Mohon tunggu...
Budiman Hakim
Budiman Hakim Mohon Tunggu... Administrasi - Begitulah kira-kira

When haters attack you in social media, ignore them! ignorance is more hurt than response.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Sebetulnya Ini Iklan atau Bukan, Sih?

5 Mei 2019   23:01 Diperbarui: 5 Mei 2019   23:21 315
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sibiakto duduk paling kiri

Saya pernah membaca tulisan Subiakto Priosoedarsono di laman Facebooknya. Judulnya "Puyunghay Sialan." Biar jelas saya copas langsung di sini. Silakan dibaca dulu, ntar kita bahas lagi di bawah.

__________________

PUYUNGHAY SIALAN
Oleh Subiakto Priosoedarsono

Habis benerin NOTE-5 di North bridge PIM saya mampir ke bakmi GM kangrn sama Puyunghay yg menurut saya memang nomer satu didunia.

Saya order sepiring nasi goreng dan seporsi Puyunghay.

Sambil menunggu puyunghay tiba saya foto2 nasi goreng sepuasnya. Takut keburu dingin saya makan nasi goreng dikit-dikit sambil nunggu puyunghay.

Sialnya sampai nasi goreng habis Puyunghay sialan itu belum juga tiba. Lalu saya pakai jurus pamungkas yg selalu berhasil. Saya panggil waiter lalu saya bilang "Order Puyunghay saya batalkan, saya minta uang kembali"

Lalu saya dengar ribut2 dari arah dapur dan sekejap kemudian Puyunghaysialan itu terhidang.

"Bungkus" kata saya setengah membentak. 2 menit kemudian saya keluar dari resto bakmi GM menenteng bungkusan Puyunghay sialan itu.

Kalau puyunghay ini rasanya sedang2 saja barangkali saya sudah kapok balik dan bakmi GM saya masukkan ke Brand Hell.

Sayangnya puyunghai bakmi GM memang enak tenan. Sialaaaan!!

__________________

Okay, udah kelar bacanya? Storytelling di atas pernah saya tampilkan dalam sebuah workshop. Setelah semua membaca, saya bertanya pada peserta, "Menurut kalian ini iklan atau bukan?"

Sejenak suara lebah berdengung. Semua orang berdiskusi satu sama lain. Setelah menunggu beberapa menit ternyata suara terbelah. Sebagian mengatakan itu iklan dan yang lain sebaliknya. Ketika saya tanyakan, masing-masing menjawab dengan argumentasi yang sangat masuk akal.

"Menurut saya itu iklan. Karena jelas-jelas penulisnya mau mengatakan bahwa puyunghay di resto itu enak banget," kata kubu sebelah kiri.

"Saya yakin itu bukan iklan. Mana mungkin owner resto itu mengizinkan brandnya dimaki-maki pake kata 'sialan'. Mustahil ada pemilik resto mau-maunya mengumumkan bahwa pelayanannya jelek," Kubu sebelah kanan berargumentasi.

"Okay," kata saya, "Kalo ini iklan, memang dibutuhkan kerelaan dari brand owner untuk dijelek-jelekin. Celaan tersebut fungsinya untuk meyakinkan pembaca bahwa itu adalah komentar konsumen beneran. Bukan rekayasa."

Hadirin terdiam.

"Jadi harus ada komprominya dulu antara storyteller dan brand owner, sampai seberapa jauh celaan masih bisa diterima." Saya melanjutkan.

"Kalo itu bukan iklan?" tanya seseorang gak sabar.

"Kalo ini bukan iklan, brand owner sangat diuntungkan karena dapet compliment yang luar biasa untuk puyunghaynya," jawab saya.

"Tapi kan tulisan itu juga ngejelek-jelekin. Gimana cara brand owner menyikapinya?" tanya yang lain lagi.

"Kalo saya jadi brand ownernya, saya akan minta maaf pada konsumen itu. Kemudian saya akan memberi dia kompensasi berupa makan puyunghay gratis setiap jumat siang seumur hidup," kata saya lagi.

"Wah rugi, dong, restonya?"

"Justru untung. Karena orang itu akan seneng banget. Dan saking senengnya, dia akan menulis storytelling lagi dan kali ini bercerita betapa hebatnya reaksi brand owner terhadap komplain konsumen."

"Tapi kan dia tiap minggu dapet makan gratis?"

"Apalah arti seporsi puyunghay? Kan mereka juga punya budget promosi, masukin aja ke pos itu?

Kali ini kelas terdiam lagi.

"Dan ingat! Si Storyteller pasti dateng ke resto itu gak bakalan sendiri. Dia pasti ngajak temennya. Yang gratis kan cuma dia, yang lain tetep bayar. Jadi gak ada bedanya dengan promo buy 1 get 1 free," kata saya lagi.

"Oooooooo....." Kali ini hadirin cukup happy ngedenger omongan saya.

"Dia akan cerita ke semua temennya. Dia juga akan selfie dengan puyunghaynya lalu dia upload ke Instagramnya dengan caption, "Kalo gue mati nanti pasti penyebabnya bukan karena kelaparan. Karena gue bisa makan puyunghay ini gratis seumur hidup."

"Hahahaha....bener, Om Bud. Bisa jadi dia malah ngajak keluarga dan temen-temen sekantornya untuk membuktikan hal itu. Keren! Keren, Om Bud," celetuk seseorang sambil tertawa geli.

"Betul! Keliatannya kita minta maaf dan ngasih makan gratis. Padahal kita telah membuat orang itu jadi ambassador brand kita," sahut saya.

"Dan bayarannya cuma seporsi puyunghay tiap minggu," kata seseorang yang duduk di belakang.

"Hahahahahahaha..." Kali ini semuanya ngakak mendengar pernyataan itu.

"Sorry, saya mau tanya," sela seorang peserta perempuan yang duduk paling depan. "Om Bud kenal gak sama Pak Subiakto yang nulis storytelling ini?"

"Kenal banget! He is my best enemy," kata saya.

"Nah, pernah gak Om Bud tanya ke dia apakah storytelling ini iklan atau bukan?" kejarnya lagi.

"Saya gak pernah tanya," jawab saya.

"Kenapa?" kali ini beberapa orang bertanya berbarengan saking keheranan.

"Karena salah satu ukuran untuk menilai kebagusan storytelling adalah: Kita ragu dan sulit menentukan apakah itu iklan atau tidak."

"Oooooooo....." Semua mengangguk-angguk.

"Jadi saya memutuskan untuk tidak bertanya dan menikmati keraguan itu. Hehehe..."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun