Mohon tunggu...
budi prakoso
budi prakoso Mohon Tunggu... Wiraswasta - mari jaga kesehatan

seorang yang gemar berolahraga

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pandemi Tak Menyurutkan untuk Terus Melawan Bibit Radikalisme

25 Juni 2021   21:15 Diperbarui: 25 Juni 2021   21:22 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Indonesia Satu - kompas.com

Penyebaran radikalisme di dunia maya tak melihat tempat dan waktu. Juga tak melihat bagaimana kondisi yang terjadi. Di masa pandemi seperti sekarang ini, ketika semua orang berusaha menjaga imunnya untuk tidak terpapar virus corona, nyatanya bibit kebencian yang merupakan bagian dari virus radikalisme, masih marak dan bisa kita temukan. Bahkan, konteknya tidak lagi ditujukan untuk keyakinan tertentu, tapi bisa ditujukan untuk apa saja dan siapa saja. Dan salah satu yang paling sering menjadi sasaran tembak kebencian kelompok ini adalah pemerintah.

Pemerintah dianggap tidak mampu melindungi warganya yang mayoritas muslim. Pemerintah dianggap tidak bis aini, tidak bisa itu, pemerintah dianggap kafir dan segala macamnya. Dalam konteks pandemi ini, pemerintah pernah mengeluarkan kebijakan pembatasan di tempat ibadah. Kebijakan ini dikeluarkan semata-mata untuk mencegah penularan virus semakin masif. Dan yang terjadi adalah, sekelompok orang justru menyebarkan provokasi yang menyatakan pemerintah tidak berpihak pada umat muslim. Pemerintah justru berpihak pada kapitalis dan kafir, dengan tetap membiarkan mall buka.

Benturan-benturan semacam ini seringkali terjadi. Tujuannya untuk apa? Untuk memupuk kebencian dalam diri masing-masing orang terhadap pemerintah. Dan sadar atau tidak, merawat bibit kebencian itu merupakan bagian dari bibit radikalisme. Kok bisa? Kelompok ini cenderung eksklusif. Mereka seringkali mengklaim dirinya dan kelompoknya sebagai pihak yang paling benar, paling religius, paling mengerti dan paling segalanya. Sementara pihak minoritas atau pihak yang berbeda pandangan, dianggap sebagai pihak yang sesat, pihak kafir, pihak yang salah dan seolah-olah boleh melakukan perilaku intoleran. Pada titik inilah, bibit radikalisme itu sudah pada tahap action atau perbuatan.

Ketika bibit radikal sudah masuk dalam pikiran dan tergerak pada perilaku, tentu hal ini yang harus diwaspadai. Tidak sedikit yang sudah pada tataran perilaku ini, berani meledakkan diri menjadi pelaku tindak pidana terorisme. Tidak sedikit dari para pelaku tersebut masih berusia muda. Sungguh sangat disayangkan. Generasi penerus yang seharusnya bisa tumbuh dengan kreatifitasnya, justru tersesat ke dalam jurang radikalisme dan intoleransi. Karena akar terorisme berasal dari radikalisme.

Pemerintah sendiri telah meluncurkan rencana aksi nasional penanggulangan ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme, atau RAN PE. Regulasi ini menjadi bentuk dari komitmen pemerintah, untuk melakukan perlawanan terhadap radikalisme. Salah satu caranya adalah dengan cara melakukan pencegahan secara sistematis dan terpadu, dari pusat hingga daerah.

Sistem ini merupakan deteksi dini dan partisipasi public, dalam pencegahan penyebaran paham ekstremisme, termasuk radikalisme. Implementasinya memang tidak bisa dilakukan sendiri. Tidak bisa dilakukan pemerintah, atau kelompok masyarakat tertentu. Semua pihak harus saling sinergi untuk mencegah penyebaran paham menyesatkan. Mulai tanamkan untuk berlaku adil sejak dari dalam pikiran. Jangan lagi berpikir ini itu terhadap orang lain. Berpikirlah bagaimana caranya untuk saling sinergi membangun negeri. Berpikirlah untuk mengisi kemerdekaan ini dengan aktifitas yang bermanfaat bagi masyarakat. Salam.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun