Mohon tunggu...
Bonaventura P S
Bonaventura P S Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Ketika percaya dan terus berjuang, maka tidak ada jalan yang tak bisa dilewati

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Buah Simalakama Putusan MA, Masyarakat Bertanya-tanya

19 September 2018   12:05 Diperbarui: 19 September 2018   13:40 431
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
www.mahkamahagung.go.id

Korupsi memang menjadi ancaman terbesar dalam negeri ini. Tak dapat dipungkiri, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) seolah menjadi bekerja secara maraton 24 jam demi memberantas korupsi. Karena maraknya, korupsi dianggap sebagai kejahatan luar biasa (extraordinary crimes). 

Ingin memberikan efek jera baik bagi pelaku maupun peringatan bagi para pejabat eksekutif maupun legislatif, apapun dilakukan termasuk dengan membuat Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) yang melarang mantan narapidana korupsi mencalonkan kembali menjadi anggota legislatif.

Namun, baru-baru ini masyarakat dikejutkan dengan putusan Mahkamah Agung (MA) terhadap uji materi PKPU Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan Kota/ Kabupaten. 

Tidak diduga-duga MA membatalkan Pasal 4 ayat (3) PKPU. Pasal tersebut menyatakan bahwa dalam hal pencalonan anggota legislatif, dilarang mencalonkan mantan narapidana narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, dan korupsi.

Tentu dengan dibatalkannya pasal tersebut, kesempatan untuk mencalonkan mantan narapidana khususnya korupsi menjadi lebih besar. 

Kekecewaan atas putusan tersebut muncul dari berbagai kalangan mulai dari masyarakat, LSM, KPK, serta KPU sendiri. Alih-alih ingin memberikan efek jera dan menekan angka korupsi di Indonesia, justru MA meloloskan eks koruptor melenggang dengan mencalonkan diri.

Masyarakat menjadi bertanya-tanya, mengapa MA seolah "mendukung" koruptor untuk kembali mencalonkan sebagai anggota legislatif? Padahal korupsi semakin marak di negara ini dan bukankah dugaan kembali melakukan praktik korupsi lebih besar? Mengapa MA tidak mempertimbangkan dalam aspek moral?

Salah satu fungsi MA menurut Pasal 31 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, menyatakan fungsi peradilan salah satunya ialah hak uji materiil. 

Hak uji materiil yaitu wewenang menguji/ menilai secara materiil peraturan perundangan dibawah Undang-Undang tentang hal apakah suatu peraturan ditinjau dari isinya (materinya) bertentangan dengan peraturan dari tingkat lebih tinggi. 

Kewenangan inilah yang dipakai untuk memutuskan uji materi PKPU Nomor 20 Tahun 2018 yang diajukan oleh beberapa kalangan.

Apabila dilihat, PKPU adalah turunan dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Artinya PKPU berada dibawah Undang-Undang Pemilu, sehingga apapun yang diatur dalam PKPU harus sesuai dengan Undang-Undang Pemilu serta undang-undang terkait lainnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun