Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Bukan Guru

Best in Citizen Journalism dan People Choice Kompasiana Awards 2024, yang teteup bikin tulisan ringan-ringan. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Artikel Utama

Jauh-Jauh dari Jampang Jualan Kacang, Memang Untung?

13 Februari 2025   10:07 Diperbarui: 13 Februari 2025   21:30 540
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penjual kacang dari Jampang (dokumentasi pribadi)

Demi mendapatkan selisih lebih, pria ini merantau dari Jampang ke Kota Bogor berjualan kacang mentah.

PADA pagi yang cerah dan berangin saya duduk di teras. Ketika sedang asyik mengetuk layar telepon genggam bikin draf satu tulisan, lewat seorang pria memikul dua karung plastik sambil menyeru "Kacaaang ...!"

Kacang? Tumben ada penjual kacang berkeliling di sekitar kompleks. Kacang mentah? Penasaran, saya memanggil dan menyuruhnya masuk ke halaman rumah.

Pak Ade, nama pedagang itu, memikul dua karung plastik bekas tepung. Satu kantong besar berisi kacang bogor, lainnya memuat kacang tanah. Masih segar, baru datang semalam.

Kebun di mana? Katanya, Jampang. Itu daerah luas di Kabupaten Sukabumi, terletak 80-100 kilometer dari Kota Bogor.

"Jauh amat mikul kacang dari Jampang ke Bogor?"

Kacang memang hasil panen di Jampang, tetapi Pak Ade tinggal di Parung, Kabupaten Bogor. Ia mengontrak rumah petak bersama 4 orang teman kampungnya.

Menurut keterangan, ada bandar pembeli hasil bumi dari Jampang, yang juga merekrut warga setempat sebagai pedagang eceran/kelilling. Dugaan saya, pemodal tersebut merupakan pedagang besar di Pasar Parung, 20 km lebih dari Kota Bogor.

Setiap 4 hari bandar memborong 5 kuintal komoditas agrikultur tersebut dari Jampang, untuk dijual eceran oleh pedagang keliling dengan sistem komisi.

Dari Parung mereka menaiki bak mobil terbuka milik "bosnya" itu ke Kota Hujan. Lima orang menyebar entah ke mana. Pak Ade berkeliling menjajakan dagangan di kompleks tempat saya bermukim hingga perkampungan di belakang.

Pak Ade dan empat pedagang eceran lainnya rata-rata memikul 60 kilogram kacang tanah dan kacang bogor. Habis? Kadang terjual seluruhnya, tak jarang bersisa.

Harga ditawarkan lebih rendah dibanding harga rata-rata di pasar. Saya menebus empat liter kacang tanah dan kacang bogor dengan uang Rp50.000. Atau, Rp12.500 per liter untuk dua jenis barang dagangan itu.

Mencari informasi harga komoditas di situs PD Pasar Pakuan Jaya (perusahaan milik Pemkot Bogor), tidak tersedia. Apa ya kerjanya pegawai perusahaan daerah?

Ya sudah, saya berusaha keras mengingat-ingat dan mencari informasi harga ke tetangga. Harga kacang tanah dan kacang bogor segar antara Rp18.000 hingga Rp20.000 per kilogram. Angka tersebut menjadi asumsi.

Menurut Pak Ade, 1 kg kacang segar berkulit setara dengan 1,2 liter. Artinya, pedagang keliling itu menjualnya seharga Rp10.417 per kilogram (Rp12.500/1,2). Masih berselisih jauh ketimbang harga terendah pada asumsi.

Berdasarkan hitungan sederhana di atas, selisih harga berpotensi membuat dagangan laris, tinggal faktor hoki. Makanya, Pak Ade giat berkeliling keluar masuk permukiman, kendati bawaanya lumayan berat.

Pasalnya dari hasil penjualan, ia memperoleh komisi seperempatnya. Bila seluruh barang dagangan habis dalam sehari, maka ia mendapat komisi ((60kg X 1,2 X Rp10.417) x 1/4) = Rp187.500 per hari. Itu penghasilan kotor didapat, jika terjual semuanya.

Namun, tidak setiap hari semua kacang tanah dan kacang bogor yang dipikulnya terjual habis. Apalagi pada hari hujan.

Mereka, bandar dan para pedagang keliling di atas, berani mengambil risiko dalam perdagangan antarkota. Bisa jadi mereka terdorong oleh faktor-faktor:

  • Disparitas harga di Jampang dengan di Kota Bogor. Sayangnya, tidak diketahui informasi harga perolehan kacang tanah dan kacang bogor di daerah penghasil.
  • Melimpahnya hasil bumi di Jampang, dibanding Kota Bogor dan sekitarnya.

Keadaan tersebut mengantar saya mengenal Pak Ade, penjual kacang keliling. Ia datang jauh-jauh dari Jampang, Kabupaten Sukabumi, ke Kota Bogor, mengejar keuntungan. Demi mencari penghidupan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun