Mohon tunggu...
Ruang Berbagi
Ruang Berbagi Mohon Tunggu... Dosen - 🌱

Menulis untuk berbagi pada yang memerlukan. Bersyukur atas dua juta tayangan di Kompasiana karena sahabat semua :)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Toleransi Ditabur Mulai dari Keluarga, Subur bagi Bangsa

16 November 2020   06:03 Diperbarui: 16 November 2020   10:30 517
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kunjungan silaturahmi anak-anak antaragama di Madiun (20/12/2019) - Kompas.com/Muklis Al Alawi

Suasana toleransi ini membuat kami semua sekeluarga besar memiliki sikap toleran juga kepada siapa pun. Almarhum kakek dan nenek kiranya bahagia di swargaloka melihat kerukunan terus tercipta.

Toleransi dalam rumah kami

Seperti pernah saya singgung dalam sebuah artikel, rumah kami adalah juga warung kelontong sederhana. Dalam perjalanan puluhan tahun, tak terhitung sudah berapa karyawan dan karyawati yang bekerja membantu keluarga kami.

Orangtua saya yang Katolik tidak pernah memandang latar belakang calon karyawan-karyawati. Asalkan jujur dan rajin, kiranya betah bekerja di rumah dan warung kami.

Waktu saya masih balita, ada asisten rumah tangga yang bernama Mbak Rani (nama samaran), seorang muslimah. Beliaulah yang ikut memerankan peran sebagai ibu bagi saya. Menyuapi dan menemani saya bermain ketika kecil.

Mbak Rani berhenti bekerja karena ia ingin mengadu nasib ke kota besar. Menariknya, setiap liburan ke kampung, Mbak Rani selalu berusaha mampir ke rumah kami. Belum lama ini bahkan Mbak Rani sempat menghubungi saya untuk bersilaturahmi meski hanya via telepon. 

Kebetulan di belakang rumah kami ada musala milik tetangga. Orangtua saya selalu memberikan kesempatan pada karyawan dan karyawati muslim untuk menjalankan salat. 

"Mbak, nggak salat dulu? Ditinggal dulu kerjaannya," demikian biasanya nasihat Mama saya. Demikianlah orangtua mendorong karyawan dan karyawati untuk menjalankan agama yang dianut masing-masing. 

Adik-adik saya waktu kecil juga akrab dengan karyawan dan karyawati muslim. Adik bungsu saya bahkan waktu kecil kadang menemani mbak karyawati salat di musala.

Adik bungsu saya yang kala itu masih balita ketika di rumah lantas mencari karpet, lalu bersujud mirip gerakan salat. Orangtua, saya, dan karyawan-karyawati dibuat tertawa oleh tingkahnya itu.

Jelang Lebaran, orangtua kami berusaha memberikan THR walau tak seberapa. Kadang juga membelikan mukena dan peralatan salat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun