Mohon tunggu...
BUDIANA YUSUF
BUDIANA YUSUF Mohon Tunggu... wiraswasta -

Pecinta fotografi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Jejak Pilu Sang Maestro

13 Oktober 2014   23:31 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:10 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
rumah mang parman toleat

“Dari 12 teman saya menggembala, yang paling jago main suling ya Rasman (Mang Parman),” kata Uslim.

Kemudian setelah mencari tahu, dapat diketahui ternyata di Karang Asem masih terdapat seorang keluarga Mang Parman. Namun, satu-satunya keluarga Mang Parman tersebut saat itu tidak ada di rumah dan baru pulang sore hari.  Karena takut pulang terlalu sore, akhirnya saya meminta bantuan Kartim untuk meminta informasi tentang Mang Parman kepada keluarganya tersebut.

Malam harinya, saya kemudian mendapat kabar mengejutkan dari Kartim. Mang Parman sudah meninggal katanya. Sudah terlambat, pikir saya…

9 Oktober 2014

Kamis pagi pencarian jejak Mang Parman saya lanjutkan. Meskipun sudah dipastikan Mang Parman meninggal namun setidaknya saya bisa berziarah ke makam Mang Parman. Berbekal nomor kontak yang diberikan Kartim, saya kemudian menuju Karawang dan menemui Ratim, yang ternyata keponakan Mang Parman.

Setelah sebelumnya saling kontak, kemudian kami bertemu di pasar Kosambi. Tak lama,  Ratim kemudian mengajak saya ke rumahnya Mang Parman. Dari pasar Kosambi kami mengarah ke jalan raya Curug. Di perjalanan Ratim banyak bercerita mengenai Mang Parman. Ia mengatakan Mang Parman meninggal tanpa di dahului sakit parah.


rumah mang parman toleat
rumah mang parman toleat

Kediaman Sang Maestro Toleat

“Ia hanya meriang, kemudian minum obat lalu tidur di kamar. Tapi kemudian ia tidak bangun lagi,” kata Ratim.

Beberapa kilometer kemudian, kami berbelok melalui jalan tak beraspal penuh debu. Rupanya jalan ini dahulu bekas lalu lalang kendaraan pengangkut pasir. Daerah itu terlihat kumuh dan tidak nyaman. Tak berapa lama kemudian kami berbelok melalui gang kecil, sebuah jembatan kayu tua langsung menyambut kami. Harus ekstra hati-hati saya melewatinya, kalau tidak, saya bisa terjatuh ke dalam kali yang airnya tak mengalir, berwarna hijau dan berbau.

Setelah menyebrangi jembatan tibalah saya di kediaman sang Maestro. Anda pasti akan terkejut, sesak, sedih, bingung mau menyalahkan siapa, menyesal atau mungkin menangis melihat kediaman sang Maestro ini. Ternyata sisa hidupnya ia habiskan hanya dalam sebuah rumah sangat sangat sederhana sekali. Rumah yang hanya berukuran kira-kira 5 x 10 meter berdinding bilik bambu. Sungguh tak sebanding dengan karya cipta yang telah ia berikan untuk Subang, untuk masyarakat sunda dan untuk dunia seni. Mang Parman tinggal bersama istri dan 2 orang anaknya di rumah tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun