Beragam  beragam mitos, legenda, takhayul, sejarah Babad Tanah Jawi, sejarah Mataram, petikan ragam ayat Alkitab, dan ragam upacara keagamaan menjadikan Bilangan Fu menjadi sebuah novel yang cukup berat. Cukup melelahkan, serta diperlukan kesabaran membaca hingga menamatkannya. Selain itu, ragam kliping berita dari koran dan majalah yang direkatkan di sana-sini cukup menguras kesabaran pembaca.
Spiritualisme Kritis
Identifikasi spiritual para tokoh Bilangan Fu ditemukan pula kepercayaan berbasis lokal. Spiritualitas lokal yang berbasis kepercayaan dan kearifan suatu daerah cukup mampu sebagai tuntunan berkehidupan dan mendukung pelestarian lingkungan. Spiritualitas lokal yang mampu menghadirkan harmoni sosial dan harmoni alam kehidupan.
Bilangan Fu berhasil menjadi corong mengungkap beragam wacana spiritual di mana para tokoh tetap menghormati ragam wacana spiritual tersebut sekaligus mampu bersikap kritis. Hingga tidak terjerembab dalam khotbah hitam dan putih. Bahasa Ayu adalah menghargai yang spiritual tanpa mengkhianati nalar kritis.
Seusai membaca novel ini, puan dan tuan pembaca semakin dapat memahami sungguh membahagiakan menganut paham spiritualisme kritis. Sebagai umat beriman, manusia dapat tetap percaya apa yang diimani, entah itu disebut Tuhan atau non tuhan (entitas apa pun), tetapi tetap perlu memelihara sikap kritis pada apa yang diimani tersebut, sehingga manusia tidak  tergopoh-gopoh serta gegabah menerapkan suatu kebenaran pada orang lain. Sejatinya, kebenaran tertinggi masih misteri dan rahasia ilahi.Â
- Judul: Bilangan Fu
- Penulis: Ayu Utami
- Penerbit: Kepustakaan Populer Gramedia
- Cetakan: kedua, Oktober 2018
- Halaman: 560
- Dimensi: 13,5 x 20 cm
- ISBN: 9786024243975
- Sampul: Soft