Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Nulis yang ringan-ringan saja. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Rangkap Tugas di Dunia Kerja, Belajar Menjadi Generalis

14 Agustus 2021   07:00 Diperbarui: 14 Agustus 2021   07:19 401
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pegawai dengan rangkap tugas oly SerenaWong dari pixabay.com

Seorang kawan enggan menunjukkan suatu kemampuan kepada teman lain yang sedang membutuhkan.

"Capek euy. Bayarannya gak sebanding dengan tingkat kesulitannya."

Itu adalah pilihan, tetapi juga patut disayangkan. Mengapa begitu?

Usaha konstruksi level UMKM, seperti commanditaire venootschap atau perseroan komanditer (CV), adalah perusahaan perseorangan. Pemilik berfungsi sebagai komanditer aktif, merangkap sebagai: pemodal, pencari proyek, petugas administrasi yang mengurus dokumen pengadaan, dan pelaksana teknis di lapangan.

CV ini umumnya mendapatkan pekerjaan (proyek) dari APBD setempat. Sumber-sumber proyek lainnya berasal dari bidang sektoral, semisal dari Instansi (Dinas) Provinsi, Kementerian, dan --kadang kala-- swasta. Artinya, proyek pemerintah adalah sumber penghasilan utama.

Di waktu-waktu tidak memperoleh proyek, pengusaha ini lontang-lantung tanpa penghasilan. Ya, di kalangan pengusaha kelas kecil dikenal joke: "kemarin punya 200 juta, hari hanya 20 ribu."

Bagi mereka yang berkemampuan tertentu, akan bekerja (baca: membantu dengan imbalan) pada teman yang sedang memiliki/melobi proyek. Pengusaha semacam ini hanya menjalankan fungsi pemodal dan/atau lobbying. Aspek lainnya difungsikan oleh teman-teman atau orang-orang berkeahlian yang direkrutnya.

Artinya, suatu saat menjadi pengusaha dan pada saat lain menjadi pegawai pengusaha lain adalah lumrah. 

Ikatan kepegawaian bersifat longgar, hanya berlandaskan pertemanan. Proyek selesai, pekerjaan selesai. Agak sulit dipahami oleh mereka yang terbiasa dalam kontrak kerja (tetap atau jangka waktu tertentu) secara tertulis, tetapi begitulah kenyataannya.

Kawan di atas tidak memperlihatkan kemampuan, agar tidak direkrut sebagai pegawai oleh teman yang sedang mendapat proyek, dengan alasan tingkat kesulitan tidak sebanding dengan bayarannya.

Namun bagi saya agak sulit untuk menolak permintaan teman. Banyak orang mengerti tentang kemampuan saya miliki. Dalam usaha, saya terbiasa melakukan sendiri semua ihwal berkaitan dengan proyek. Tentunya dalam soal-soal detail dan teknis memerlukan bantuan orang lain dengan imbalan tertentu.

Maka teman pengusaha akan meminta saya untuk membantunya dalam pengurusan proyek, dari mulai penyusunan dokumen lelang, pembuatan analisis, sampai pelaksanaan. Apabila semua pekerjaan dilimpahkan kepada pihak ketiga, masing-masing akan membutuhkan biaya.

Untuk yang sifatnya pekerjaan kertas, paling sedikit memerlukan biaya 3-4 persen dari proyek. Dengan satu orang menguasai seluruh pekerjaan itu, ia "hanya" mengeluarkan kurang dari 2 persen dari total nilai proyek. Bayangkan bila nilainya 2,5 miliar. Lumayan kan?

Saya kerap membantu dalam proyek-proyek senilai 5-10 miliar, dalam waktu 3-4 bulan.

Pekerjaan membantu teman dengan imbalan tersebut bisa diambil secara parsial maupun selama pelaksanaan proyek.

Secara parsial misalnya, hanya mengerjakan pembuatan dokumen lelang. Atau hanya membuat Daftar Kuantitas dan Harga (DKH, disebut juga RAB) lengkap dengan Analisa Satuan Harga Pekerjaan (AHSP berdasarkan SNI). Bisa juga hanya membuat dokumen Rencana Keselamatan dan Kesehatan Kerja Kontrak (RK3K).

