Mohon tunggu...
BUDIANA YUSUF
BUDIANA YUSUF Mohon Tunggu... wiraswasta -

Pecinta fotografi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Jejak Pilu Sang Maestro

13 Oktober 2014   23:31 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:10 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di sana saya bertemu dengan Tasem, istri mang Parman. Tasem bercerita mengenai kegiatan sehari-hari Mang Parman di sana.

“Kalau tidak ada jadwal manggung, paling Bapak jualan di sekolahan atau paling menjala ikan di danau,” kata Tasem.

Kemudian saya diantar ke tempat peristirahatan terakhir Mang Parman oleh Abdullah, tetangganya. Menuju ke sana kami melewati danau di mana Mang Parman biasa menjala ikan. Dalam perjalanan Abdullah bercerita, selain menjala ikan, kalau musim nganggur ia suka ikut Mang Parman ngamen ke pasar-pasar di Pantura. (baca juga : Seniman Desak Pemkab Patenkan Toleat)

“Kalau sepi manggung, Mang Parman suka ngamen ke pasar-pasar sampai ke pasar Pusakanagara,” ungkap Abdullah.

Sungguh ironis, ketika Toleat hasil karyanya mulai dipentaskan di gedung-gedung kesenian, di kampus, di hotel bahkan di mancanegara di saksikan para inohong, disaat yang sama Mang Parman harus mengais recehan dengan Toleatnya di pasar-pasar.

Pusara Sang Maestro Toleat
Pusara Sang Maestro Toleat

Pusara Sang Maestro Toleat


Tak berapa lama, kami sampai di pemakaman umum. Tempat pemakaman kampung tersebut berada di sisi sebuah danau, di tengahnya terdapat pohon besar yang menaungi pemakaman. Sisi lain dari pemakaman ini adalah pesawahan. Pusara Mang Parman hanya berjarak sekitar 2 langkah dari sawah.

Sawah adalah kenangan masa kecilnya. Di sawah, Mang Parman menemukan kebahagian bersama anak-anak gembala, masterpiece Toleat ia ciptakan di pesawahan. Dan kini pembaringan terakhir sang Maestro pun tak jauh dengan sawah. Sebuah siklus perjalanan hidup yang memberi pelajaran buat kita, Dari sawah kembali ke sawah. (baca juga : Perjalanan Mang Parman, “Dari Sawah Kembali ke Sawah“)

Makam Mang Parman dipenuhi semak belukar, tanahnya terlihat retak-retak kekeringan. Pilu, sang Maestro benar-benar seperti diabaikan di akhir hayatnya. Kematiannya tanpa kabar berita, tanpa ucapan belasungkawa apalagi penghormatan.

Terima kasih dan selamat jalan Sang Maestro…..

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun