Mohon tunggu...
budi prakoso
budi prakoso Mohon Tunggu... Wiraswasta - mari jaga kesehatan

seorang yang gemar berolahraga

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hati-hati, Bencana Alam pun Tak Lepas dari Komoditas Pengusung Khilafah

3 Desember 2022   20:16 Diperbarui: 3 Desember 2022   20:46 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Indonesia Satu - kompas.com

Saat terjadi bencana alam kita seharusnya fokus membantu meringankan beban saudara-saudara kita yang tertimpa musibah. Kita seharusnya berempati kepada mereka sebagai bentuk rasa kemanusiaan yang kita miliki. Entah itu usaha yang dapat menggerakkan sesama untuk memberikan donasi/bantuan, doa, tenaga, ataupun material, apapun yang bisa kita berikan. Bukan malah menambah kedukaaan mereka dengan menjadikan nestapa mereka sebagai bahan komoditas kepentingan kelompok.

Mereka yang berkata bahwa bencana alam yang terjadi adalah azab Allah karena negeri ini tidak menegakkan paham khilafah adalah kesesatan berpikir yang dapat melukai perasaan saudara-sadara kita yang terdampak bencana alam. Mengapa hal tersebut merupakan kesesatan berpikir? Karena tidak ada hubungannya paham khilafah dengan bencana alam yang terjadi, sistem khilafah tidak menjadikan kita bebas dari bencana alam. 

Dilansir dari nadirhosen.net, Gus Nadir menuliskan pada masa khalifah Umar bin Khattab pernah terjadi bencana alam gempa bumi, lalu pada zaman Khalifah al-Mu'tadhid terjadi gempa bumi dengan korban 150 puluh ribu penduduk dan terjadi banjir besar sehingga air bersih susah didapat. 

Pada masa Khalifah al-Mutawakkil umat mengalami berbagai bencana alam; gempa bumi, angin puyuh, petir menyambar dan hujan batu es serta longsor. Pada masa Khalifah an-Nashir Lidinillah umat merasakan peristiwa tragis keringnya Sungai Nil yang menimbulkan kelaparan sangat dahsyat.

Dengan memandang bencana alam adalah azab dari Allah menempatkan saudara-saudara kita di lokasi bencana alam terjadi sebagai pelaku maksiat yang pantas mendapat murka Allah sehingga dapat menghilangkan empati dan bisa jadi malah mengutuk mereka karena perbuatan maksiatnya. Mereka yang memandang bencana alam sebagai azab dan murka Allah merasa diri mereka lebih suci dan lebih alim sehingga mereka merasa pantas untuk menuding. 

Hal ini tentu saja menambah penderitaan saudara-saudara kita yang sudah kehilangan namun masih ditambah lagi dengan stigma pelaku maksiat penyebab terjadinya bencana alam. Ingat! Ketika diri merasa lebih baik dari yang lain, itulah kesombongan, dan ini merupakan perangkap syeitan.

Agar kita tidak sesat berpikir maka saat kita membaca Al Qur'an dan menemukan ayat-ayat peringatan seharusnya kita merasa kitalah sebagai obyek dari peringatan Allah tersebut bukan malah menuding orang lain. Bencana merupakan salah satu cara Allah memberikan peringatan kepada hambaNya namun kita sendiri yang dapat menjawabnya apakah itu sebagai ujian, cobaan, atau musibah, bukan orang lain yang menentukannya. Allah pasti memberikan hikmah di setiap kejadian, semoga kita semua dapat mengambil hikmah dari bencana alam yang terjadi dan semakin siap ketika menghadapi bencana alam.

Dengan posisi Indonesia yang berada pada jalur lintasan The Pacific Ring of Fire alias Cincin Api Pasifik, Indonesia merupakan negara yang rawan terhadap bencana gempa bumi karena di lintasan ini terdapat deretan gunung api yang membuat hampir seluruh wilayah Indonesia sering terjadi gempa, baik tektonik maupun vulkanik.

 Oleh karena itu banyak sekali pekerjaan yang harus dilakukan dalam mengantisipasi bencana dan tindakan saat bencana alam itu datang menghampiri dari pada sibuk menghujat dan menudingnya sebagai azab. Stop politisasi bencana, bukankah Islam menyerukan fastabiqul khoirot, mari berlomba-lomba dalam kebaikan bukan berlomba-lomba dalam membuat keresahan!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun