Mohon tunggu...
SedotanBekas
SedotanBekas Mohon Tunggu... Administrasi - ponakannya DonaldTrump

Saya adalah RENKARNASI dari Power Ranger Pink

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dialog

23 November 2019   10:27 Diperbarui: 23 November 2019   10:37 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: gambaranimasi.pro

Tarono berjalan menerobos hujan penuh dengan kemalangan yang membuat langkahnya rendah gairah. Tak ada uang untuk di bawa pulang ke rumah tentu menjadi petaka baginya. Ia malu kepada istri dan dua anaknya, merasa tak berguna.

Penjual koran di lampu merah, profesi yang sudah lama ia jalani. Dulu hidupnya tak begitu susah seperti sekarang namun semenjak teknologi menyerang ia tergilas zaman. Orang-orang kini lebih suka membaca berita lewat gawai ketimbang koran atau majalah, lebih praktis dan hemat, tinggal "klik" semua bisa di dapat. Tarono malang harus mati karena kemudahan.

Bicara tentang pindah profesi sudah pernah dilakukan tapi tetap saja ia tak  seberuntung lainnya, barangkali sudah takdirnya menjadi orang susah.

Tarono tidaklah bodoh, wawasannya luas , ia gemar membaca. Bagaimana tidak setiap hari ia melahap habis berita dari koran dan majalah yang dibawanya, bisa jadi pengetahuan Tarono tentang permasalahan Indonesia lebih luas ketimbang wakil rakyat, pejabat atau mahasiswa.

Setengah hati dia mengetuk pintu, berharap cemas istrinya tak menyambutnya dengan makian. Pintu di buka, bergegas ia ke kamar mandi membasuh diri lalu kembali ke ruang tamu. duduk bersandar pada dinding agar lebih khidmat merenung. Istrinya datang membawa segelas air putih kemudian ikut duduk di sampingnya.

Menatap suaminya, si istri tentu paham jika kali ini ia kembali pulang dengan tangan hampa. Ia menghela napas panjang mencoba mengikhlaskan keadaan. Tarono serba salah, mencari cara memecah kecanggungan ia membuka dialog kepada istrinya.

"aku membaca berita, katanya iuran BPJS dan tarif listrik akan naik lagi"

"lantas ..." sahut istrinya.

"aku bingung, mau dibawa kemana negara ini. Apakah pemerintah tidak tidak bisa berpikir benar? Yang ku dengar kenaikan BPJS karena defisit anggaran tapi kenapa gaji petingginya malah di naikan, kan bodoh"

"terus ..."

"parahnya lagi bagi yang menunggak akan di persulit untuk mengurus SIM, Pasport dll, aku rasa iuran BPJS seperti iuran diwajibkan kepada masyarakat, konyol karena jika tidak dibayarkan akan menjadi hutang dan lebih konyol lagi hanya kematian lah yang bisa menghapusnya"

"terus ..."

"aku rasa tak perlulah dengan sanksi mempersulit pemberian izin administrasi bagi yang menunggak, karena bagaimana pun pemerintah berkewajiban melayani administrasi warganya, carilah sanksi yang lebih masuk akal dan tak jadi bahan pergunjingan"

"terus ..."

"aku khawatir akan seperti apa anakku tumbuh di negara ini, banyak fitnah dimana-mana, orang berebut kebenaran seolah pemikirannya yang layak untuk di terapkan, si anu mengatakan kelompok ini anti pancasila, si itu mengatakan kelompok anu anti syariat, di sebelah sana berteriak NKRI harga mati, di sebelahnya lagi berteriak khilafah, sementara si kaya sibuk menumpuk harta, pejabat lebih suka cari sensasi ketimbang substansi, membahas celana cingkrang dan cadar lebih utama ketimbang kemakmuran, menguras hasil alam tanpa peduli lingkungan, saling serang, keadilan mati di tanah ini dan sebentar lagi mungkin kemanusian juga ikut mati bersamanya"

"terus ..."

"si miskin sibuk membela panutannya sambil merangkak mencari rezeki dan si kaya bertepuk tangan melihat siasatnya terlaksana"

"TERUS ..." si istri berteriak kencang, Tarono membatu.

"TERUS ..., apa manfaatnya buat kita memikirkan negara dan segala permasalahannya, hidup kita sudah susah mas, besok kita harus keluar dari kontrakan karena sudah menunggak tiga bulan, besok kita harus makan apa karena sudah tak ada lagi yang bisa di masak, besok ......  besok entah apa aku masih kuat bertahan hidup denganmu, aku lelah mas, hampir setiap hari mendengar ocehanmu tentang negara-negara tanpa pernah mencari solusi untuk keluarga, jika memang presiden, menteri, gubernur, anggota DPR, pejabat dan orang-orang di pemerintahan atau pun lawannya menurutmu tidak becus kerja, biarkan saja. Jangan jadi seperti mereka karena tak becus juga menafkahi keluarga"

Hening, sendi-sendi Tarono melinu, lemas. Rasanya ingin mati saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun