ROSE HOTEL BANGKALAN. Tiba di hotel bertingkat itu saya menuju kamar, cuci badan, dan rebahan.
Kamar ukuran besar disediakan oleh pemilik hotel, yang notabene merupakan suami istri adik dari almarhumah Ibu. Saya tidak boleh membayar untuk semua akomodasi disediakan.
Baiklah. Saya tidak terlalu memikirkannya, langsung saja minum obat penurun kadar asam urat dan pereda nyeri. Tadi sudah makan Lontong Kupang, jadi tidak apa-apa langsung minum obat.
Setelah makan malam, menelan obat lagi. Harapannya, sehat dan bisa hadir pada acara Haul Kakek-Nenek dan Peringatan Maulid Nabi Jumat malam (5/9).
Jumat pagi setelah mandi air segar dan sarapan tajin lemak (bubur gurih), minum obat lagi. Setelahnya, saya tertidur pulas hingga lalai menunaikan ibadah salat Jumat.
Alhamdulillah, pada malam harinya saya bisa mengikuti kegiatan sampai selesai. Lega. Niat utama mengikuti acara dan bersilaturahmi dengan keluarga besar terlaksana.
Besoknya, Sabtu (6/9) adalah hari terakhir di Bangkalan. Rencananya, sore naik bus malam kembali ke Bogor.
Hari terakhir di Bangkalan saya masih berkesempatan menikmati sarapan menu Sate Lappa Merah. Tentang makanan ini, nanti cerita akan ditulis lengkap pada artikel berikutnya.
Siangnya, tuan rumah menyuguhi Kuah Kokot (kikil) dan Nos (cumi) masak hitam. Tentu, ada nasi dan pelengkap.
Masakan kuah Kokot terasa istimewa. Dibuat dari bagian pergelangan dan telapak kaki sapi. Kuah terasa gurih dan menyegarkan, bahkan tanpa penyedap buatan. Cukup ditambah bumbu-bumbu.
Rasa gurih berkat penggunaan bagian sapi lokal Madura, yang terkenal sebagai salah satu produk daging terbaik. Rasa lezat ini tidak saya temukan di masakan serupa yang ada di Bogor.
Sedangkan, masakan Nos Hitam diolah dari cumi segar dari laut sekitar Madura. Tintanya yang hitam berfungsi sebagai penyedap alami dengan rasa gurih tak tergantikan.
Sayang sekali, saya tidak sempat membuat foto Kuah Kokot dan Nos Hitam.
Lah? Kok sakit kaki masih nekat makan olahan berkolesterol tinggi dan pemicu kenaikan kadar asam urat?
Satu yang menghantui, saya khawatir terkena penyakit tertentu ketika dalam perjalanan jauh atau berada di kota lain. Termasuk kekhawatiran menyantap makanan secara tidak terkontrol, yang biasanya enak-enak.
Bagaimana lagi? Ada saja makanan enak dalam perjalanan. Sayang betul jika tidak dijajal. Apalagi bila berada di Bangkalan, yang terkenal dengan beragam olahan enak-enak.
Pikiran positif saya: mumpung berada di surga kuliner itu, takada salahnya mencicipi sekadarnya sebagian makanan tersebut. Enak, sih!
Ternyata, rasa enak telah mengalahkan rasa khawatir akan datangnya penyakit.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI