Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Nulis yang ringan-ringan saja. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Ekspor Benih Lobster, Keuntungan Sesaat atau Keunggulan Komparatif?

19 Desember 2019   06:30 Diperbarui: 19 Desember 2019   12:20 1379
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lobster hasil budidaya di karamba milik Fajar yang berada di kawasan pantai Ulele, Banda Aceh, Jumat (26/1/2018). Lobster jenis mutiara, batu, dan bambu ini dijual ke sejumlah rumah makan dan restoran, baik yang ada di Aceh maupun keluar daerah dengan harga sekitar Rp 400 ribu perkilogramnya.| Sumber: Kompas.com/Raja Umar

Belakangan muncul perbedaan pandangan tentang ekspor benih lobster antara Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dengan Susi Pudjiastuti, pendahulunya.

Edy berkilah, bahwa ekspor benih lobster adalah karena infrastruktur untuk membesarkan lobster belum ada di Indonesia. Selain itu tingkat penyelundupan benih cukup tinggi dan terjadi setiap hari.

Dipihak lain, Susi berpendapat benih lobster atau benur dibiarkan hidup di laut bebas, bisa bernilai sangat tinggi saat lobster dewasa ditangkap nelayan pada masa mendatang.

Di dalam pembahasan di bawah, pernyataan-pernyataan tersebut dianggap tetap dan benar agar dapat diabstraksi menjadi sebuah dugaan. Ulasan berikut beranjak dari perbandingan yang sekiranya on par (sejajar) dalam perilaku petani/nelayan. 

Gambaran berikut mungkin tidak ada hubungannya dengan lobster dalam berbagai hal, namun dampaknya bisa sama.

Pelajaran dari komoditi kedelai
Pada tahun 1980-an atau pada periode Pembangunan Lima Tahun (Pelita) III tahun 1979-1983, produksi kacang kedelai mengalami keterpurukan karena pemerintah saat itu lebih fokus kepada varietas padi, dalam rangka mengejar Swasembada Beras. 

Kendati sempat mengalami peningkatan lahah kedelai terbesar pada tahun 1992, namun produksi kacang kedelai menurun. Penyebabnya adalah dibukanya keran impor kedelai, dimana pemerintah "tunduk" kepada pemerintah Amerika Serikat yang surplus kacang kedelai.

Koperasi Produsen Tahu Tempe (KOPTI) mempromosikan kacang kedelai impor yang lebih menguntungkan dibandingkan kedelai lokal. 

Saya teringat, diberitakan kepada pengusaha pengrajin tahu dan tempe, bahwa butir kedelai impor berukuran lebih besar dengan bobot lebih ringan dan lebih murah harganya dibanding kedelai lokal. Singkatnya, menurut skala keekonomian lebih menguntungkan.

Pengaruh berbeda dialami oleh petani kacang kedelai, masuknya kedelai impor dengan harga sama kemudian menghantam penjualan, sehingga petani enggan menanam komoditi kacang kedelai, kecuali penanaman secara tumpang-sari atau sela. 

Sampai saat ini tanaman kedelai tidak bisa diangkat sebagai komoditi pertanian diunggulkan, kendati ia pernah masuk dalam program Ketahanan Pangan BUMN.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun