Pagi yang cerah menjadi alasan Budi untuk memulai harinya dengan pergi ke pasar dan membeli beberapa kebutuhan pangannya. Sesampainya ia di pasar, ia melewati kios penjual buah, tak lama ia mendengar percakapan antara si penjual dan si pembeli. Si penjual mengatakan “Atos nyokot gedang?” (yang artinya ‘sudah pepayanya?” dalam bahasa sunda) dan si pembeli mengatakan “Iki kates empuk” (yang artinya ‘ini diambil pepayanya masak’ dalam bahasa jawa). Hal ini menyebabkan adanya perdebatan antara si penjual dan si pembeli, dimana si penjual mengatakan pepaya itu artinya ‘gedang’ dalam bahasa sunda dan si pembeli mengatakan pepaya itu artinya ‘kates’ bukan ‘gedang’. Melihat hal tersebut, Budi hanya tertawa dengan apa yang terjadi di antara si penjual dan si pembeli tersebut.
Cerita singkat di atas menjadi sebuah contoh akan adanya persepsi orang akan satu kata ‘gedang’ yang digunakan oleh orang bersuku sunda dan orang yang bersuku jawa. Ammaria (2017, h. 8) mengatakan bahwa persepsi adalah proses mengungkapkan arti objek-objek sosial dan kejadian-kejadian yang kita alami dalam lingkungan kita. Ammaria (2017, h. 12) juga mengatakan bahwa persepsi ini dipengaruhi oleh tujuh unsur budaya, diantaranya adalah bahasa, sistem teknologi, sistem mata pencaharian, organisasi sosial, sistem pengetahuan, religi, dan kesenian. Pernyataan Ammaria mengenai persepsi ini bisa dikatakan bahwa pandangan seseorang akan suatu hal yang ada di sekitarnya, seperti pada contoh pandangan orang sunda dan orang jawa akan kata ‘gedang’. Kata ‘gedang’ sendiri dalam bahasa sunda berarti pepaya, sedangkan dalam bahasa jawa kata ‘gedang’ berarti pisang. Sehingga tidak memungkiri bahwa bisa terjadi perdebatan antar kedua suku akan persepsi kata ‘gedang’ ini.
Bahasa yang menjadi penamaan akan suatu benda bisa menjadi sebuah persepsi dengan adanya yang namanya ‘bahasa ibu’. Pengertian ‘bahasa ibu’ ini adalah bahasa yang diturunkan dari orang tua atau bahasa yang biasa digunakan sehari-hari di rumah. ‘Bahasa ibu’ adalah bahasa yang paling sering digunakan, sehingga tidak memungkiri bahwa ‘bahasa ibu’ bisa menjadi sebuah bahasa yang digunakan oleh suatu budaya tertentu. Seperti contoh kata ‘gedang’, bagi orang jawa kata ‘gedang’ berarti pisang sedangkan bagi orang sunda kata ‘gedang’ berarti pepaya. Proses penciptaan persepsi antara budaya jawa dan budaya sunda dengan kata ‘gedang’ ini juga bisa ditimbulkan dari adanya penggunaan bahasa sehari-harinya. Apabila seseorang sering menggunakan bahasa kata ‘gedang’ dengan arti pepaya, kemudian jika ada orang yang menggunakan kata ‘gedang’ dengan artinya yang berbeda maka kebingungan akan bisa terjadi. Hal ini disebabkan dengan adanya persepsi dari ‘bahasa ibu’nya yang berbeda.
Setelah membahas apa saja yang bisa mempengaruhi persepsi, dapat disimpulkan bahwa persepsi juga bisa berasal dari bahasa yang dipelajari oleh masing-masing budaya. Hal ini disebabkan dengan adanya budaya yang dimiliki setiap orang. Setiap manusia di dunia ini tanpa disadari, dilahirkan dengan adanya budaya yang melekat pada dirinya. Oleh sebab itu, persepsi bisa hadir di balik adanya budaya seseorang.
Daftar Pustaka
Ammaria, H. (2017). Komunikasi dan Budaya. Jurnal Peurawi: 1-19, 1(1).
Simbolon, M. (2008). Persepsi dan Kepribadian. Jurnal Ekonomi dan Bisnis: 52-66, 2(1).