Demi mendapatkan selisih lebih, pria ini merantau dari Jampang ke Kota Bogor berjualan kacang mentah.
PADA pagi yang cerah dan berangin saya duduk di teras. Ketika sedang asyik mengetuk layar telepon genggam bikin draf satu tulisan, lewat seorang pria memikul dua karung plastik sambil menyeru "Kacaaang ...!"
Kacang? Tumben ada penjual kacang berkeliling di sekitar kompleks. Kacang mentah? Penasaran, saya memanggil dan menyuruhnya masuk ke halaman rumah.
Pak Ade, nama pedagang itu, memikul dua karung plastik bekas tepung. Satu kantong besar berisi kacang bogor, lainnya memuat kacang tanah. Masih segar, baru datang semalam.
Kebun di mana? Katanya, Jampang. Itu daerah luas di Kabupaten Sukabumi, terletak 80-100 kilometer dari Kota Bogor.
"Jauh amat mikul kacang dari Jampang ke Bogor?"
Kacang memang hasil panen di Jampang, tetapi Pak Ade tinggal di Parung, Kabupaten Bogor. Ia mengontrak rumah petak bersama 4 orang teman kampungnya.
Menurut keterangan, ada bandar pembeli hasil bumi dari Jampang, yang juga merekrut warga setempat sebagai pedagang eceran/kelilling. Dugaan saya, pemodal tersebut merupakan pedagang besar di Pasar Parung, 20 km lebih dari Kota Bogor.
Setiap 4 hari bandar memborong 5 kuintal komoditas agrikultur tersebut dari Jampang, untuk dijual eceran oleh pedagang keliling dengan sistem komisi.
Dari Parung mereka menaiki bak mobil terbuka milik "bosnya" itu ke Kota Hujan. Lima orang menyebar entah ke mana. Pak Ade berkeliling menjajakan dagangan di kompleks tempat saya bermukim hingga perkampungan di belakang.