Mohon tunggu...
bucek molen
bucek molen Mohon Tunggu... Konsultan

Pernah tinggal di banyak kota, mencintai beberapa orang, dan menyesali hampir semuanya. Menulis bukan untuk didengar, tapi agar suara-suara dalam kepala tak meledak diam-diam. Tidak sedang mencari pengakuan, hanya menaruh serpihan hidup di tempat yang tidak terlalu ramai.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ribetnya Capricorn

13 Oktober 2025   22:14 Diperbarui: 13 Oktober 2025   22:27 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
"Books, silence, and the kind of peace you don't need to explain."  by Gemini

Sore itu aku belajar kelompok di rumah Eka.
Rumahnya di Tebet Barat, besar tapi memanjang ke belakang, lorong-lorongnya seperti labirin. Dari pintu depan sampai ruang belajar di ujung belakang, ada kamar-kamar di kanan dan kiri. Pintu kayu coklat tua sebagian tertutup. Udara sore terjebak di dalamnya; wangi buku, wangi kayu tua, wangi teh melati samar dari cangkir kecil di atas meja.

Kami berlima belajar di ruang khusus seperti perpustakaan kecil. Rak bukunya tinggi, kipas gantung di langit-langit, satu jendela besar menghadap teras dan halaman. Aku duduk paling dekat ke jendela. Aji di samping Eka, Charles di depan mereka --- putih, ganteng, khas Manado. Frans di samping Charles, agak chubby tapi senyumannya gampang bikin orang nyaman.

Sejak awal aku merasa ada yang memperhatikan.
Feeling-ku bilang: mungkin Mamanya Eka, lagi memantau calon menantu. Atau adiknya --- aku sempat lihat wajahnya di foto keluarga di atas televisi; manis, rambut pendek, senyum manis ke kamera, kayanya ini foto lama karena muka eka disitu keliatan masih muda, mungkin zaman dia sma.

Tapi aku nggak mau ke-GR-an. Dengan Charles dan Frans di ruangan ini, rasanya mustahil pandangan itu buat aku. Orang selalu mengira yang menarik perhatian itu mereka, putih putih dan good looking.

Lalu, mendadak Eka bangkit dan berjalan ke kamar gelap yang dari tadi lampunya mati. Pintu menutup, lalu senyap. Dua menit kemudian dia keluar lagi, membawa beberapa kertas.
"Eh, cek... dapet salam dari adik gue, cantik lho," katanya santai.

Aku diam, pikiranku kembali ke awal belajar, ke tatapan yang dari tadi terasa, ke pintu kamar gelap itu.
Oh... ternyata aku yang dari tadi di-lihatin. Bukan Charles. Bukan Frans. Aku.

Aku cuma bisa tersenyum kecil dan berkata,
"Adik lo nggak takut gelap ya?"
Selisih dua detik, terdengar suara ketawa yang ditahan dari dalam kamar.

Besok sore nya di kampus, Eka tiba-tiba bilang,
"Nih, gue kenalin adek gue, cantik kan?"

Ternyata adeknya Eka, juga kuliah di sini.
Di kantin kampus, Eka menyodorkan seseorang.
"Ini Tiar," katanya.

Aku menatapnya.
Tiba-tiba aku bertanya, sedikit canggung, "Lah katanya cantik?"
Suasana jadi sedikit kikuk. Tiar terlihat grogi, mukanya agak tidak enak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun