebebasan nisbi yang timbul karenanya, masyarakat yang paling sempurna pun akan menyerupai hutan belantara. Inilah alasannya mengapa setiap ciptaan yang otentik adalah hadiah bagi masa depan".

             Dan bagian favorit yang dibahas buku ini adalah mengenai hukuman mati. Tentu, hukuman mati merupakan hukuman yang paling mengerikan apabila dijatuhkan kepada seseorang tahanan. Namun, buku ini memberikan pandangan yang berbeda, hak manusia yang tergantung dalam setiap individu, bahkan keluarga terdekatnya. Bagian ini terlalu singkat jika ditulis di akhir bagian. Artikel selanjutnya membahas hukuman mati dalam buku krisis kebebasan Albert Camus.

            Penulis bebas tidak lebih dari seseorang manusia yang ingin bebas. Penulis bebas adalah penulis yang berusaha keras untuk menciptakan aturan sendiri.                                                                                                    

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun