Mohon tunggu...
Hotgantina S
Hotgantina S Mohon Tunggu... Guru - Hidup untuk berbagi. Berbagi untuk hidup.

Pengajar yang terus belajar. Suka makan coklat, minum teh dan mendengar suara gitar.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Jakarta, Sayang!

22 Juni 2016   18:09 Diperbarui: 22 Juni 2016   18:15 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Foto pribadi"][/caption]

"Aku sudah pesan agen perjalanan ke Jakarta besok. Kau harus cepat bangun karena mobil berangkat jam lima subuh," ujar Kakakku.
"Iya kak, terima kasih."
"Jangan lupa berkas-berkasnya. Dan jangan gugup pula saat ditanya," tambah kakakku sambil menyetrika pakaian yang akan kupakai besok.

Aku seorang sarjana, sudah lulus enam bulan lalu. Bolak-balik ibu kota menjadi rutinitas akhir-akhir ini. Berbagai tes kerja ku jalani. Tetapi tak satu pun yang meminangku sampai akhir. Hatiku pun tak pernah terpikat saat menjalani proses pencarian mata pencaharian tetap. Aku melompat dari perusahan ke perusahaan lain. Kali ini aku tes wawancara oleh salah satu bank ternama.

"Kak, aku di terima," ucapku ragu, "aku langsung pulang ke Bandung hari ini."

Sepanjang perjalanan aku berpikir keras. Aku sudah lumayan lama mencari pekerjaan dan sekarang sudah ada di depan mata. Tetapi, kenapa hatiku tak tentu?

"Makan dulu, dek. Tadi kakak masak sop. Mandi campur air hangat saja nanti biar tidak sakit," sambut kakakku.
Aku mengambil mangkok kaca berwarna putih,  hangatnya sop dan nasi putih membuat perutku semakin keroncongan.

"Jadi, bagaimana dek. Kapan mulai bekerja?"
"Minggu depan tanda tangan kontrak, kak. Gajinya lumayan," ucapku sambil makan. "Tapi, aku tak suka kak."
"Tak suka apanya, dik?"
"Jakarta itu terlalu ramai kak, aku tak suka udara yang pengap, suara bising kendaraan dan sungai-sungai yang bau penuh sampah."
"Hmm..Jakarta itu kota penuh tantangan, dik. Memulai karir di sana pasti lebih baik. Coba sampai setahun-dua tahun saja dulu. Kalau tidak kerasan bisa pindah, yang penting pengalaman. Lagi pula pemimpinnya baru, pasti ada perubahan ke depannya."
"Nanti, aku coba pikirkan kak."
"Itu bank bagus, dik. Sayang, kalau dilewatkan. Sayang juga tidak mencoba kehidupan Jakarta. Ada banyak hal yang bisa dipelajari katanya," ujar kakakku tiba-tiba.

Aku masih berpikir. Selama ini, aku selalu memohon kepada Tuhan agar tidak bekerja di Jakarta atau di Bandung, maunya pinggiran Jakarta saja, biar tak terlalu bising dan macet. Tak juga Bandung. Enam tahun sudah cukup menjelajah kota, fashion dan makanan. Ah, manusia, banyak maunya. Terkadang, dia yang mengatur Tuhan.

"Kak, aku putuskan untuk tidak tanda tangan kontraknya. Aku coba yang lain dulu lagi. Aku tak mau mempertaruhkan kesehatanku."

"Tak mengapa, dik. Segala keputusan ada dalam tanganmu. Yang penting, jangan pernah putus asa. Pasti selalu ada jalan."

Tak lama kemudian, aku mendapat panggilan kerja lagi. Kali ini Tuhan menjawab permohonanku.

Jakarta, sayang. Meski cintaku yang lalu bersemi di sana, tapi hatiku belum menuntun ke sana.


2014 lalu.

 

Tangerang, 22 Juni 2016

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun