Asuransi pendidikan menggabungkan dua fungsi sekaligus: perlindungan jiwa dan investasi. Premi yang Anda bayar sebagian dialokasikan untuk biaya asuransi, sisanya diinvestasikan ke instrumen seperti reksadana atau saham.
Keunggulan asuransi pendidikan:
- Adanya proteksi jiwa. Jika pencari nafkah meninggal dunia, perusahaan asuransi akan melanjutkan pembayaran premi dan tetap memberikan dana pendidikan sesuai jadwal. Anak tetap bisa sekolah tanpa terputus.
- Potensi imbal hasilnya lebih menarik. Investasi yang dikelola profesional bisa memberikan return 6-12% per tahun, bahkan bisa mengalahkan inflasi Pendidikan.
- Sistem pembayarannya terstruktur. Dana akan cair otomatis saat anak masuk jenjang pendidikan tertentu (TK, SD, SMP, SMA, kuliah), jadi tidak perlu repot mengatur waktu pencairan.
Kekurangan asuransi pendidikan:
- Biayanya cukup tinggi. Ada biaya akuisisi, administrasi, dan pengelolaan investasi yang bisa memotong 20-30% dari premi di tahun-tahun awal.
- Nilai investasi tidak dijamin dan bisa naik-turun sesuai kondisi pasar. Jika pasar sedang lesu, hasil investasi bisa mengecewakan.
- Likuiditasnya juga rendah. Uang tidak bisa diambil sembarangan dan ada penalty besar jika dibatalkan di tengah jalan.
Perbandingan Praktis: Mana yang Lebih Untung?
Mari kita lihat contoh sederhana. Pak Budi ingin menyiapkan biaya kuliah anaknya yang masih berusia 5 tahun. Target dana: Rp 200 juta dalam 13 tahun.
Skenario tabungan pendidikan
Dengan bunga 3% per tahun, Pak Budi harus menabung Rp 1,1 juta per bulan. Total setoran 13 tahun: Rp 171,6 juta. Hasil akhir: Rp 200 juta.
Skenario asuransi pendidikan:
Dengan asumsi return investasi 7% per tahun (setelah dipotong biaya), Pak Budi cukup bayar premi Rp 900 ribu per bulan. Total premi 13 tahun: Rp 140,4 juta. Hasil akhir: Rp 200 juta + proteksi jiwa.
Dari sisi matematika, asuransi pendidikan terlihat lebih menguntungkan. Tapi ingat, return 7% tidak dijamin dan ada risiko investasi.
Strategi Terbaik: Kombinasi Keduanya