Tidak semua negara-negara timur bermental pengekor. Jepang, lalu Cina dan belakangan Korea memutuskan untuk jadi pelopor perubahan. Setelah dunia barat, maka ketiga Negara ini ikut menjajah negara lain, termasuk kita. Sampe saat ini kita cuma jadi penonton aja dan jadi pengekor negara-negara pelopor. Buat masyarakat kita, menjadi hebat adalah dengan mengikuti apa yang ada di luar. Buat masyarakat kita, menaikkan gengsi itu adalah dengan menjadi pengekor dan menjadi konsumen bukan menjadi produsen.
“Lo jangan anggep enteng masyarakat kita Bud. Masih ada kok hal yang bisa dibanggakan dari negeri ini.” kata seorang temen ketika saya curhat padanya.
“Apa misalnya?” tanya saya langsung berharap.
“Lo tau ga? Negara kita adalah pemakai Facebook nomor 2 di dunia setelah Amerika.”
Saya diem aja.
“Indonesia adalah pengguna Twitter terbesar ketiga setelah Amerika dan Jepang. Membanggakan kan?”
Saya masih ga menjawab dan cuma tersenyum aja kepadanya. Dalam hati saya membantah, ‘Sebagai pengguna Facebook dan Twitter berarti kita juga konsumen. Bukan Produsen. Lalu apa yang perlu dibanggakan? Kalo Facebook dan Twitter itu punya kita, nah... baru kita boleh bangga.’
Gara-gara terlalu sering mikirin negara berdaulat, negara yang berkarakter, negara yang mampu berkompetisi dengan negara lain, saya jadi sering galau. Entah kapan kita bisa menjadi bangsa yang punya kepribadian. Entah kapan kita bisa menjadi bangsa yang mampu menjadi pelopor dan bukan pengekor. Entah kapan muncul seorang tokoh pemimpin yang mampu mengedepankan masalah ini menjadi issue penting.
Malam sudah larut. Saya sedang berusaha untuk tidur. Tapi entah kenapa, tiba-tiba saya kangen banget sama Ayah. Saya coba memejamkan mata. Ketika kantuk mulai datang,sayup-sayup terdengar suara gitar dan suara Ayah sedang bernyanyi;
Indonesia tanah airku
Tanah tumpah darahku