Turut selama pelaksanaan proyek, berarti siap-siap menjalankan tugas rangkap. Rahasia di antara pengusaha konstruksi level UMKM, nama-nama tenaga ahli, tenaga terampil, tenaga K3, dan tenaga administrasi bersifat formalitas, agar tembus syarat menang lelang saja.

Pada kenyataannya, orang-orang tersebut nyaris tidak ada. Sebagian besar diwakili oleh teman-teman yang berkemampuan (belum tentu ahli bersertifikat) di bidang tersebut. Umumnya dirangkap-tugas oleh sedikit, bahkan satu orang. Sebagai pegawai proyek semacam itu, siap-siap saja menjalankan fungsi: project manager, site manager, pelaksana teknis, dan seterusnya.

Saya termasuk orang dengan penguasaan kemampuan berbagai bidang, tanpa sertifikat keahlian, kecuali bidang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) bersertifikat.

Maka dalam suatu proyek, saya melaksanakan fungsi:

  1. Penyusunan Dokumen Pengadaan (lelang).
  2. Pembuatan DKH lengkap.
  3. Pembuatan RK3K.
  4. Pemasukan atau pengunggahan dokumen lelang, DKH, RK3K.
  5. Ikut dalam verifikasi dan klarifikasi bila dipanggil oleh panitia lelang sebagai calon pemenang.
  6. Pelaksana lapangan.
  7. Penyusunan laporan perkembangan proyek, termasuk pembuatan Mutual Check.
  8. Kadang ikut terlibat dalam proses pencairan tagihan.
  9. Penanganan non-teknis, seperti mengatasi oknum-oknum peminta "jatah" proyek.

Capek? Pasti.

Selama itu saya harus berkonsentrasi penuh, di mana hal itu menimbulkan beberapa kelemahan rangkap tugas, antara lain:

  1. Teman, atau pengusaha itu, merasa nyaman dengan keberadaan saya yang menguasai hampir semua bidang, sehingga ia cenderung memberikan banyak tugas.
  2. Pengusaha enggan merekrut tenaga tambahan.
  3. Kurang istirahat, karena perhatian tidak hanya pada siang hari, tetapi di malam hari ketika pertemuan atau diskusi di sekitar manajemen proyek.
  4. Pekerjaan atau kepentingan sendiri terbengkalai.

Di balik itu, saya bukan tipe pegawai bersifat job order, yaitu orang yang berpikir linier sebatas job description. Dari semenjak dulu saya sudah melakukannya, dengan keunggulan rangkap tugas, sebagai berikut:

  1. Belajar untuk mampu menangani tugas-tugas di bidang lain.
  2. Memperoleh kepercayaan lebih luas dari direksi atau pemilik perusahaan.
  3. Meningkatkan intensitas interaksi dengan bagian lain.
  4. Percepatan proses kenaikan karier lebih pesat.
  5. Proses peningkatan pendapatan lebih cepat.
  6. Menjadi generalis, yaitu mengetahui dan mampu menjalankan berbagai fungsi. Bidang tersebut bisa didalami lebih lanjut. Saya akhirnya menekuni salah satu bidang sampai bersertifikat, yakni K3.

Jadi, menjalankan fungsi rangkap tugas di dunia kerja tidak melulu dipandang sebagai sesuatu yang merugikan, tetapi ia memberikan kesempatan untuk belajar menjadi generalis. Yakni pegawai yang siap menerima pekerjaan-pekerjaan di luar job description. Bukan lagi tipikal karyawan job order.

Generalis memang merujuk kepada orang yang mengerti banyak hal tanpa kedalaman (in-depth), tetapi itu tidak menghalanginya untuk menggali lebih dalam atas suatu pengetahuan tertentu.

Baca juga: Bukan Job Order, tapi Kerendahan Hati yang Bisa Melambungkan Karier


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun