Mohon tunggu...
Ruang Berbagi
Ruang Berbagi Mohon Tunggu... Dosen - 🌱

Menulis untuk berbagi pada yang memerlukan. Bersyukur atas dua juta tayangan di Kompasiana karena sahabat semua :)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Wajarkah Beri Nama Bayi Corona, Covid, dan Lockdown? Ini 5 Hal Penting dalam Pemberian Nama Anak

8 Mei 2020   05:36 Diperbarui: 8 Mei 2020   05:36 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi bayi dari Pixabay.com/satyatiwari

Nama juga adalah sebuah doa. Ini bisa dijelaskan secara psikologis pula. Doa identik dengan sesuatu yang diulang-ulang agar dikabulkan. Nama juga demikian. Bayangkan berapa juta (atau miliar) kali seseorang mendengar namanya dipanggil sepanjang hidupnya?

Jika nama itu bermakna baik misalnya, "Budi" dan "Utami" tentu si anak akan terpacu untuk menjadi seorang berbudi luhur. Nama menjadi afirmasi sikap yang ia kembangkan dalam hidup.

3. Aspek budaya

Pemberian nama juga terkait erat dengan budaya masyarakat setempat. Setiap masyarakat memiliki cara untuk meneruskan kearifan budaya, termasuk dengan menetapkan semacam norma pemberian nama bayi.

Suku-suku tertentu bahkan mewajibkan seperangkat nama untuk bayi-bayi yang lahir demi mempertahankan identitas budaya. Tentu saja, nama-nama ini bisa dipastikan bermakna positif bagi budaya setempat. 

Di Indonesia, kita beruntung memiliki khazanah nama-nama bayi yang amat kaya. Kita memiliki ratusan bahasa daerah yang menyediakan nama-nama positif. Pula kosakata bahasa Indonesia menyediakan bagi kita banyak sekali kata positif untuk menamai anak-anak. 

4. Aspek bahasa

Pemberian nama dari bahasa asing secara serampangan bisa mengganggu. Apalagi, bila nama-nama asing itu dicomot begitu saja tanpa memperhatikan apa artinya dalam bahasa asing. 

Terkadang, kita mengira semua kata dari bahasa asing, apalagi bahasa-bahasa yang dipergunakan untuk menulis kitab-kitab suci aneka agama adalah kata-kata yang selalu baik.

Padahal tidak selalu. Misalnya, salah satu kata bahasa Ibrani (bahasa asli Kitab Suci Perjanjian Lama umat kristiani) adalah abad atau avad.

Seorang ayah Katolik mungkin mengira, "Kata ini dari bahasa Ibrani, pasti baik artinya." Sang ayah lantas memberi nama anaknya Avad. Padahal, avad dalam bahasa Ibrani itu artinya budak. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun