Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Nulis yang ringan-ringan saja. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Tongkrongan Keren Tanpa Kantong Bolong

20 Maret 2023   20:05 Diperbarui: 20 Maret 2023   20:02 343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar Thrifting oleh Linda Lioe dari Pixabay

Dilarang Thrifting! Presiden RI Jokowi menekankan larangan impor pakaian bekas. Mudah-mudahan diikuti oleh pelaksanaan efektif di lapangan.

Harapannya, industri pakaian lokal lebih menggeliat tanpa saingan dari barang bekas hasil impor. Tentu dengan mutu baik, harga dapat diterima umum.

Ihwal penjualan pakaian bekas impor, apakah mengganggu industri domestik atau menjadi pesaing industri fesyen lokal, saya tidak kompeten mengulasnya.

Sebagai cermin bahasan, berikut sketsa gaya berpakaian saya berikut cara membeli menurut periodisasi.

Selang Waktu Mula

Sampai dengan remaja menggunakan baju pemberian orangtua. Terdiri dari pakaian:  buatan tailor (penjahit) langganan, baru buatan lokal harga murah di toko, dan lungsuran.

Lungsuran adalah baju/celana (bukan celdam, ya) bekas dari bapak, kakak, atau kerabat yang layak pakai dan muat.

Tidak soal bila agak pudar. Kemeja putih yang sudah kusam bisa pakai blau. Benda padat warna biru yang dilarutkan dalam wadah, kemudian baju dicelup-celupkan. Setelah kering sempurna, hem tampak putih cemerlang kebiruan ketika tertimpa sinar matahari.

Juga tidak menjadi perkara ketika lepas jahitan, hilang kancing, atau rusak resleting. Toh Ibu bisa menjahitnya.

Semasa Kuliah

Selain dari orangtua, saya membeli baju kualitas ekspor sortiran pabrik dengan harga miring. Pakaian yang akan rejected bila dikirim ke pembeli di luar negeri.

Barang baru, tapi terdapat sedikit cacat. Misalnya ada setitik noda, kancing kurang satu, jahitan kurang rapi, dan sebagainya. Cacat sedikit yang sesungguhnya tidak terlalu kentara, kecuali dilihat secara saksama.

Penjual pakaian eks sortiran pabrik terletak di Jalan Sudirman Bandung. Saya lupa nama tokonya. Kalau tidak salah, berada di deretan pabrik tahu Yun Yi.

Dari itu saya mengenal pakaian "eksklusif" yang sulit dicari bandingannya, karena tiap model jumlahnya terbatas. Gaya abis dah pokoknya.

Setelah Bekerja

Mulai bisa membeli baju baru dengan menyisihkan uang gaji. Beli di toko (department store) dan mal berkelas.

Sesekali beli di Bandung. Namun kian menjamurnya toko sejenis (seperti di Cihampelas), maka bagi saya baju-baju dipajang menjadi terlalu pasaran.

Ragam produk (lokal/impor), harga, dan kualitas baju dibeli mengikuti peningkatan penghasilan. Paling top adalah melirik merek impor, kendati mahal. Tujuannya: agar gaya, berkesan mahal, dan berbeda dandanan dengan teman.

Saat Sudah Berkeluarga

Sekian waktu berumah tangga dan kemudian punya anak, pikiran membeli baju mahal berkurang.

Tidak berarti perburuan pakaian eksklusif berhenti. Cuma berbelanja lebih cermat, memilih lebih teliti, berburu ke factory outlet, dan mencari alternatif.

Salah satu alternatif, mengaduk rumah bagus penjual pakaian bekas eks impor di Bogor. Kebanyakan lungsuran dari negara Jepang.

Namun mesti hati-hati dalam memilih. Bisa-bisa mendapatkan baju lengan panjang yang kependekan tangannya. Atau celana panjang yang terlalu cingkrang.

Nafsu menggunakan pakaian bermerek buatan luar negeri ada, tapi isi dompet tidak memadai untuk ditukar dengan barang baru yang branded.

Setelah Tidak Bekerja

Merupakan kurun waktu di mana semuanya tampak berjalan lambat. Tidak dikejar-kejar oleh waktu. Adem ayem tentrem. Tenang tiada kegiatan memburu gaya.

Saya memakai baju dan celana sisa masa lampau, yang penting masih pantas dipakai. Atau sesuai dengan acara dihadiri. Toh bentuk badan saya tidak berubah. Menjadi seukuran kulkas dua pintu, misalnya.

Sehari-hari, saya menggunakan celana pendek 3/4 hingga 7/8 dengan atasan kaos. Simpel. Sesekali membeli celana pendek atau kaos di pasar tradisional. Pakaian buatan lokal tersedia di kios pakaian dan lapak kaki lima. Bagus. Murah pula.

***

Dari pembabakan di atas, terungkap bahwa saya pernah berburu pakaian demi gaya. Membeli pakaian sortiran pabrik kualitas ekspor hingga pakaian bekas eks impor. Agar tampak lebih eksklusif berbeda dengan yang lain.

Dengan itu saya punya tongkrongan keren tanpa kantong bolong.

Itu dulu! Sekarang cukuplah memakai pakaian adem nan praktis yang tersedia di lemari. Tempo-tempo beli pakaian buatan lokal di pasar, jika ada yang rusak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun