Selisihnya hanya Rp5.000. Relatif tidak banyak, tapi jumlah itu sangat berarti bagi warga lokal.
Menaiki Titian
Tantangan besar bagi saya adalah menaiki perahu kayu melalui titian. Terlebih dulu, lepas alas kaki atau nyeker sebab harus melewati air laut di pinggir pantai. Tantangan selanjutnya, meniti balok kayu di atas air.
Sebatang bambu menjadi pegangan. Ujung-ujung batang beruas ditahan dua orang --satu di darat, lainnya di ujung perahu. Pegangan itu tidak rigid. Ditambah goyangan perahu, adrenalin bergelombang.
Persoalannya, keseimbangan saya terganggu akibat serangan stroke. Harus ekstra hati-hati menapaki titian.
Mata memandang balok yang melayang di atas riak air laut. Melihat kegamangan itu, satu pria kekar menyangga badan saya. Terima kasih atas kebaikan hati.
Ombak Mengguncang Perahu Kayu
Akhirnya, saya bisa duduk di papan melintang sebagai bangku penumpang. Perahu kayu memiliki panjang kurang lebih 10 meter, lebar 3 meteran, bisa mengangkut 40 penumpang, dan ditenagai oleh eks mesin truk.
Ombak tidak terlalu besar, tapi cukup mengguncang perahu kayu. Juga mengguncang jantung melihat permukaan laut bergelombang demikian dekat, selain sebab terayun-ayun. Sejak itu saya makin sering berdoa.
Sejenak menengok ke langit-langit perahu, terdapat baju pelampung (life jacket). Berdoa lagi, semoga perahu kayu tetap mengambang hingga tujuan.
Di Pulau Untung Jawa
Kurang dari 40 menit perahu tiba di dermaga pulau Untung Jawa. Naik ke dermaga lebih mudah, meski tangan perlu ditarik oleh orang lain.
Naik? Ya, dermaga beton berada 20-30 sentimeter lebih tinggi dari bibir perahu sedikit menyulitkan saya.