Mohon tunggu...
Boe Berkelana
Boe Berkelana Mohon Tunggu... lainnya -

Pejalan. Menetap di Labuan Bajo-Flores, NTT

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Manggarai Barat, Pariwisatanya, dan Pergeseran Pemaknaan terhadap Tanah oleh Warganya

21 Oktober 2016   18:01 Diperbarui: 21 Oktober 2016   18:16 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wilayah pesisir Labuan Bajo, Manggarai Barat (foto www.floresa.co)

Kabupaten Manggarai Barat (Mabar) adalah sebuah kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).  Terletak di ujung barat Pulau Flores, luas wilayah Kabupaten ini adalah 9.450 km² yang terdiri dari wilayah daratan seluas 2.947,50 km² dan wilayah lautan seluas 7.052,97 km².

Wilayahnya meliputi daratan Pulau Flores bagian Barat dan beberapa pulau kecil di sekitarnya. Tercatat ada sekitar 170 pulau kecil. Tiga Pulau besar diantaranya adalah Pulau yang masuk dalam kawasan konservasi Taman Nasional Komodo (TNK) yaitu Pulau Komodo, Pulau Rinca, dan Pulau Padar. Jumlah penduduk Mabar saat ini sekitar 250-an ribu jiwa dan tersebar di 10 kecamatan.

Jauh sebelum pemekaran dari kabupaten induk, kabupaten Manggarai pada tahun 2003, Manggarai Barat dengan ibukotanya Labuan Bajo sudah dikenal sebagai daerah destinasi wisata.

Alam yang indah, budaya tradisional yang kaya, dan keberadaan hewan pra sejarah Komodo (varanus Komodoensis) yang ditetapkan sebagai warisan alam dunia, tanah manusia serta biosfer oleh UNESCO pada tahun 1986, telah membuat daerah ini ramai dikunjungi wisatawan. Kunjungan wisatawan periode 1980-1990-an mencapai 20—40 ribu per tahun. Setahun terakhir, jumlah kunjungan wisatawan ke daerah ini sudah mencapai angka 90-an ribu.

Tahun 2015 lalu, survei CNN menempatkan Taman Nasional Komodo (TNK) sebagai destinasi snorkeling terbaik dunia. Sebuah penobatan yang tak terlalu mengejutkan. Sebab TNK selain wilayah daratannya menjadi rumah bagi bin(a)tang utamanya, Komodo, alam bawah lautnya menyajikan panorama yang luar biasa. Tercatat ada sekitar 1000 jenis ikan, 260 jenis karang, dan 70 jenis bunga karang (sponge) dan banyak invertebrata lainnya hidup di alam bawah laut TNK. Pulau-pulaunya menyajikan  pantai berpasir putih, pantai berpasir merah jambu (pink),  dan panorama yang indah.

Upaya untuk mempromosikan seluruh potensi dan kekayaan itu agar lebih dikenal dunia pun terus dilakukan. Diantaranya adalah Sail Komodo tahun 2013 yang menelan anggaran sekitar 3,7 triliun rupiah, Tour de Flores 2016 dengan anggaran sekitar 32 miliar, perluasan bandara Komodo Labuan Bajo yang disertai dengan penambahan maskapai dan menjadikan Labuan Bajo sebagai salah satu dari sepuluh daerah destinasi wisata prioritas nasional tahun 2016. Di luar itu, penetapan binatang Komodo sebagai satu dari tujuh keajaiban dunia kategori alam (new 7 wonders of nature) oleh New 7 wonders foundation di tahun 2012 juga turut membantu upaya promosi itu.

Tahun 2016 ini, Labuan Bajo masuk sebagai salah satu dari 10 destinasi pariwisata prioritas 2016. Akan disusul dengan pembentukan Badan Otoritas Pariwisata (BOP) Labuan Bajo dengan tiga kewenangan utamanya yaitu atraksi, akses, dan amenitas. Melalui BOP ini, pembangunan pariwisata di Mabar akan digenjot habis-habisan. Target kunjungan wisatawan ke Manggarai Barat pada tahun 2019 adalah 500 ribu kunjungan dengan target devisa 500 juta US dolar.

Seturut dan seiring perkembangan dan pembangunan pariwisata yang pesat itu, kearifan dalam memaknai 'tanah' (sumber daya)  oleh orang Manggarai Barat  mengalami pergeseran. Sebab pariwisata, harga tanah menjadi melambung. Makelar tanah banyak bermunculan. Harga tanah melonjak drastis.

Per meter persegi, sudah mencapai 400-ribu sampai satu juta rupiah. Bahasa transaksi tanah pun bermunculan, seperti misalnya ‘tanah view laut’, untuk menggambarkan bidangan tanah yang berbukit dan memandang ke laut. View laut juga berarti menunjukkan harga diatas satu miliar rupiah. Pemodal-pemodal besar menyisiri wilayah pesisir hingga menyusuri pelosok-pelosok yang memiliki tanah dengan posisi strategis. Warga lokal dirayu dengan harga dari ratusan juta hingga miliaran rupiah. 

Daya tarik pariwisata di Manggarai Barat dengan ibukotanya Labuan Bajo sebagai titik sentralnya memicu invasi capital dari luar. Pemodal-pemodal besar, pejabat nasional, hingga (kabarnya) beberapa artis nasional banyak membeli tanah di Manggarai Barat.  Akumulasi transaksi dari bisnis tanah ini, memunculkan elit-lokal yang mengklaim kepemilikian tunggal atas tanah-tanah dan pulau-pulau yang sebenarnya milik kolektif masyarakat tradisional. Mereka kemudian melakukan negoisasi dengan pemodal dalam transaksi jual beli yang legal.

Selain alih kepemilikan tanah yang kolektif itu, terjadi juga gelombang penjualan tanah pribadi dari masyarakat setempat kepada korporasi dan warga negara asing, dipicu tawaran harga yang relative tinggi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun