Dalam ilmu periklanan, untaian kata-kata indah disusun dan dikomunikasikan kepada masyarakat dengan harapan dapat membujuk masyarakat agar tergerak untuk membeli suatu produk yang dihasilkan oleh si-pemasang iklan.
Ternyata dalam sejarah perjalanan umat manusia, untaian kata-kata indah itu juga berguna dan bermanfaat untukmemperjuangkan suatu cita-cita atau untuk mencapai suatu tujuan tertentu, juga berguna untuk memberikan motivasi dan membangkitkan semangat untuk meraih suatu cita-cita. Salah satunya adalah sastra perang. Digubahnya suatu syair perang atau sastra perang, yaitu suatu bentuk gubahan untaian kata-kata yang menawan dan sesuai dengan norma estetika yang berlaku pada suatu zaman, digubah dan dirangkaikan untuk memberikan ilham untuk memperjuangkan sesuatu lewat perang atau untuk mengilhami suatu perlawanan rakyat guna tujuan memenangkan peperangan yang sedang dihadapi.
Disepanjang sejarah sastra perang dalam perjalanan bangsa Indonesia, salah satu sastra perang yang melegenda yaitu Hikayat Perang Sabil. Hikayat ini yang telah mengilhami bangkitnya perlawanan rakyat Aceh untuk memberikan perlawanan selama 40 tahun berperang melawan usaha pejajahan yang dilakukan oleh bala tentara kolonial Belanda.
Berbeda dengan sastra Melayu pada umumnya yang mengenal hikayat sebagai suatu bentuk prosa, bagi orang Aceh arti Hikayat Perang Sabil tidak hanya berisi cerita fiksi belaka, namun berisi pula suatu pengajaran moral yang mulia dan luhur, dan mengajarkan hikayat ini hukumnya bersifat fardhu ‘ain bagi semua muslimin, baik lelaki maupun perempuan, baik yang tua maupun yang muda, termasuk juga bagi anak-anak.Begitu dahsyat pengaruh Hikayat Perang Sabil ini bagi rakyat Aceh, sehingga pihak Belanda -Gubernur Aceh A.H. Philips- menyatakan melarang dilakukannya pembacaan atau pengajaran Hikayat Perang Sabil kepada khalayak umum. Hikayat-hikayat ini disita dan dimusnahkan serta dijadikan makanan api, karena pihak Belanda sangat mengkhawatirkan hikayat ini akan memberikan rangsangan sedemikan rupa bagi pembaca dan pendengarnya yang kemudian akan disalurkan dalam tindakan membunuh kaphe Belanda.
Mungkin ada baiknyajika kita mengenal serba sekilas dulu (pada artikel ini, Sastra dalam Syair Perang) tentang beberapa buah sastra perang berupa syair perang. Kemudian (pada artikel lanjutannya, Sastra dalam Hikayat Perang sabil) akan disuguhkan sastra perang berupa syair didalam hikayat perang sabil. Semoga artikel ini dapat menjadi pengingat dan sekaligus juga sebagai kebanggaan kita, bahwasanya bangsa Indonesia yang Bhineka Tunggal Ika ini begitu kaya akan beragam budaya.
1. SYAIR ‘ POTOMAC ’.
Sastra perang ini -lebih tepat disebut sebagai puisi- dikarang oleh pihak Amerika Serikat untuk merayakan kemenangan dan kesuksesan kapal perang ‘Potomac’ dalam menjalankan perintah Presiden Andrew Jackson dalam misi menghukum rakyat Kuala Batu di Aceh Barat pada tanggal 17 Februari 1832. Puisi ini sampai dengan saat ini masih terarsipkan dengan rapi di Essex Institute Salem Massachusetts. Cuplikan dari enam bait pertama dari delapan belas bait puisi ini adalah :
The sun was retiring behind the high mountain,
The forts of our enemy full in our view,
The frigate Potomac -John Downes our commander-
Rode proudly at anchor off Qualah Battoo.
The land breeze blew mild, the night was serene,
Out boats -was the word, and our tackles were manned,
Six miles was the distance that now lay between
Our fine lofty ship and the enemy’s land.
Our boat were launched on the breast of the billows,
And moored until the word of command should be given,
On deck we reposed with our swords for our pillows,
And committed our cause with its justice to heaven.
At the dead hour of night, when all nature was silent,
The boatswain’s shriil pipe called each man to his post;
Our hearts armed with justice and mind fully bent,
To attack and destroy that piratical host.
Who boarded the Friendship and murdered her crew.
Just twelve months before the memorable day
When Shubrick led forth the Potomac so true,
To fight and to vanquish the hostile Malay.
Our boats were all ready and we were prepared
To fight ortodie; for our cause it was just;
Our muskets were loaded, our bosoms were bared,
To the strife or the stroms, for in God was our trust.
2. SYAIR LAGU ‘ AIKOKU KOSINKYOKU ’.
Bala tentara Dai Nippon juga mengajarkan lagu-lagu perjuangan kepada barisan pasukan Bumiputera yang terdiri dari Giyugun, Peta, Heiho, Gijitsu-Heiho. Lagu yang cukup terkenal salah satunya adalah Aikoku Kosinkyoku atau terkenal dengan sebutan Mars Cinta Tanah Air. Lirik syair lagu tersebut adalah sebagai berikut :
Miyo tokai no sora akete
Kyoku jitsu takaku kagayakeba
Tenci no seiki hatsuratsuto
Kiboo wa oduru oyashima
Oo seiro no asa gumoni
Sobuyuru fuji no sogata koso
Kin no muketsu yurugi naki
Wa ga Nippon no hokori nare
Selain daripada itu ada pula lagu populer untuk mempertebal semangat menghadapi musuh-musuh bangsa Asia. Beberapa baris diantaranya adalah sebagai berikut :
Awaslah Inggris dan Amerika
Musuh seluruh Asia
Hendak memperbudakkan kita
Untuk selama-lamanya
Hancurkanlah musuh kita
Itulah Inggris Amerika
Hancurkanlah musuh kita
Itulah Inggris Amerika
3. SYAIR PERANG ‘ MENTENG ‘.
Pada tahun 1819 tentara kolonial belanda dibawah komando Muntinghe menyerang Palembang. Sultan Mahmud Badaruddin memimpin perlawananterhadap agresi ini, yang kisah perlawanannya termuat dalam gubahan Syair Perang Menteng. Kutipan sebagian kecil dari syair itu adalah sebagai berikut :
Haji berteriak Allahu Akbar
Datang mengamuk tak lagi sabar
Dengan tolong Tuhan Malik Al-Jabbar
Serdadu Menteng habislah bubar
Keluar sekalian hulubalang panglima
Menolong haji bersama-sama
Opsirnya mati empat dan lima
Haji pun sampai di kota lama
Haji mengusir kanan dan kiri
Memarangkan pedang ke sana ke mari
Serdadu Holanda habislah lari
Hanya komandan juga terdiri
Haji berteriak sambil memandang
Hai kafir marilah tandang
Syurga bernaung di mata pedang
Bidadari hadir dengan selendang
Di situlah haji lama terdiri
Dikerubungi serdadu Holanda pencuri
Lukanya tidak lagi terperi
Fanalah haji lupakan diri
Datanglah komandan bersungguh hati
Membedil haji tiada henti
Pelurunya datang menuju pasti
Di sanalah tempat haji nan mati
Syahidlah haji dua dan tiga
Akan mengisi di dalam syurga
Bidadari pun banyak tiada berhingga
Datang menyambut haji berida
Darahnya mengalir bagai kesturi
Biadadari pun banyak datang mengampiri
Suka dan ramai tepuk dan tari
Merebut mayat haji jauhari
4. SYAIR ‘ SAMALANGA ’.
Domine Iz Thenu mengarang lirik syair ini, ketika para serdadu-serdadu Bumiputera yang tergabung dalam barisan bala tentara kolonial Belanda mengadakan serangan ke Samalanga Aceh Utara pada tahun 1901. Lirik syair ini bersama salinan lirik Lagu Korps Marechaussee (Marsose) sampai dengan saat ini masih terarsipkan dengan rapi di museum Angkatan Darat Kerajaan Belanda di Bronbeek Arnhem. Cuplikan dari sepuluh bait pertama dari delapan belas bait lirik syair ini adalah sebagai berikut :
Mari sobat, mari soedara !
Pergi prang di Samalanga ;
Mari koempoel dan bersoeara ,
Laloe bernjanji bersama-sama .
Satoe njanjian jang amat merdoe
Menghiboer hati jang amat doeka ,
Hari ini kita di Merdoe ,
Esok loesa djalan kamoeka .
Dari Merdoe djalan disawa
Itoe djalan jang amat soesah ,
Tempo-tempolah liwat rawa ,
Asal bisa dapat kemoeka .
Kaloe djalan haroes berdiam
Karna moesoeh berdjaga-djaga ,
Kaloe dengar boenji meriam
Itoe tandalah moesoeh ada .
Soenggoeh moesoeh banjak sekali ,
Ada berdiri didalam benteng
Haroes kami berlari-lari
Waktoe komandolah : ‘ Attaqueeren ‘ .
Djangan tinggal berdiri lama ,
Kaloe komandolah : ‘ Attaqueeren ‘ .
Lari lekas datang kesana ,
Masoek pertama dalam benteng .
Siapa Masoek nommer satoe
Itoelah tanda amat berani ,
Nanti dapatlah bintang satoe
Tanda setia lagi berani .
Maski dengarlah hoedjan pelor
Dari moesoehmoe orang Atjeh ,
Djangan sekali bersoesah keloeh ,
Tapi peranglah hidoep mati .
Mari kamoe he orang Ambon !
Lagi Menado lagi Ternate !
Lawan moesoeh bertamboen-tamboen ,
Sampe gagahnya djadi berhenti .
Anak Ambon gagah berani
Ta takoet mati atau loeka
Toeroet hati orang serani ,
Anak Ambon berani di moeka .
Artikel ini dikutip dari: Sastra Perang – Sebuah Pembicaraan mengenai Hikayat Perang Sabil, yang ditulis oleh Prof. DR. Ibrahim Alfian. MA, yang diterbitkan oleh Penerbit Balai Pustaka.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI