Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Bukan Guru

Best in Citizen Journalism dan People Choice Kompasiana Awards 2024, yang teteup bikin tulisan ringan-ringan. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Hindari Food Waste dengan Hargai Hidangan

3 Oktober 2025   09:08 Diperbarui: 3 Oktober 2025   08:32 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menuju toko kacamata (dokumen pribadi)

REZEKI diterima seringkali beralih rupa menjadi barang dibutuhkan. Contoh: memperoleh bayaran pada hari Rabu, Kamisnya bayar ongkos bikin kacamata baru dan untuk lainnya. Impas dah!

Begitulah cara Tuhan menghadirkan kemudahan. Kejadian-kejadian tertata pas, selaras.

Barangkali orang tidak merasakannya, seperti konsumen warteg ini. Menyia-nyiakan rezeki di depan mata, menyisakan hidangan layak konsumsi sebagai buangan.

Boleh jadi ia berpikir, bahwa makanan dibeli dengan uangnya sendiri. Dimakan dengan mulutnya sendiri demi memuaskan perutnya sendiri. Seterah, eh, terserah mau dihabiskan atau tidak.

Saya melihatnya sebagai perbuatan sia-sia. Pembeli itu menyisakan makanan yang pada akhirnya dibuang oleh penjual nasi.

Berada di tempat makan itu satu jam, karena menunggu penyelesaian pesanan kacamata. Ke toko kacamata berhubung berkali-kali lensa kanan kacamata terlepas dari rangkanya.

Menuju toko kacamata (dokumen pribadi)
Menuju toko kacamata (dokumen pribadi)

Ternyata pemakaian empat tahun cukup membuat lensa lelah berpegangan pada bingkai. Ditambah, empat atau lima kali kacamata jatuh membentur lantai.

Merekatkan kembali lensa ke rangka dan mengelemnya dengan UHU hanya menjadi solusi sementara. Maka, tibalah saat menempuh cara lem biru: lempar dan ganti baru!

Segelas kopi tanpa gula dan tempe tahu goreng (dokumen pribadi)
Segelas kopi tanpa gula dan tempe tahu goreng (dokumen pribadi)

Penyelesaian pesanan kacamata baru memakan waktu satu jam. Segelas kopi tanpa gula dan tempe tahu goreng di warteg menjadi teman menunggu.

Tak lama, seorang pembeli duduk di sebelah saya. Memesan setengah piring nasi, perkedel, oseng rebon, dan semangkuk soto ayam.

Pilihan bijak. Dengan porsi tersebut, mestinya konsumen tersebut bisa menghabiskan hidangan dipesan. Harusnya!

Setelah membayar makanan, ia beranjak. Sementara, saya masih menunggu kabar dari pembuat kacamata.

Tengok ke sebelah, makanan masih tersisa. Mangkuk tinggal kuah, tapi pada piring masih ada banyak nasi berikut lauknya. Hidangan tersisa!

Meski bukan pemandangan langka, tidak menghabiskan makanan layak konsumsi merupakan hal menyedihkan. Kalau MBG yang tidak layak konsumsi sebab basi, patutlah tidak dimakan.

Pemborosan makanan mungkin terjadi di tempat makan, ruang hajatan, supermarket, bahkan di rumah. Makanan terbuang terjadi karena beragam alasan, kurangnya kesadaran hingga kebiasaaan berlebihan mengambil makanan dan tidak mengabiskannya.

Sebab lainnya, kurang cermat memantau tanggal kedaluwarsa produk makanan sehingga menjadi terbuang.

Saya menyoroti kebiasan buruk menyisakan makanan. Mereka merasa, menghabiskan makan  akan dianggap rakus. Itu alasan yang terlalu kekanak-kanakan.

Bagi saya, hanya ada dua macam rasa makanan: enak dan enak sekali. Maka, setiap ..., sekali lagi ..., setiap hidangan tersaji saya menikmatinya hingga butir nasi dan tetes kuah terakhir.

Takada sisa! Kecuali sendok, piring, dan mangkuk yang sangat keras bila dikunyah.

Bila tersedia hidangan prasmanan, saya mengambil makanan yang sekiranya cukup. Tidak berlebihan. Tidak sepiring munjung dan menggunung.

Kalau berada di tempat makan, kepada penjual saya akan memesan nasi setengah, bahkan, sepertiga dengan lauk dan sayur dalam jumlah wajar.

Satu ketika mendapat hidangan porsi banyak menurut ukuran saya, maka saya menyantapnya pelan-pelan hingga licin tandas.

Ada beragam cara agar makanan layak konsumsi bisa habis. Kesadaran tidak menyia-nyiakan makanan membuat cerdas menyiasati.

Oleh karena itu, tidak pernah ada alasan bagus untuk menyia-nyiakan makanan. Lain cerita kalau sakit, selera makan mungkin berkurang.

Menghindari tumbulnya food waste atau pembuangan makanan layak konsumsi dengan:

  • Tidak lapar mata saat mencentong nasi,
  • Mengambil makanan secukupnya,
  • Mengingat bahwa ada banyak orang lain yang mengalami kelaparan,
  • Tidak terburu-buru untuk menikmati setiap suapan,
  • Menghabiskan dan tidak menyisakannya,
  • Paling penting, bersyukur telah mendapatkan hidangan layak.

Jadi, hargai hidangan tersaji. Jangan sia-siakan dan sisakan! Habiskan sampai licin tandas, sehingga tiada lagi --setidaknya mengurangi-- food waste di muka bumi.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun