Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Nulis yang ringan-ringan saja. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Cerita tentang Hujan] Genangan Cap Go Meh

9 Februari 2020   06:08 Diperbarui: 9 Februari 2020   06:11 470
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku mengenalnya di sebuah pertokoan Cibinong. Wanita ramah, menyenangkan diajak berbicara, walau hanya sebentar. Ia harus melayani pengunjung lainnya.

Kenangan singkat, tapi cukup waktu merekam nomor telepon dan namanya: "Elis..", ucapnya pelan. Belakangan baru aku tahu dari percakapan melalui WA, nama sebenarnya adalah Euis.

Hatiku berbunga-bunga menemukan seorang wanita berwajah "crying face", paras ayu bermata pilu: sebagai hendak menangis, kendati tidak sedang bersedih.

Obsesi atas wajah sendu kutemukan padanya. Aku merasakan getaran saat menjabat tangan lembutnya. Selain itu, ehm....sulit dilukiskan. Kira-kira seperti semangkuk buah melon kupas baru dikeluarkan dari kulkas, segar, mengundang rasa untuk segera memakannya.

Lamunan segera kutepis, memacu sepeda motor menuju tempat kos Euis, yang pada hari Sabtu itu sengaja meminta off (libur) demi menyaksikan Bogor Street Festival Cap Go Meh.

Kami memilih sebuah halte agar bisa duduk sambil melihat arak-arakan keluar dari Wihara Dhanagun.


Bola mata Euis membesar, terkesima menikmati kemeriahan pawai barongsai, liong atau naga, dan pawai kesenian tradisional lain di sepanjang jalan Suryakencana.

Aku lebih terpesona memandang wajah elok itu, mengarunginya dalam sampan khayal. Sebatang rokok kunyalakan, kuhisap dalam-dalam lantas kurengkuh bahunya.

Sebuah tangan mungil menyibakkan rengkuhanku, tangan satu lagi menutup hidung dan tubuhnya bergerak menjauhiku, menyebabkan tanya di benak, "Kenapa?"

"Aku...aku, tidak ingin dekat rokok. Trauma..." mata sayu itu menjawab pilu menunjukkan ketidak-nyamanan. Kegelisahannya cukup menahanku untuk tidak mempersoalkan lebih lanjut.

Segera, sebatang di tangan dan dari saku baju, sebungkus rokok masih terisi setengahnya, kubuang ke tempat sampah. Sayang sih!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun