Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Nulis yang ringan-ringan saja. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Gedung SDN di Pasuruan Ambruk, Siapa yang Salah?

6 November 2019   16:30 Diperbarui: 6 November 2019   16:39 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrated by Shutterstock

Pertemuan konsultan pengawas, kontraktor, pengawas internal dan PPK disebut Manajemen Konstruksi, untuk memastikan bangunan akan bertahan dalam jangka waktu lama.

Apabila terjadi temuan ketidak-sesuain antara hasil pekerjaan dengan spesifikasi yang dinyatakan dalam kontrak, maka konsultan pengawas, pengawas internal dan PPK dapat melakukan koreksi-koreksi, memerintahkan penggantian bahan atau pembongkaran pekerjaan, penalty overdue dan penghentian sementara. Tindakan paling final kepada kontraktor adalah pemutusan hubungan kontrak yang berkonsekuensi kepada dimasukkannya perusahaan kontraktor di dalam Daftar Hitam, berlaku di seluruh wilayah Indonesia selama dua tahun.

Setelah selesai pekerjaan, kontraktor masih menghadapi masa pemeliharaan dengan menjaminkan 5 % dari seluruh pembayaran, biasa disebut retensi. Masa pemeliharaan tersebut berlangsung selama enam bulan terhitung sejak tanggal berakhirnya kontrak. Selama masa itu, kontraktor membuat laporan pemeliharaan dilengkapi foto-foto bertanggal. Demikian agar kontraktor bisa mencairkan retensi pada akhir periode.

Selesai? Belum...!

Selama masa enam bulan pemeliharaan atau kebih, kontraktor pelaksana harus siap dengan pemeriksaan dari Badan Pengawas Daerah (Bawasda) dan Badan Pemeriksa Keuangan jika nilai proyek cukup materiil. Prosedur pemeriksaan meliputi: pencocokan kuantitas dan kualitas sesuai RAB, dokumentasi selama pekerjaan, kelengkapan administrasi pekerjaan dan sebagainya.

Setelah semua prosedur selesai, maka kontraktor pelaksana bisa bersantai, berkaraoke atau mancing galatama di Cibubur.

Eh... kembali ke pokok persoalan. Berkaitan dengan  kasus di atas dan berdasarkan uraian hasil pengalaman penulis (kasus lain bisa dibaca disini), maka tidak bisa hanya satu pihak yang  patut dipersalahkan. Sementara orang menyalahkan konsultan perencana, padahal sebelum pekerjaan dimulai --bahkan saat baru lelang-- kontraktor bisa menyatakan keberatan bila terdapat ketidaksesuaian dan kelemahan secara teknis. 

Maka orang lain menyalahkan kontraktor pelaksana karena tidak sesuai bestek. Selama pekerjaan sampai dengan pemeliharaan, kontraktor selalu diawasi konsultan pengawas independen dan pengawas internal. Ketidaksesuaian akan berdampak kepada teguran sampai pemutusan hubungan kontrak. Apalagi jika pekerjaan tersebut menyangkut struktur yang harus diawasi ketat. Seluruh pekerjaan dipelototi oleh orang-orang berkapasitas di bidang konstruksi.

Para pihak secara bersama sudah mengetahui kekuatan suatu bangunan milik pemerintah. Proses renovasi SDN Gentong --apakah dilakukan pada tahun 2017 atau 2013-- pastinya telah melibatkan banyak pihak yang berkompeten dibidang konstruksi. Kesalahan teknis pun menjadi pengetahuan dan melibatkan banyak pihak: konsultan perencana, PPK, kontraktor, konsultan pengawas, pengawas internal, Bawasda, BPK. Pihak-pihak inilah yang bertanggung-jawab atas ambruknya atap bangunan SDN Gentong, Gadingrejo, Kota Pasuruan, Jatim.

Boleh diduga, godaan uang bisa meruntuhkan atap suatu bangunan bukan karena keadaan kahar (force major). Untuk mendapatkan jawaban, bisa ditanyakan kepada rumput bergoyang di antara alang-alang persekongkolan.

sumber bacaan: 1 dan 2

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun