Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Nulis yang ringan-ringan saja. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Kurma Artikel Utama

Inilah Beberapa Alasan Orang Tidak Mudik

28 April 2022   08:59 Diperbarui: 1 Mei 2022   00:45 3349
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ibu-ibu merubung penjualan sayur dan keperluan dapur (dokumen pribadi)

Tidak semua orang menikmati hiruk-pikuk di seputar mudik. Ada orang-orang yang tidak mudik dengan berbagai alasan. Siapa mereka? Mari kita lihat.

Setelah dua tahun terakhir mudik lebaran dilarang, akhirnya pemerintah membolehkan mudik di tahun 2022 ini. Namun pelaksanaannya harus memperhatikan ketentuan berlaku dan aturan di lapangan.

Masyarakat menyambut gembira. Geliat persiapan mudik 2022 ditandai dengan membludaknya antrean vaksin booster, agar tidak harus menunjukkan hasil negatif tes RT-PCR atau rapid test antigen, untuk melakukan perjalanan di dalam negeri. 

Disediakan pula angkutan mudik dan angkutan motor gratis. Serta persiapan-persiapan menghadapi keseruan perjalanan jauh.

Namun tidak semua orang menikmati hiruk-pikuk di seputar mudik. Ada orang-orang yang tidak mudik dengan berbagai alasan. Siapa mereka? Mari kita lihat.


Saya akan mengamati orang-orang di sekitar rumah. Daerah Cimanggu Kecil, Kota Bogor. Tidak perlu jauh-jauh. Jangkauan juga terbatas. Gak ada waktu dan gak punya biaya!

Dua ratus meter berjalan kaki, menyaksikan sejumlah ibu-ibu merubung sepeda motor berisi sayur dan keperluan dapur lainnya. Serta-merta saya berseru, "gak pada mudik? Masih aja ngumpul di sini."

Wiro, penjual sayur yang tidak tampak di dalam bingkai foto, menyebut akan pulang ke Majalengka. Berangkat Sabtu pekan ini naik mobil sewaan bersama teman-teman sesama penjual sayur.

Ibu-ibu menjawab bak paduan suara, tidak mudik berhubung warga asli setempat.

Umi penjual nasi uduk menimpali, "gak ada acara. Tidak cukup duit. Untuk makan saja, repot!" Sebagai jawaban pertanyaan, ngapain aja jika tidak ikut mudik? Kemudian diikuti oleh kicauan dari ibu-ibu lainnya. Pagi yang riuh.

Melanjutkan perjalanan seratus meter ke depan, taman Kresola, ada empat orang sedang ngobrol. Saya pun mengajukan pertanyaan serupa.

Rizal, pensiunan sopir taksi berlogo burung, menjawab: butuh dua puluh juta (biaya tiket, oleh-oleh, berbagi di kampung halaman, dsb) agar sekeluarga (4 kepala) bisa mudik ke Padang. Pria tersebut tidak punya uang sejumlah itu. Untuk mengisi Idul Fitri ia akan berkunjung ke pihak keluarga istri di Kabupaten Bogor.

Bu Yanti, pedagang gorengan, tidak mudik. Warga asli Bogor itu tidak memiliki acara khusus, selain kumpul keluarga dan tidur. Istirahat dua hari. Setelah lebaran, ia akan berjualan dengan tambahan menu nasi rames bungkus seharga sepuluh ribu rupiah. Disesuaikan dengan daya beli warga sekitar.

Uda, pedagang kelontong, tidak mudik ke Sumatera Barat. Berdagang seperti biasa dan tidak memiliki acara khusus selama lebaran. Kegiatan pulang kampung sudah terlaksana pada tahun lalu, bertepatan dengan liburan sekolah.

Toko kelontong (dokumen pribadi)
Toko kelontong (dokumen pribadi)

Mas Teguh, pedagang bakso, juga tidak mudik. Pria Wonogiri itu telah pulang kampung pada awal bulan ramadhan. Lebaran adalah kesempatan emas untuk melipatgandakan penjualan. Warung bakso buka selama Idul Fitri.

Sedikit agak jauh, saya berjalan lagi lima ratus meter menuju sebuah pertigaan. Tiga orang sedang nongkrong. Sesekali memandu mobil yang hendak ke jalan raya. 

Tukang becak dan pak ogah (dokumen pribadi)
Tukang becak dan pak ogah (dokumen pribadi)

Hanya satu orang yang saya tanyai. Usman, tukang becak, tidak mudik. Peranakan Jawa-Sunda itu merasa sebagai warga asli yang lahir di Bogor. Idul Fitri diisi dengan bersilaturahmi kepada keluarga dan berziarah ke makam. Siangnya, juga hari-hari selanjutnya, ia kembali ke "kantor" di ujung jalan itu.

Tidak berselang lama, seorang ibu pengendara sepeda motor berhenti. Memberi amplop putih ukuran kecil kepada masing-masing "Pak Ogah" dan tukang becak tersebut.

Berdasarkan hasil observasi asal-asalan di atas, yang sama sekali tidak memenuhi unsur ilmiah, ditarik ikhtisar bahwa orang tidak mudik dengan alasan:

  1. Warga asli, merasa sebagai orang setempat, sehingga tidak perlu mudik.
  2. Ketidakcukupan dukungan finansial untuk melakukan perjalanan jauh.
  3. Lebaran merupakan kesempatan untuk beristirahat.
  4. Sebelumnya sudah sempat pulang ke kampung halaman.
  5. Momen Idul Fitri menyediakan ruang untuk meraup penghasilan (dari penjualan) lebih dari hari biasa.

Catatan: kesimpulan di atas tidak dapat digeneralisasi.

Saya juga merasa sebagai warga asli yang sudah sangat lama bermukim di tanah rantau ini, meskipun bukan tanah kelahiran. Paling utama, kedua orang tua dimakamkan di sini.

Silaturahmi kepada kerabat di kampung halaman bisa dilakukan melalui teknologi komunikasi terkini.

Jadi saya tidak mudik. Maka mustahil bagi saya memantau langsung situasi perjalanan mudik dan suasananya. Oleh karena itu tidak bisa melaporkannya sesuai topik pilihan Kompasiana: Reportase Mudik 2022.

Itu saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun