Mohon tunggu...
Bobi Anwar Maarif
Bobi Anwar Maarif Mohon Tunggu... Buruh - Sekjen Serikat Buruh Migran Indonesia

Sekjen Serikat Buruh Migran Indonesia, masa bakti 2019-2024. Asal Kabupaten Karawang. Sekretariat : Jl Pengadegan Utara I No 1A RT 08/06 Pancoran Jakarta Selatan Email: bobi@sbmi.or.id I Phone: 0852 8300 6797

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Kemenhub Ganjal PP Pelindungan Pelaut Awak Kapal?

11 Februari 2021   06:06 Diperbarui: 11 Februari 2021   09:34 600
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Permenhub tersebut menggilas kekosongan hukum yang sebelumnya diatur oleh Peraturan Kepala BNP2TKI Nomor 3 Tahun 2013 tentang Tata Cara Penempatan dan Perlindungan Pelaut Perikanan di Kapal Berbendera Asing, yang merupakan mandat dari Pasal 28 UU PPTKILN kepada Kemnaker.

Apakah dalil hukum dan manuver politik Menhub tersebut dapat dibenarkan, sehingga RPP Pelindungan Pelaut Awak Kapal tidak harus diterbitkan?

Untuk mengulas itu, kita bisa menggunakan beberapa pendekatan sebagai cara pandang, antara lain sebagai berikut:

  • Jika menggunakan kacamata kaidah asas hukum, maka asas hukum sudah sangat jelas mengatur tentang relasi antar peraturan.  Beberapa kaidah hukum itu antara lain: Pertama, Lex Superiori Derogat Legi Inferiori.  Kaidah ini menetapkan, ketentuan peraturan yang mempunyai derajat lebih tinggi maka didahulukan pemanfaatannya atau penyebutannya daripada ketentuan yang mempunyai derajat lebih rendah. Secara sederhana dapat dipahami, jika terjadi pertentangan antara aturan yang lebih tinggi dengan yang lebih rendah, maka yang diberlakukan adalah ketentuan yang lebih tinggi. Kedua, Lex Post Teriori Derogat Legi Priori. Kaidah ini menetapkan, "ketentuan peraturan yang baru mengenyampingkan atau menghapus berlakunya ketentuan yang lama yang mengatur materi hukum yang sama". Secara sederhana dapat lagi dipahami, jika terjadi pertentangan antara aturan yang lama dengan yang baru, maka yang diberlakukan adalah aturan yang baru. Aturan yang terbaru dalam hal ini adalah UU PPMI. Pasal 4 dan 64 UU PPMI memandatkan pembentukan Peraturan Pemerintah tentang pelaksanaan Penempatan dan Pelindungan Pelaut Awak Kapal niaga dan perikanan;
  • Jika kita menggunakan kacamata Undang Undang No 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, tidak dipungkiri memandatkan aturan turunan dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP). Dan pasal 151 PP No. 20 tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan, memandatkan kepada Menhub untuk menerbitkan Peraturan Menteri tentang Tata Cara Pemberian Izin Usaha Keagenan Awak Kapal. Tetapi dalam Undang Undang ini juga ada pasal lain yang memandatkan kepada Menteri Ketenagakerjaan untuk mengatur ketenagakerjaan dalam bidang pelayaran. Yaitu Pasal 337 yang berbunyi, "Ketentuan ketenagakerjaan di bidang pelayaran dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang  ketenagakerjaan". Dan Kementerian yang mengatur bidang ketenagakerjaan adalah Kementerian Ketenagakerjaan. Kemudian penjelasan pasal 337 itu dinyatakan cukup jelas, tidak ada multi tafsir.
  • Atau jika kita masih penasaran, kita bisa melihatnya dengan kacamata Peraturan Pemerintah No 7 tahun 2000 tentang Kepelautan yang masih menjadi rujukan hingga saat ini. Pasal 19 angka 6 PP ini juga memandatkan kepada Menteri Ketenagakerjaan untuk mengatur tata cara penempatan tenaga kerja pelaut.
  • Jelas kan? sampai disini kita sudah menemukan dua mandate dari dua Undang Undang dan peraturan perudang-undangan kepada Kemnaker.
  • Kemudian, jika kita melihatnya dengan kacamata akibat hukum dari pemberlakuan suatu peraturan, apakah dengan penerbitan PP Penempatan dan Pelindungan Pelaut Awak Kapal, berimplikasi pada pemisahan hubungan antara pelaut dengan kapal, atau menafikan beberapa konvensi internasional. Tentu saja tidak, Konvensi untuk Keselamatan Penumpang atau Safety of Life at Sea (Solas), Konvensi Internasional untuk Pencegahan Polusi dari kapal (Marpol), Konvensi Internasional tentang Standar Latihan, Sertifikasi dan Dinas Jaga untuk Pelaut (STCW) dan Konvensi Pekerja Maritim (MLC), tetap menjadi pilar dalam kemaritiman internasional.
  • Satu lagi, jika kita melihat dari kacamata tugas dan fungsi Kemhub, maka kita juga tidak menemukan satupun dari tupoksinya yang menyebutkan  sebagai pelaksana bidang ketenagakerjaan. Baik Menterinya maupun unit kerjanya.

Bila kita melihat ulasan-ulasan tadi, dalil hukum Menhub untuk menolak RPP Pelindungan Pelaut Awak Kapal sangat lemah.

Akan tetapi, kenapa Kemenhub begitu gigihnya melakukan penolakan?  Apakah ada ketakutan lapaknya bakal tergusur lagi, setelah adanya operasi tangkap tangan pada Agustus 2017? Entahlah, tidak ada yang tahu. 

Penulis sebagai masyarakat biasa, hanya mengingatkan ada akibat sosial yang luar biasa besar dari tidak tuntasnya persoalan kebijakan. Yaitu dirugikannya hak konstitusional para ABK dan keluarganya. 

Penulis juga mengingatkan bahwa sejak 15 April 2019, Preseiden Republik Indonesia telah mengintruksikan pembahasan Program Penyusunan Peraturan Pemerintah tahun 2019 melalui Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 11 tahun 2019. 

Jangan salahkan penulis, jika Bapak Menhub di gigit oleh beliau. 

Penulis

Bobi Anwar Ma'arif

Sekjen Serikat Buruh Migran Indonesia

Email : bobi@sbmi.or.id

No HP 085283006797

Tinggal di Pancoran Jakarta Selatan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun