Mohon tunggu...
A FitraRamadhani
A FitraRamadhani Mohon Tunggu... Mahasiswa

Ingin tahu

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Dinamika Sistem Moneter Internasional: Dari Standar Emas ke Bretton Woods dan Transisi Nilai Tukar Mengambang

1 Mei 2025   19:51 Diperbarui: 1 Mei 2025   19:51 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Sistem moneter internasional adalah fondasi krusial dalam mengelola hubungan ekonomi antarnegara. Ia mengatur bagaimana mata uang dipertukarkan, bagaimana negara menjalankan kebijakan moneter dalam konteks global, serta bagaimana stabilitas ekonomi dunia dijaga. Sepanjang sejarah modern, sistem ini telah mengalami transformasi dramatis: dari sistem standar emas di abad ke-19, menuju sistem Bretton Woods pasca-Perang Dunia II, hingga transisi menuju nilai tukar mengambang pada tahun 1970-an. Setiap periode mencerminkan respons dunia terhadap tantangan ekonomi, politik, dan teknologi yang terus berkembang.

Melalui penelusuran sejarah sistem moneter internasional antara tahun 1870 hingga 1973, kita dapat memahami betapa eratnya hubungan antara kebijakan domestik dan kondisi global, serta bagaimana pencarian keseimbangan internal dan eksternal menjadi kunci dalam desain sistem moneter dunia.

I. Tujuan Kebijakan Ekonomi Makro dalam Ekonomi Terbuka

Dalam konteks ekonomi terbuka, di mana negara-negara saling terhubung melalui perdagangan dan arus keuangan, kebijakan makroekonomi memiliki dua tujuan utama: keseimbangan internal dan keseimbangan eksternal.

Keseimbangan internal mengacu pada kondisi di mana suatu negara mencapai tingkat kesempatan kerja penuh serta kestabilan harga. Dalam praktiknya, pemerintah berusaha menjaga agar permintaan agregat tidak terlalu melebihi atau terlalu rendah dari kapasitas produksi nasional.

Keseimbangan eksternal, di sisi lain, mengacu pada situasi di mana neraca transaksi berjalan (current account) suatu negara tidak mengalami defisit atau surplus yang terlalu besar. Ketidakseimbangan yang berlebihan dapat menimbulkan risiko terhadap kestabilan ekonomi, seperti krisis kepercayaan, ketergantungan terhadap utang luar negeri, atau potensi konflik ekonomi dengan negara mitra dagang.

Kedua tujuan tersebut saling terkait dan sering kali saling bertentangan. Dalam sistem moneter internasional, tantangan utama bagi negara-negara adalah bagaimana menjaga keseimbangan internal tanpa mengorbankan keseimbangan eksternal, dan sebaliknya.

II. Era Standar Emas (1870--1914)

Sistem moneter internasional modern pertama kali terinstitusionalisasi melalui apa yang dikenal sebagai standar emas. Dalam sistem ini, mata uang nasional dikaitkan secara tetap dengan emas, dan nilai tukar antar mata uang ditentukan berdasarkan paritas emas masing-masing.

Inti dari sistem ini adalah mekanisme penyesuaian otomatis yang dikenal sebagai "price-specie-flow mechanism". Bila suatu negara mengalami defisit dalam neraca transaksi berjalan, emas akan keluar dari negara tersebut, menyebabkan penurunan jumlah uang beredar, harga domestik menurun, ekspor meningkat, dan impor menurun---akhirnya mengembalikan keseimbangan eksternal. Sebaliknya, negara dengan surplus akan mengalami masuknya emas, kenaikan harga, dan penyesuaian arah sebaliknya.

Namun, sistem ini juga memiliki kekurangan. Bank sentral diharapkan mematuhi "aturan main" standar emas, seperti tidak melakukan sterilisasi terhadap aliran emas. Kenyataannya, negara-negara seringkali melanggar aturan ini, terutama ketika mereka ingin mempertahankan kebijakan moneter domestik yang kontradiktif dengan penyesuaian otomatis. Selain itu, standar emas cenderung mengorbankan tujuan keseimbangan internal karena mengutamakan stabilitas nilai tukar dan neraca pembayaran.

III. Masa Antarperang (1918--1939): Ketidakstabilan dan Disintegrasi

Perang Dunia I menandai berakhirnya stabilitas standar emas. Banyak negara menghentikan konvertibilitas mata uang terhadap emas demi mendanai perang. Usaha untuk menghidupkan kembali sistem tersebut di tahun 1920-an hanya berlangsung singkat dan penuh masalah.

Hipertinflasi di Jerman, yang dipicu oleh pembayaran reparasi perang dan ketidakmampuan pemerintah membiayai defisit anggaran tanpa mencetak uang, menjadi contoh ekstrem kegagalan sistem keuangan di masa ini. Krisis ini menimbulkan ketidakpercayaan pada mata uang dan melemahkan ekonomi domestik secara drastis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun