[caption id="attachment_325115" align="aligncenter" width="480" caption="illustrasi (@bobbytriadi)"][/caption]
Keputusan Partai Demokrat untuk tidak masuk dalam koalisi Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden mana pun, dinilai bijak oleh beberapa kalangan. Keputusan Partai Demokrat untuk menjadi oposisi pun juga mendapat penilaian positif dari beberapa kalangan. Pertanyaannya, apakah benar Partai Demokrat tidak berkoalisi?
Tanpa mau berpikir negatif, namun juga tidak ingin terbuai dengan pemikiran positif dari bahasa tubuh dan kalimat politisi-politisi Partai Demokrat.
Pemberitaan demi pemberitaan saya ikuti, mulai dari pertemuan Hatta Radjasa dengan Susilo Bambang Yudhoyono soal pemunduran dirinya sebagai Menko Perekonomian yang didampingi oleh Prabowo Subianto, Rabu, 4 Mei 2014, sekaligus permohonan izin Prabowo untuk 'mempersunting' Hatta. Hasil putusan Rapat Pimpinan Nasional Partai Demokrat, Minggu, 18 Mei 2014.
Lalu, jangan lupakan juga kunjungan Prabowo dan Hatta pasca Rapimnas ke kediaman Ketua Umum Partai Demokrat SBY di Puri Cikeas, Bogor, pada Senin malam, 19 Mei 2014, pukul 20.00 WIB. Hingga pemberitaan-pemberitaan kekinian yang menunjukkan perpecahan dukungan petinggi-petinggi Partai Demokrat ke 2 pasangan Capres dan Cawapres. Sedang berskenario politikkah, SBY, Prabowo dan Hatta?
Berskenario politik tentu sah-sah saja, politik adalah strategi. Strategi bagaimana meraih kemenangan dan keberhasilan untuk meraih kekuasaan atau pun program kenegaraan untuk rakyat secara nyata. Jika pun tidak nyata, itulah politik yang lupa diri.
Dari rentetan pemberitaan-pemberitaan tersebut, terbacalah rentetan skenario politik yang sangat telanjang. Para pengamat politik membaca, bahwa ada 'bayangan' SBY dan Partai Demokrat dipasangan Prabowo dan Hatta. Kenapa Partai Demokrat tidak berkoalisi saja?
Bisa jadi SBY, Prabowo dan Hatta sangat menyadari, jika SBY dengan Partai Demokrat-nya dengan jelas bergabung dan berkoalisi, ketakutannya adalah akan terjadi penggembosan besar-besaran terhadap Prabowo-Hatta. Musuh-musuh pemerintahan SBY yang selama ini dinilai gagal dan Partai Demokrat yang sudah diberi cap sebagai partai terkorup dengan nilai korupsi yang tertinggi akan bersatu untuk menggembosi dan menggagalkan usaha sejak lama Prabowo - Hatta untuk memimpin negeri ini.
SBY dan Partai Demokrat akan bermain dibelakang layar, diam-diam mendukung Prabowo - Hatta sebagai besan dan menggagalkan Jokowi yang sudah sejak lama diragukan kemampuannya oleh elit-elit Partai Demokrat. Tak hanya oleh Partai Demokrat, tidak sedikit orang pula yang meremehkan performa Jokowi - JK.
Lakon sandiwara pun dimulai, konflik internal Partai Demokrat pun diciptakan. Ada elit-elit Partai Demokrat yang seakan-akan mendukung Joko Widodo - Jusuf Kalla, namun ada pula elit-elit Partai Demokrat yang terang-terangan mendukung Prabowo - Hatta. Lalu dimana posisi SBY? Ada yang mengatakan, SBY sedang memainkan dan menggerak-gerakkan wayangnya.
Ruhut Sitompul yang terkenal sebagai aktor sinetron pun berkoar-koar bagai pahlawan, menunjukkan kesetiaannya selalu kepada SBY dan seakan-akan mengusiri kader-kader Partai Demokrat yang tidak turut dengan hasil Rapimnas Partai Demokrat yang memutuskan untuk bersikap netral.