Penggunaan video pendek melalui platform seperti TikTok, Instagram Reels, dan YouTube Shorts kini telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan remaja Indonesia. Meskipun menawarkan hiburan dan kreativitas, tren ini membawa kekhawatiran baru di kalangan pendidik dan psikolog, mengingat video berdurasi pendek secara perlahan mengubah pola belajar, cara berpikir, dan bahkan rentang konsentrasi generasi muda.
Fenomena ini mencerminkan pentingnya keterampilan kritis dalam menyikapi dampak perkembangan teknologi digital terhadap interaksi manusia dengan informasi. Berikut ini adalah beberapa dampak nyata yang perlu mendapat perhatian.
Smartphone, Video Pendek, dan Pola Konsumsi Informasi
Menurut laporan State of Mobile 2024 dari Data.ai, masyarakat Indonesia rata-rata menghabiskan waktu sekitar 6,05 jam per hari menggunakan smartphone, menjadikan Indonesia sebagai negara dengan durasi penggunaan ponsel tertinggi di dunia. Sebagian besar waktu tersebut tersedot untuk membuka aplikasi berbasis video pendek seperti TikTok dan Instagram Reels, yang masuk dalam lima besar aplikasi terpopuler di Indonesia pada beberapa tahun ke belakang.
Format video yang cepat, ringan, dan mudah dicerna membuat pengguna betah berlama-lama menatap layar. Namun, di balik kemudahan itu, terdapat kekhawatiran besar bahwa konsumsi konten instan dalam jangka panjang dapat mengikis kemampuan berpikir mendalam, memperpendek rentang konsentrasi, dan mengubah pola belajar remaja secara fundamental.
Konsentrasi yang Semakin Rapuh
Dengan dominasi video pendek dalam keseharian mereka, banyak remaja mulai kehilangan kemampuan untuk fokus dalam satu aktivitas dalam waktu lama. Ketika informasi dapat diserap dalam hitungan detik, aktivitas yang membutuhkan fokus panjang, seperti membaca buku, memahami artikel ilmiah, atau mengerjakan soal-soal kompleks, terasa membosankan dan berat. Fenomena ini menyebabkan durasi konsentrasi menurun drastis.
Sebagai contoh, belajar yang dulunya melibatkan kesabaran dan ketekunan kini harus bersaing dengan godaan untuk menggulir layar tanpa henti. Remaja yang terbiasa dengan format video singkat sering kali merasa terganggu jika diminta untuk melakukan kegiatan yang membutuhkan waktu dan konsentrasi lebih panjang. Hal ini mengarah pada pengurangan kemampuan mereka untuk bertahan dalam proses belajar yang membutuhkan ketekunan dan konsentrasi mendalam.
Belajar Visual: Cepat Dapat, Cepat Lupa
Video pendek juga mendorong format belajar yang mengutamakan visualisasi cepat. Dengan durasi video yang hanya berkisar antara 30 hingga 60 detik, informasi disampaikan dalam bentuk gambar, teks, dan suara yang mudah dicerna. Ini memang membuat proses belajar terasa lebih ringan dan menyenangkan, namun juga menyebabkan pemahaman menjadi dangkal. Remaja yang terbiasa belajar melalui video pendek cenderung menginginkan semua pengetahuan datang dengan cepat dan instan.
Ketika mereka dihadapkan pada materi yang lebih kompleks, yang membutuhkan analisis mendalam atau pemikiran kritis, banyak yang merasa frustrasi. Mereka lebih memilih untuk menyerah daripada mencoba untuk memahami materi secara utuh. Pembelajaran yang dulunya berbasis pada pemahaman mendalam kini berubah menjadi proses "menghafal sekilas." Ketergantungan pada visual yang cepat membuat remaja kesulitan mengingat detail penting dalam informasi yang lebih rumit.