Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Nulis yang ringan-ringan saja. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Renjana Terabai

13 September 2019   09:16 Diperbarui: 13 September 2019   09:28 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Raka kalang kabut mengenakan baju semalam setelah mengguyur badan serba pesat. Terjaga saat fajar sudah basi, sementara perjalanan menuju Condet masih jauh ditempuh. Pukul sembilan ada pemilihan dimana ia menjadi sponsor terhadap sepuluh kandidat yang akan mengikuti audisi. Melirik selintas peraduan kusut-masai bekas bersabung semalam, wajah kuning pucat nampak luruh teduh dalam kemolekan senyum yang mampu meluluhkan kekuatan hati para lelaki, masih terlelap. Perutnya bergurat-gurat putih seperti pernah berbadan dua.

"Bisa jadi ia sudah bersuami" batin Raka.

Di ranjang terpisah dilihatnya wanita satu lagi berkulit eksotis namun lebih garang menelanjangi alas tidur lalu membuat bantal guling berhamburan, terlentang gamblang tanpa benang. Dua wanita muda metropolis itu ditemukannya gelayaran ketika keluar diskotik. Mereka mengangguk atas tawaran tumpangan pulang lalu berujar ganjen di dalam mobil yang sempoyongan:

"Terserah deh....mau dibawa kemana!!!".

Ketiga insan terhuyung-huyung akibat pengaruh banyak minuman beralkohol kemudian melabuhkan selira penuh gairah di kamar hotel kawasan Hayam Wuruk.

###

Perawakannya biasa saja seperti pria kebanyakan, raut wajah juga tidak terlalu istimewa. Sorot matanya tajam, bersiap menerkam mangsa lugu. Berbicara senantiasa melontarkan rayuan mendayu-dayu diakhiri dengan tertawa membahana. Inilah yang menyebabkan banyak wanita petualang senja menjatuhkan pilihan.

Sebuah iklan mini koran lapuk menginspirasi:

 "Dibutuhkan wanita berusia maksimum 25 tahun untuk bekerja di luar negeri, berpenampilan menarik. Hubungi......".

Pengalaman sebagai pedagang alat rumah-tangga keliling keluar masuk dukuh membuatnya kaya akan perspektif tentang keayuan bersahaja dibalik nuansa kemeralatan mendera. Raka menelpon nomer tersebut, manggut-manggut seketika sebuah gagasan terbias:

"Bagaimana bila aku mencari wanita belia dari kampung yang selama ini disusuri lantas dikirim ke alamat di atas. Aku mempunyai peluang memperoleh komisi dari perusahaan itu dan dari mereka yang diterima bekerja".

###

Seuntai gelang dan sepasang giwang milik istrinya digadaikan sebagai modal perburuan calon pencetak uang.

"Diajeng mesti memercayai apa yang akang yakini merupakan jalan lebih baik dalam rangka mengangkat harkat martabat kehidupan. Kelak akan tiba saatnya kita pindah ke kota besar, mendekatkan diri ke pekerjaan  Akang, tidak lagi di desa yang ujung seperti ini".

"Tapi nanti perginya lama, Asih rindu kepada Akang". istrinya merajuk manja seperti biasa.

Di balik kerudung, rona merah membayang pada raut halus tanpa polesan. Raka terpikat dengan gadis imut lembut mempesona tersebut. Berkulit bening, berwajah manis alami, hidung laksana kuntum seroja dan dada seperti mawar merekah membuatnya terampas hati untuk meminang segera setelah Asih lulus SMP.

"Akang juga merasakan rindu yang sama. Akang berjanji akan pulang seminggu sekali untuk bisa bersama-sama menumpahkan renjana menggelora".

Raka merangkul Asih, memeluk erat seakan enggan berpisah, melumat bibir merekah, menjelajahi setiap lekuk lembut dan memenuhi kewajiban seorang suami kepada istri nan selalu dikasihinya.

Berkat keuletannya, perjuangan membuahkan hasil. Sepeda motor yang telah berjasa mengantar hilir mudik, kini telah ditukar-tambah dengan minibus lawas supaya bisa mengangkat banyak calon tenaga kerja sekaligus. Kesibukan bertambah hingga menyempitkan waktu pulang ke kampung, akhir pekan pun masih giat. Kerinduan harusnya melebur dalam satu minggu, kemudian dua minggu sekali, tak lama berselang merenggang menjadi tak pasti.

Asih melamunkan tabah dalam kesepian. Wajahnya bagai pelita kehabisan minyak, sering bermuram durja merasa terabaikan.

###

Audisi diikuti sekitar seratus wanita muda "berpenampilan menarik"  kemudian dipilih sepuluh orang untuk dilatih bahasa Jepang dan kemampuan seni-budaya tradisional Indonesia demi memperoleh surat eligibility agar bisa berangkat ke negeri Sakura. Satu atau dua orang bermata sipit acapkali turut dalam proses seleksi. Mungkin saja mereka anggota Yakuza. Tidak begitu kentara adanya tattoo di sekujur badan, karena mereka selalu mengenakan baju berlengan panjang. Orang Jepang memang punya selera unik dalam memilih.

"Gadis yang kawaii...!" artinya perempuan yang terlihat cantik sekaligus imut.

Anak baru gede yang berasal dari berbagai daerah dikirim menjadi duta budaya berangkat ke Jepang. Jangan bayangkan mereka akan menari serimpi atau jaipong, wanita-wanita cantik itu berubah menjadi duta syahwat setelah tiba di klub-klub malam dengan bayaran menggiurkan. Bahkan bagi gadis yang masih berselaput dara, berdasarkan pendapat dokter setempat, laris dijual seharga satu juta Yen.

Raka segera memarkirkan Carry-nya, bergegas menuju ruang aula dimana audisi sedang berlangsung. Kedua matanya berkejap mengitari sekumpulan gadis berbaju seronok, lalu dilihatnya ke sepuluh calon tenaga kerja yang telah dibawanya dari pelosok kampung. Belum ada yang terpilih, baru satu orang dari sponsor lainnya.

Raka tersenyum lebar melepaskan nafas, Dengan jelas didengarnya percakapan antara shachou dengan pria berpakaian parlente berlengan panjang:

"Josei o erabimashita ka?" 

(Apakah Anda sudah memilih wanita?)

"Haik, Shachou.... Kanojo wa kawaii-ne!"

(Ya, pak Direktur... Gadis itu sangat cantik dan imut-imut)

Raka menolehkan kepala mengikuti arah telunjuk pria Yakuza itu, dilihatnya seorang gadis terpilih:

Menggairahkan dalam bebatan busana sangat minim, rambut bergelombang terurai sebahu, imut lembut mempesona, berkulit bening, berwajah manis alami, hidung laksana kuntum seroja dan dada seperti mawar merekah.

"A S I H.............??????????".

--- T A M A T ---

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun