Mohon tunggu...
Bobi Anwar Maarif
Bobi Anwar Maarif Mohon Tunggu... Buruh - Sekjen Serikat Buruh Migran Indonesia

Sekjen Serikat Buruh Migran Indonesia, masa bakti 2019-2024. Asal Kabupaten Karawang. Sekretariat : Jl Pengadegan Utara I No 1A RT 08/06 Pancoran Jakarta Selatan Email: bobi@sbmi.or.id I Phone: 0852 8300 6797

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Kemenhub Ganjal PP Pelindungan Pelaut Awak Kapal?

11 Februari 2021   06:06 Diperbarui: 11 Februari 2021   09:34 600
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber foto: Tempo

Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Antonisus PS Wibowo menyatakan,  kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di sektor Anak Buah Kapal (ABK) terus mengalami kenaikan. Oleh karena itu, dia mendesak perbaikan kebijakan tata kelola penempatan Pekerja Migran Indonesia (PMI) di sektor ABK atau istilah hukumnya Pelaut Awak Kapal. Hal itu disampaikan Antonius kepada sejumlah media pada Senin (8/2/2021) kemarin.

Pernyataan Wakil Ketua LPSK itu sejalan dengan tuntutan Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) yang aktif mengadvokasi kasus ABK dan kebijakan tata kelola pelindungannya. Berdasarkan data kasus dari tahun 2014-2020, SBMI telah menerima pengaduan 338 kasus ABK Perikanan dan 11 orang di antaranya meninggal dunia di atas kapal. Dari 11 orang yang meninggal dunia itu, 5 di antaranya jenazahnya dibuang ke laut (dilarung) tanpa seizin keluarga.

Berdasarkan pengalaman SBMI, sulitnya penanganan kasus ABK Perikanan, disebabkan oleh carut marutnya kebijakan penempatan dan pelindungan ABK, baik ABK niaga maupun ABK perikanan.

Oleh karenanya, tidak heran jika kemudian Kementerian Luar Negeri (Kemlu) kebanjiran kasus ABK. Berdasarkan laporan per 29 Januari 2021, Kemlu telah menangani dan memulangkan 27.064 ABK bermasalah dari luar negeri.  

Pertanyaannya, kenapa desakan perbaikan tata kelola penempatan dan pelindungan itu tidak membuat pemerintah menyegerakan penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) Tentang Pelindungan Pelaut Awak Kapal? Padahal, setelah viralnya ABK dilarung pada Mei 2020, pemerintah berjanji akan seger mengesahkan. Kemudian setelah didesak oleh Jaringan Buruh Migran (JBM) pada 11 Desember 2020, Deputi Perundang-Undangan Kementerian Sekretariat Negera juga berjanji akan disahkan sebelum tahun 2021. 

Berdasarkan penelusuran, pembahasan peraturan pelaksana atau peraturan turunan itu harus mendapatkan persetujuan dari kementerian atau lembaga terkait. Dalam pembahasan antar kementerian lembaga, RPP tersebut ditolak oleh Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Dan baru-baru ini salah seorang pegawai Kemnaker menginformasikan penerbitannya dtunda lagi karena alasan yang sama. 

Jejak penolakan itu bisa dibuktikan dari suratnya bernomor  HK.005/1/5/Phb/2019 kepada Menteri Ketenagakerjaan (Kemnaker) pada tanggal 14 Januari 2019. Dalam surat itu, Menhub menolak pembahasan dengan alasan sebagai berikut:

  • Undang Undang No 18 tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, dianggap sebegai ketentuan yang berlaku secara umum (lex generalis);
  • Rancangan penyusunan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Penempatan dan Pelindungan Pelaut Awak Kapal tidak diperlukan mengingat substansinya secara spesifik diatur oleh Undang-Undang Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran (UU Pelayaran);
  • Sifat spesifik UU Pelayaran sejalan dengan praktik maritim mnternasional yang secara integral melalui empat pilar konvensi, yakni SOLAS 1974, MARPOL 1973, STCW 1978, dan MLC 2006; dan
  • Pengaturan pelaut dan kapal tak dapat dipisahkan karena pengaturan pelaut tidak akan efektif apabila sejalan dengan pengaturan kapal di mana pelaut bekerja.

Dengan demikian, belum diterbitkannya PP Pelindungan Pelaut Awak Kapal bisa jadi memang  karena adanya penolakan dari Kemenhub.

Jika telusuri lebih jauh, penolakan lainnya juga  terjadi pada tahun 2013. Saat itu Menhub tidak hanya menolak, bahkan mengambil alih tata kelola penempatan dan pelindungan ABK melalui Permenhub Nomor 84 Tahun 2013 tentang Perekrutan dan Penempatan Awak Kapal. 

Yang agak janggal, pada salah satu konsiderannya, Permenhub merujuk pada Undang Undang No. 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Pelindungan TKI di Luar Negeri (UU PPTKILN). Padahal tidak ada satu pasalpun dalam UU PPTKILN yang memandatkan aturan pelaksana kepadanya. Satu pasal yang memandatkan aturan pelaksana kepada Kemenhub adalah Pasal 151 Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan. Pasal ini merupakan aturan turunan dari Undang Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun