Mohon tunggu...
budi prakoso
budi prakoso Mohon Tunggu... Wiraswasta - mari jaga kesehatan

seorang yang gemar berolahraga

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Perlu Inovasi dalam Menangkal Radikalisme

2 November 2017   11:32 Diperbarui: 2 November 2017   11:55 872
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tolak Radikalisme - http://kasakusuk.co

Menurut Buya Syafii Maarif, maraknya fundamentalisme di Indonesia ini, disebabkan oleh kegagalan negara dalam mewujudkan cita-cita kemerdekaan. Diantaranya berupa tegaknya keadilan sosial dan kesejahteraan yang merata bagi seluruh rakyat Indonesia. Kelompok radikal ini, menelan mentah-mentah paham dari luar dan tidak pernah melihat sejarah berdirinya republik ini. Sistem demokrasi yang berjalan saat ini, dianggap sebagai produk thogut yang harus dilawan. Karena itulah, segala kebijakan yang diambil oleh pemerintah, dianggap sebagai keputusan yang salah.

Benar, masih banyak ketidakadilan yang terjadi. Benar, penegakan hukum masih belum sepenuhnya menyentuh rakyat kecil. Korupsi masih terjadi dimana-mana. Revolusi mental yang dicanangkan presiden Joko Widodo, nampaknya belum bisa menyentuh budaya birokrasi kita yang masih korup. Meski saat ini sudah berkembang ke arah yang lebih baik, masih saja ditemukan mentalitas birokrasi yang orientasinya selalu pada uang, uang dan uang. Kondisi inilah, yang kemudian dijadikan pintu masuk bagi kelompok radikal, untuk menyerang pemerintah. Logika yang dibangun adalah ketika kebijakan pemerintah tidak sesuai dengan Al Quran. Karena itulah, harus dilawan.

Jika anak muda tidak membekali diri dengan kecerdasan dan pengetahuan agama yang kuat dan benar, pasti akan mudah diprovokasi. Logika yang dibolak balik tak jarang membuat generasi muda kita menjadi korban. Dan begitulah faktanya. Yang ikut jihad dengan cara kekerasan ke suriah atau Irak ketika itu, didominasi anak muda. Yang menjadi pelaku peledakan bom bunuh diri di Indonesia, didominasi anak muda. Yang terhubung dengan jaringan terorisme, juga didominasi anak muda.

Disatu sisi mereka mengharamkan teori demokrasi. Tapi disisi lain, mereka menggunakan demokrasi untuk mewujudkan segala tujuannya. Mereka menguasai berbagai posisi strategis dimana saja, lalu pelan-pelan menyebarkan paham khilafah, menyebarkan paham radikali. Akibatnya, jika secara pola pikir sudah radikal, mereka akan mudah melakukan tindakan intoleran, bahkan tindakan teror. Untuk itulah, perlu inovasi yang efektif, untuk mengembalikan pola pikir yang telah terpapar radikalisme. Inovasi ini tidak hanya menjadi tugas pemerintah atau pihak-pihak terkait, tapi juga menjadi tugas kita bersama untuk melakukan pencegahan. 

Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) sempat menyebut ada pesantren dan lembaga pendidikan yang terpapar radikalisme. Ada fakta juga pegawai negeri sipil yang memutuskan bergabung dengan kelompok teror. Ada juga remaja yang sudah berani melakukan tindakan teror. Para pelaku teror berasal dari berbagai masyarakat. Mulai dari remaja hingga dewasa. Para korban yang terpapar radikalisme, juga bervariasi. Dari level PAUD hingga perguruan tinggi. Berbagai cara telah dilakukan kelompok radikal, untuk melakukan propaganda dan perekrutan. Lalu, apakah kita hanya menggantungkan pada pemerintah untuk melakukan pencegahan? Mari gunakan segenap inovasi dan kreativitas kita semua, untuk menangkal radikalisme dan terorisme ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun