Mohon tunggu...
Ruang Berbagi
Ruang Berbagi Mohon Tunggu... Dosen - 🌱

Menulis untuk berbagi pada yang memerlukan. Bersyukur atas dua juta tayangan di Kompasiana karena sahabat semua :)

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

3 Kritik Terbuka untuk Bima Sakti setelah Kekalahan Indonesia U17 dari Malaysia

9 Oktober 2022   22:46 Diperbarui: 9 Oktober 2022   22:53 1312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
3 Kritik Terbuka untuk Bima Sakti setelah kekalahan Indonesia U17 dari Malaysia - dok PSSI

Timnas U-17 Indonesia sejatinya tinggal mencari hasil imbang kala menghadapi Malaysia dalam babak penyisihan grup Piala Asia U-17 di Pakansari. Dengan hasil imbang saja, Indonesia dipastikan menjadi juara grup dan lolos langsung ke babak berikut. 

Timnas Indonesia sempat menekan di awal laga. Sayangnya, blunder demi blunder yang dilakukan para pemain Indonesia membuat Malaysia leluasa mencetak lima gol di babak pertama. Gol Zainurhakimi Zain (menit 18) disusul Arami Wafiy (21', 40'-penalti), Anjasmirza Saharudin (24'), dan Arif Danish Zulkifli (28').

Indonesia baru bisa mencetak gol penghiburan di akhir laga melalui Arkhan Kaka Putra (90+3'). Kekalahan ini membuat Indonesia harus puas berada di peringkat kedua Grup B Kualifikasi Piala Asia U17 2023. Indonesia finis di peringkat kedua dengan koleksi sembilan poin dari hasil tiga kemenangan dan satu kekalahan. 

Tiga (3) kritik terbuka pada pelatih timnas U17 Bima Sakti
Pertama-tama, kita patut mengapresiasi kiprah gemilang Bima Sakti dan skuat timnas U17 Indonesia. Sebelum menelan kekalahan telak 1-5 dari Malaysia, Indonesia lebih dulu meraih tiga kemenangan beruntun atas Guam (14-0), Uni Emirat Arab (3-2), dan Palestina (2-0).

Bima Sakti cukup berhasil membawa Indonesia menaklukkan dua tim yang digadang-gadang akan sangat menyulitkan Indonesia, yakni Uni Emirat Arab dan Palestina. 


Akan tetap, performa Bima Sakti tak lepas juga dari tiga kritik:

Pertama, minim rotasi pemain

Bima Sakti sedari awal pertandingan kualifikasi grup B memainkan sejumlah pemain inti. Bima Sakti memang punya alasan yang sahih, yakni agar sedari awal timnas membangun momentum kemenangan. 

Terbukti, Indonesia menggulung Guam 14-0. Akan tetapi, Bima Sakti kurang memperhitungkan bahwa jeda antarpertandingan hanya satu hari sehingga stamina pemain terkuras.

Dalam tiga laga (vs UAE, Palestina, dan Malaysia), tampak sekali stamina pemain Indonesia melemah. Puncaknya pada babak pertama pertandingan melawan Malaysia. 

Para pemain kita keteteran menghadapi serangan balik dan serangan Malaysia yang tampil lebih segar karena menerapkan rotasi yang lebih kerap.

Bima Sakti perlu belajar dari Shin Tae Yong yang secara cerdik membangun sistem rotasi di timnas senior dan timnas usia muda yng ia tangani. 

Kedua, timnas U17 minim keberagaman pemain Indonesia 

Jujur saja, timnas Indonesia U17 ini seperti kurang mewakili keberagaman pemain Indonesia. Sosok brilian yang mengawal jantung pertahanan adalah Muhammad Iqbal Gwijangge. Sayang sekali, Iqbal absen karena cedera kala pertandingan melawan Palestina. 

Iqbal memang berdarah Papua, namun ia memperkuat Bandung Pro United. Dari para pemain Indonesia U17, tak seorang pun pemain berasal dari klub dan tim pembinaan di Papua, Maluku, Sumba, Flores dan daerah-daerah lain di Indonesia timur. 

Menjadi sebuah pertanyaan kritis: apakah pelatih Bima Sakti dan talent scout PSSI serius memantau bakat-bakat dari seluruh Indonesia? Jika serius, bukan mustahil menemukan Iqbal-Iqbal lain di timur negeri kita tercinta ini. 

Hal berbeda terjadi di timnas usia yang lebih tua. Cukup banyak talenta dari Indonesia timur yang telah, sedang, dan akan dilibatkan . Mengapa hasil seleksi timnas 17 seperti timpang? 

Padahal, para pemain dari timur Indonesia terkenal memiliki daya tahan dan postur tubuh yang ideal sebagai atlet sepak bola. Blusukan ke timur Indonesia harus lebih giat lagi dilakukan. 

PSSI juga perlu melebarkan sayap investasi dan pembinaan ke timur Indonesia. Di sanalah akan kita temukan pula talenta-talenta handal seperti Boas Salossa.

Ketiga, minim taktik berorientasi hasil

Sangat disayangkan bahwa pada babak pertama, timnas kita sudah kebobolan lima gol tanpa balas. Sebuah situasi yang kemungkinan besar lahir karena minimnya taktik berorientasi hasil dari tim pelatih.

Dalam sebuah turnamen, mencapai hasil adalah sasaran utama. Bukan menampilkan permainan atraktif melawan tim gurem, lantas loyo menghadapi rival di pertandingan penentuan.

Seandainya tim pelatih Indonesia U17 memiliki rencana yang matang, fokus ketika melawan Malaysia adalah menguasai tempo permainan agar minimal bisa imbang atau kalah tipis saja. Indonesia bisa main dengan tempo "lambat tapi selamat" untuk meningkatkan akurasi umpan dan meminimalkan peluang Malaysia mencetak banyak gol.

Yang terjadi, timnas tampil sangat panik setelah kebobolan gol pertama Malaysia. Semestinya tim pelatih menginstruksikan agar pemain tampil lebih tenang dan mencegah lahirnya gol-gol mudah lawan. 

Hal itu sepertinya tidak terjadi dalam laga melawan Malaysia. Para pemain kita justru kehilangan kesabaran dalam membangun umpan yang akurat. 

Padahal, jika kalah tak begitu telak pada babak pertama, peluang mencetak gol-gol balasan bisa lebih terbuka. 

Nasi sudah menjadi bubur. Kekalahan melawan Malaysia adalah pil pahit yang harus ditelan. Semoga kritik ini menjadi pemantik diskusi kita untuk kemajuan sepak bola nasional. Salam hormat untuk Bima Sakti, idola kita. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun