Beberapa hari lalu, publik dikejutkan oleh aksi brutal sekelompok pelajar yang menyiram air keras ke wajah siswa SMK di Koja, Jakarta Utara. Bukan hanya satu orang, empat pelajar ditetapkan sebagai tersangka, dengan salah satunya menjadi pelaku utama penyiraman. Mereka bahkan berpatungan membeli air keras, berkeliling mencari lawan, dan akhirnya menyasar korban secara acak.
Kekerasan ini bukan lagi sebatas kenakalan remaja. Ini adalah bentuk tindak pidana berat yang berencana dan berbahaya, dilakukan oleh mereka yang seharusnya sedang menempuh pendidikan, bukan menempuh jalan kriminal.
⚖️ Bukan Kenakalan, Tapi Kejahatan: Pelajar dan Jeratan Hukum Pidana
Secara hukum, penyiraman air keras merupakan tindakan yang dapat dikenakan sanksi pidana yang sangat berat. Perbuatan para pelajar ini memenuhi unsur penganiayaan berat dan bahkan pengeroyokan yang direncanakan.
Berikut pasal-pasal yang relevan:
📜 Pasal 355 KUHP
"Penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana lebih dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun."
➡️ Jika korban mengalami luka permanen atau cacat, pelaku dapat dijerat pasal ini. Rencana berkeliling dengan membawa air keras memperkuat unsur "perencanaan terlebih dahulu".
📜 Pasal 170 Ayat (2) ke-2 KUHP
“Barang siapa melakukan kekerasan secara bersama-sama terhadap orang... yang mengakibatkan luka berat, diancam pidana penjara paling lama sembilan tahun.”
➡️ Tiga pelaku lainnya yang ikut patungan membeli air keras atau memukul korban bisa dijerat dengan pasal ini, karena kekerasan dilakukan secara kolektif.
📜 Pasal 80 Ayat (2) UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak
“Setiap orang yang melakukan kekerasan terhadap anak yang mengakibatkan luka berat dipidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp100.000.000.”
➡️ Karena korban masih anak di bawah 18 tahun, maka perlindungan hukum anak juga berlaku.
🧠 Apa yang Salah? Sistem Pendidikan Kita Sedang Sakit
Kasus ini menandakan kegagalan sistem pendidikan dalam membentuk karakter pelajar. Sekolah bukan lagi menjadi zona aman. Justru kini pelajar bisa mengakses bahan kimia berbahaya, melakukan kekerasan ekstrem, dan menyasar korban secara acak.
Di sinilah pentingnya meninjau ulang fungsi sekolah:
- Sekolah kehilangan fungsi pembinaan moral
- Bimbingan konseling pasif dan reaktif
- Guru sibuk dengan administrasi, bukan pengawasan karakter siswa
Tidak kalah penting, keluarga dan lingkungan juga lalai. Bagaimana mungkin remaja bisa membeli air keras tanpa terdeteksi? Di mana peran orang tua dalam mengawasi anak-anak mereka sepulang sekolah?
🧱 Sistem Hukum Anak: Keadilan atau Kemudahan?
Ketika pelaku adalah anak-anak, maka pendekatannya berada dalam kerangka Sistem Peradilan Pidana Anak (UU No. 11 Tahun 2012). Undang-undang ini menekankan:
- Diversi (pengalihan penyelesaian di luar pengadilan)
- Restorative justice
- Rehabilitasi dan pembinaan, bukan hanya hukuman
Namun, apakah pendekatan ini masih relevan saat pelajar dengan sadar merencanakan, membiayai, dan menyakiti korban dengan cairan berbahaya?