Mohon tunggu...
Bambang Trihatmojo Respati
Bambang Trihatmojo Respati Mohon Tunggu... Buruh - -

Seorang awam yang gemar mengomentari tentang banyak hal tanpa berbasis data dan teori.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

How Much Freedom Is Too Much?

12 April 2020   03:03 Diperbarui: 12 April 2020   04:03 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

"How much freedom is too much?"

Sebuah narasi pembuka dari salah satu konten di youtube yang barusan saya tonton. Pertanyaan yang menurut saya relevan dalam menggambarkan tingkah polah netizen di media sosial, terutama Twitter, belakangan ini.
Seberapa bebaskah sebuah kebebasan yang terlalu bebas?

Kebebasan yang lahir di masa reformasi sudah mendorong lahirnya bermacam jenis kebebasan. Dari mulai kebebasan menyuarakan pendapat sampai ke kebebasan dalam mengkases dan menyebarkan informasi. Dan oleh bantuan teknologi, akses khalayak terhadap informasi apapun bisa dikatakan sudah tidak terbatas lagi. Sama halnya dengan akses terhadap alat untuk menyebarkan informasi tersebut. Hampir semua orang bisa mengakses internet, dan hampir semua orang bisa dan atau mengerti caranya menyebarkan informasi menggunakan internet.

Politik, ekonomi, sosial, budaya, agama, bahasa, gaya hidup, kesehatan, psikologi dan masih banyak lagi subjek lainnya adalah subjek-subjek yang pembahasannya (seharusnya) tidak dilakukan secara serampangan. Terutama jika sudah menyangkut orang banyak atau sudah dilemparkan ke ruang baca orang banyak.

Memang, beropini tentang atau terkait subjek-subjek di atas memang boleh dilakukan oleh siapa saja. Tapi pembahasan isu-isu tentang atau yang berkaitan dengan subjek-subjek di atas, apalagi jika pembahasannya adalah dari sisi keilmuan, haruslah didasari oleh ilmu yang memadai.
Yang jadi masalah adalah kebebasan ini punya konsekuensi yang tidak selamanya positif. Beberapa konsekuensi negatif, yang saya amati, yang timbul dari kebebasan yang kita punyai belakangan ini antara lain.

Pertama, menjamurnya media berita dengan isi yang tidak bertanggung jawab.

Saya sebut tidak bertanggung jawab karena isi beritanya tidak sesuai dengan kode-kode etik jurnalistik yang saya tahu.

Dalam hal politik, beberapa media cenderung berat sebelah atau bahkan hanya sebelah saja dalam memberitakan hal-hal yang menyangkut pemerintah. Tak jarang, media-media ini malah terkesan hanya jadi media propaganda pro pemerintah atau anti pemerintah dan hanya memosisikan diri menjadi bahan (maaf) masturbasi pembacanya saja.

Selain tidak bertanggung jawab dalam hal keberpihakan, ada juga media yang tidak bertanggung jawab dalam soal kesahihan dan atau keberimbangan berita.

Dan yang menarik dari media-media berita di atas adalah kebanyakan dari mereka adalah media online tanpa mempunyai edisi cetak.
Sedikit melebar dari soal konsekuensi kebebasan, saya ingin sedikit menuliskan kekesalan saya terkait media online.

Saya paham kalau pendapatan media online itu salah satunya bergantung traffic. Bergantung pada seberapa banyak orang yang mengklik tautan ke laman berita. Saya bisa memaklumi jika admin media tersebut memutuskan untuk menggunakan judul berita yang "menarik perhatian".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun