Novel Bilangan Fu mengupas situasi setelah reformasi. Menurut Ayu, ada tiga (3 M) yang terdiri atas modernisme, monoteisme, dan militerisme. Yang bertalian menciptakan banyak masalah yang melanda bangsa.Â
Modernisme membuka beragam paradigma positif dengan beragam penemuan teknologi yang memudahkan kerja manusia. Namun, melalui teknologi pula eksploitasi sumber daya alam terjadi yang menyebabkan degradasi lingkungan hingga tingkat mengerikan.
Modernisme pula yang mengikis beragam kepercayaan dan kearifan lokal yang di masa lalu mampu menjaga hutan dan kawasan perbukitan gamping Sewugunung. Kepercayaan lokal terhadap mitos roh-roh, mambang, demit, siluman mencegah manusia melakukan perusakan alam.
Malaikat dalam novel dihadirkan oleh Ayu melalui sosok Jati. Sebagai simbol dari pencegahan perusakan alam secara sengaja, Â Jati menyadarkan Yuda pemanjatan bersih nan suci.
Persekongkolan iblis menjelma melalui perkawinan militer dan kapitalis. Mereka bersekongkol dengan jahat mengeksploitasi alam. Di Sewugunung terjadi penebangan jati legal maupun ilegal dengan Pontiman Sutalip, kepala desa yang adalah prajurit angkatan darat berada di belakangnya.Â
Masyarakat setempat tidak bisa melakukan apa-apa untuk menantangnya. Si malaikat Jati pasang badan menantang aksi eksploitasi serta mengusahakan pegunungan gamping Watugunung untuk dijadikan kawasan konservasi.
Dalam novel juga diungkapkan tentang monoteisme. Tuhan adalah satu bagi monoteisme. Akibatnya, monoteisme sulit menerima perbedaan serta mudah tergelincir bersikap intoleran. Modernisme dan monoteisme berpadu menisbikan kepercayaan lokal dan agen penghancur kebudayaan lokal.
Konflik monoteisme dengan kepercayaan lokal terungkap melalui pertentangan Jati yang menghormati kepercayaan lokal dan Kupukupu, saudaranya sendiri. Kupukupu menghujat kepercayaan lokal untuk memaksakan kebenaran agamanya sendiri.
Keunggulan dan Kekurangan
Membaca Bilangan Fu tidak dapat dilakukan sambil lalu. Pembaca perlu masuk secara intens dalam kisah yang dijahit sedemikian apik oleh Ayu. Gaya penulisan dengan kalimat-kalimat pendek sepertinya dengan sadar dipilih oleh Ayu sehingga beragam mitos, legenda, takhayul, sejarah Babad Tanah Jawi, sejarah Mataram, petikan ragam ayat Alkitab, dan ragam upacara keagamaan yang mewarnai kisah dalam novel dapat dinikmati oleh pembaca.